PALANGKA RAYA-Sidang kasus pembunuhan sopir ekspedisi, Budiman, yang dilakukan oleh eks polisi Anton Kurniawan Stiyanto alias Anton dan warga sipil M Haryono alias Heri terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya.
Senin (17/3/2025), dalam sidang beragenda pemeriksaan saksi, dua terdakwa merengek dan menangis sembari menyampaikan permohonan maaf kepada istri dan ayah kandung korban.
Permohonan maaf itu disampaikan Anton dan Heri kepada keluarga korban saat diberi kesempatan memberikan tanggapan atas keterangan saksi.
Istri korban, Sidah, dan ayah kandung korban, Neneng Maulana, dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) menjadi saksi dalam sidang kasus pembunuhan tersebut.
Saat menyampaikan permohonan maaf kepada pihak keluarga, Anton menyampaikan permohonan maaf sambil terisak-isak.
“Bapak ibu, saya meminta maaf karena gara-gara saya almarhum Budiman Arisandi jadi begini, saya minta maaf, minta maaf,” kata Anton sambil terisak-isak dengan kepala tertunduk.
Anton juga menyatakan keinginannya untuk ikut bertanggung jawab dalam memelihara dan mengasuh ketiga anak korban yang semuanya masih kecil sampai mereka dewasa.
“Izinkan saya untuk mengasuh anak ibu bapak hingga mereka dewasa, saya mohon pak,” kata Anton sambil berulang kali menyebutkan penyesalannya atas penembakan dan pembunuhan terhadap korban.
Permintaan maaf yang sama juga disampaikan M Haryono alias Heri kepada keluarga korban.
“Bapak ibu, khusus istri (korban) saya menyampaikan maaf atas meninggalnya saudara Budiman,” kata Heri.
Dengan suara terpatah-patah, Heri meminta maaf kepada keluarga korban karena tidak mampu mencegah Anton melakukan penembakan terhadap korban. Heri mengaku saat itu dirinya tidak menyangka bahwa Anton nekat menembak korban.
“Saya minta maaf karena saya tidak bisa mencegah, saya juga benar-benar tidak menyangka dan tidak bisa menangkis,” kata Heri saat menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga korban.
Mendengar permintaan maaaf dari kedua terdakwa, Sidah selaku istri korban tampak bersikap dingin. Begitu juga dengan Neneng Maulana, ayah kandung korban.
Saat kedua saksi selesai memberikan kesaksian dan akan keluar dari ruang sidang, terdakwa Anton sempat bersujud di hadapan istri korban dan mencoba menggapai tangan istri korban untuk menyampaikan permintaan maaf. Namun Sidah langsung menarik tangannya, menolak untuk disalami Anton.
“Apaan sih,” ucap istri korban dengan setengah berteriak, sambil menarik tangannya dan menatap tajam ke arah Anton yang duduk bersujud di hadapannya.
Melihat kejadian itu, M Romdes selaku ketua majelis hakim langsung menyuruh petugas pengadilan mengawal istri korban keluar dari ruang sidang.
Sementara itu, Neneng Maulana yang diwawancarai media setelah keluar dari ruang sidang, mengaku cukup lega bisa memberikan keterangan dalam persidangan kasus ini.
“Ada (perasaan) puasnya jua (juga) lah kita bisa datang ke sini,” kata pria berusia 70 tahun itu.
Neneng berharap kedua terdakwa dijatuhi hukuman yang seberat-beratnya. “Kami minta terdakwa dihukum seberat-beratnya, antara hukuman mati atau seumur hidup paling tidak,” kata Neneng.
Ketika ditanya apakah dirinya dan pihak keluarga akan terus datang ke PN Palangka Raya untuk menyaksikan sidang kasus pembunuhan ini hingga selesai, Neneng menyebut tidak bisa memastikan.
Biaya menjadi kendala utama pihak keluarga untuk bisa selalu datang menyaksikan langsung proses persidangan kasus ini.
“Biayanya yang enggak ada, ongkos (berangkat) dari Banjarmasin ke sini lumayan mahal, kecuali ada yang mau nolongin,” kata Neneng, lalu mengaku berkeinginan bisa menyaksikan langsung sidang pembacaan vonis terhadap kedua terdakwa.
Harapan agar kedua terdakwa dihukum seberat-beratnya juga disampaikan oleh istri korban.
“Hukum yang seberat beratnya, kalau bisa hukuman mati,” ucap Sidah dengan tegas. (sja/ce/ala)