Oleh: Agus Pramono
SAYA begitu menikmati kala melihat drama komedi ini. Enggak bikin bosan. Meski ditayangkan berulang-ulang. Cerita tiga sekawan beda kasta. Memperebutkan hati si Rita.
Slamet anak orang kaya. Bapaknya pedagang tembakau. Paijo, anak pengusaha minyak. Sanwani, anak tukang bengkel kecil. Mereka kuliah di satu universitas. Sama-sama jatuh cinta sama Rita. Anak dosen. Beragam cara dilakukan agar Rita jatuh hati.
Bahkan, teman sendiri dimakan. Sampai akhirnya, mereka sama-sama kecewa. Hati Rita mendarat di pria yang berprofesi sebagai pilot. Film yang penuh sarkas. Dibumbui dengan komedi yang khas. Lucu.
Saya juga tertawa. Geleng-geleng kepala. Kala mendengar segala kontroversi di pagelaran Porprov Kalteng XII. Mulai dari adanya atlet pindah daerah. Atlet rekrutan. Habis main, lalu pulang. Lalu adanya aturan-aturan dadakan. Yang membuat pengurus cabang olahraga (cabor) kelimpungan.
Momen yang menurut saya paling memalukan ada pada cabor sepak bola. Cabor yang merupakan wajah dari tiap event multi-olahraga. Bagaimana mungkin, tak ada pertandingan final. Adanya pertandingan terakhir. Tajuknya persahabatan.
Di cabor sepak bola porprov, medali emas sudah jelas. Milik Kotawaringin Timur. Medali Perunggu didapat Kotawaringin Barat. Lah, medali perak milik siapa? Saat itu, Sekretaris Panitia, Ahyar Umar, mengatakan akan investigasi.
Dia berujar membuka peluang Palangka Raya bisa mendapat medali emas. Asal, tidak terbukti kecurangan, seperti yang dituduhkan oleh Sukamara. Kayak kuis Arisan. Yang tayang tiap Senin sampai Jumat. Pukul 20.30 WIB di Trans7. Kalau peserta nilainya sama, hadiah dibagi rata.
Ini sudah sepekan lebih. Tak kunjung diumumkan. Katanya saat itu butuh waktu lima sampai enam hari. Sekarang sudah lewat. Belum juga diumumkan. Lupa kali ya. Atau pura-pura lupa. Hehehe
Atau…..Pengambil keputusan masih larut dengan goyangan Ghea Youbi di panggung penutupan? Move on Pak…Move on.
Jikalau Palangka Raya diputuskan dapat medali emas, saya rasa tak akan menjadi pengobat kekecewaan. Kurang nendang. Lebih puas kalau diraih dari keringat di atas lapangan. Kasihan para pemain Kotim. Dapat emas. Tapi, enggak bisa pamer medali di medsos. Enggak bisa foto bareng dengan orang tua, atau pacar yang rela datang langsung ke stadion.
Tak hanya mereka, tukang pentol di stadion mungkin juga kecewa. Tak bisa melihat langsung para pemain Kotim dikalungkan medali emas. Tapi, si tukang pentol masih bisa kipas-kipas. Dagangannya laris. Tak ada beban lagi saat pulang. Istrinya pun tersenyum manis.
Dari sisi ekonomi. Para tukang pentol yang berjualan itu turut membantu menekan inflasi di Kotawaringin Timur. Semoga perputaran uang di event tiga tahunan yang mencapai Rp48,46 miliar itu bisa membantu.
Ketua KONI Palangka Raya Karuhei T Asang yang sebelumnya banding ke Bidang Arbitrase Porprov XII Kalteng, akhirnya mengurungkan niatnya. Sedikitnya ada lima cabor yang dijadikan perhatian.
Alasannya simpel. Toh, enggak akan mengubah hasil akhir perolehan medali. “Kita relakan saja medali itu,”ucap dia.
Terkait fenomena mutasi atlet antardaerah, kata pemerhati olahraga, Vincencius GL, itu tak masalah. Katanya begitu. Saat saya dengar di Podcast di YouTube Kalteng Pos. Asalkan, tidak menabrak aturan. Minimal enam bulan kalau tidak salah.
Tidak adil juga jika sepenuhnya menyalahkan atlet. Atlet juga perlu membuktikan diri. Ingin menambah jam terbang. Jika di daerah A, atlet itu tersisih saat seleksi atau tidak mendapat pembinaan yang mumpuni, boleh dong dia mencoba peruntukan di daerah B. Kalau dia meraih emas di daerah B, ya patut dipertanyakan pembinaan dari daerah A.
Kalau pindah karena iming-iming bonus besar, ya berpikir positif saja. Mungkin pengurus lamanya pelit. Itu hanya umpama. Jangan baper. Sekali lagi, itu hanya umpama.
Balik lagi. Fenomena pindah daerah bukan menjadi rahasia umum lagi di negeri +62. Event pekan olahraga nasional (PON) apakah ada? Ada. Buktinya, Ketua Umum KONI Pusat Marciano Norman dalam Rakernas KONI tahun 2021 lalu mengeluhkan soal itu. Banyak aduan mutasi atlet antarprovinsi.
Sejatinya olahraga adalah menjunjung tinggi sportivitas. Kekalahan yang dihasilkan dari buah pembinaan lebih terhormat. Buat apa mencari jalan pintas demi prestasi instan.
Coba bayangkan. Para pecinta kuliner sampai anak kos. Rasanya enak mana, mi bekuhup (direndam air panas), yang prosesnya cepat, dengan mi yang direbus dengan air mendidih? Yang prosesnya sedikit lama. Pasti enak mi bekuhup. Upss…Itu jawaban orang yang berpikir asal bapak senang.
Oiya, saya lupa. Drama komedi di awal paragraf itu diproduksi 1 Januari 1980. Diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro. Film terakhir yang tidak menggunakan nama asli. Judulnya: Gengsi Dong!(*)
*) Penulis adalah Redaktur Pelaksana Kalteng Pos dan pecinta Persebaya Surabaya.