PALANGKA RAYA-Sungguh ironi, angka pernikahan usia muda di Kalteng masih tinggi. Selama periode Januari hingga Desember 2022, ratusan anak di bawah usia 19 tahun mengajukan dispensasi ke pengadilan agama (PA) di kabupaten/kota se-Kalteng. Permohonan dilakukan agar dizinkan melangsungkan pernikahan. Padahal berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, batas usia minimal menikah bagi laki-laki maupun perempuan adalah 19 tahun.
Berdasarkan data yang dibeberkan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Palangka Raya, tahun ini jumlah pasangan yang mengajukan dispensasi nikah di atas angka 500 (data lengkap lihat tabel). Panitera Muda Hukum PTA Palangka Raya H Mukhlis mengatakan, banyaknya yang mengajukan dispensasi nikah dapat terjadi karena kenaikan batasan usia menikah.
Menurut Mukhlis, sebelum tahun 2019, usia minimal yang ditetapkan untuk menikah adalah 16 tahun. Dengan adanya perubahan Undang-Undang Perkawinan, usia minimal pernikahan ditetapkan 19 tahun. Peningkatan jumlah pengajuan dispensasi nikah diduga karena perubahan batas usia minimal pernikahan itu.
“Usia 19 tahun itu, kalau di desa-desa yang banyak terdapat anak putus sekolah, umumnya sudah menikah, jadi itu salah satu penyebab tingginya dispensasi nikah di Kalteng,” kata Mukhlis kepada Kalteng Pos, Rabu (14/12/2022).
Mengenai pengajuan dispensasi nikah selama ini, lanjut Mukhlis, tidak semua pengadilan agama mengabulkan. Mempertimbangkan kondisi si anak maupun penyebab atau sebab-musabab pernikahan itu sendiri. Pengajuan dispensasi nikah biasanya dilakukan oleh orang tua anak bersangkutan.
Penyebab lain menikah muda adalah hamil di luar nikah. Karena pihak keluarga tidak ingin menanggung malu, maka diuruslan dispensasi nikah, meski usia belum cukup. “Karena sudah terjadi, mau enggak mau harus dinikahkan,” tuturnya.
Pertimbangan utama untuk pengabulan dispensasi nikah adalah sejauh mana hubungan kedua pasangan. Jika memang sudah tidak bisa dipisahkan, maka akan menjadi pertimbangan untuk diberi dispensasi.
“Apalagi kalau sudah hamil, kalau tidak dikabulkan, kasian juga ya, baik anaknya ataupun keluarganya, jadi untuk menutupi malu juga,” ucapnya.
Meski demikian, Mukhlis menegaskan bahwa hamil di luar nikah hanya merupakan salah satu alasan dispensasi nikah. Ada juga penyebab lain yang membuat orang mengajukan dispensasi nikah. “Itu salah satunya saja, ada penyebab lain juga,” tandasnya.
Mukhlis juga membeberkan data isbat nikah atau penetapan keabsahan nikah. Dikatakannya, latar belakang banyaknya isbat nikah, karena pada zaman dahulu, utamanya di daerah-daerah pelosok, nikah siri marak dilakukan, sehingga pernikahan itu belum sah menurut hukum yang berlaku. Dahulu cukup sulit untuk bisa datang ke KUA. Karena itulah, dari ribuan pengajuan isbat nikah, didominasi pasangan yang sudah menikah puluhan tahun lalu.
“Banyak yang mengajukan isbat nikah itu merupakan pasangan yang dahulunya sudah nikah, sudah punya anak, bahkan cucu. Karena dulu sulit mencapai KUA, akhirnya mereka nikah siri,” bebernya.
Pengajuan isbat nikah juga didominasi pasangan dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah. Kebanyakan dari keluarga menengah ke bawah yang berasal dari desa-desa yang dahulunya cukup sulit mendapat akses ke KUA.
Pihaknya mengimbau masyarakat yang melakukan nikah siri agar segera menikah secara resmi di KUA. Begitu pun yang sudah hidup berkeluarga tapi belum menikah, agar segera menikah secara sah sesusai hukum dengan mendatangi KUA. Sebab, pasangan nikah siri tidak punya perlindungan hukum.
“Sebisa mungkin menikah resmi melalui KUA, itu satu-satunya jalan untuk pernikahan. Kalau sudah punya surat nikah, kedua pihak kan terikat dalam sumpah dan terdaftar dalam buku nikah, jadi hak dan kewajiban sudah diatur di dalamnya. Umpamanya istri meminta nafkah, itu kan kewajiban suami. Kalau nikah siri, enggak ada perlindungan hukumnya,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Mukhlis, pengurusan isbat nikah sebenarnya tidak sulit. Karena itu sebisa mungkin menghindari nikah siri. Jika memang sudah menikah siri dan memutuskan untuk isbat nikah, maka mau tidak mau harus menjalani isbat nikah yang lebih sulit dari nikah biasa. Apalagi urusan nikah di KUA saat ini sudah gratis. “Nikah di KUA itu gratis sekarang, biayai oleh pihak KUA,” ucapnya.
Dekan Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya Abdul Helim menjelaskan pentingnya pernikahan resmi melalui KAU. Menurtunya nikah resmi memiliki kepastian dan perlindungan hukum atas akad yang dilangsungkan oleh pasangan suami istri.
“Kalau hanya dilakukan secara siri, tidak terjamin hukum, contoh apabila salah satu pasangan ingin menuntut pasangannya ke kantor pengadilan agama, otomatis tidak bisa diproses, karena pasangan itu dinilai tidak sah secara hukum positif Islam Indonesia,” ucap Abdul.
Ia menjelaskan, dalam pernikahan siri juga sering terjadi sengketa soal warisan, jarena bagian yang harus didapatkan oleh tiap ahli waris tidak bisa diproses di pengadilan.
Abdul juga menuturkan bahwa ada banyak faktor yang menjadi pendukung melangsungkan pernikahan. Terkait Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Dispensasi Pernikahan yang menyatakan bahwa minimal usia laki-laki dan perempuan menikah adalah 19 tahun, dimaksudkan agar pasangan siap menjalankan kehidupan berumah tangga, dengan salah satu indikator matang secara emosi dan punya kemapanan ekonomi. “Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa sebelum menikah, sebaiknya pasangan saling mengenal. Yang dimaksud saling kenal yakni bisa saling mengerti satu sama lain, kekurangan dan kelebihan pasangan bisa saling diterima, ada keterbukaan di antara keduanya, sehingga ada rasa saling percaya, dengan begitu insyallah bisa memperkuat pernikahan,” tambahnya.
Pertengkaran dan Ekonomi Pemicu Perceraian
Angka kasus perceraian yang digugat oleh istri terhadap suami (cerai gugat) cukup tinggi di Kalteng. Berdasarkan data yang dikeluarkan PTA Palangka Raya tahun 2022, sampai dengan 30 November angka cerai gugat di Kalteng berkisar 2.656 kasus. Angka tersebut terbilang cukup besar jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Kalteng saat ini.
Panitera Muda Hukum PTA Palangka Raya H Mukhlis membeberkan, kasus cerai gugat se-Kalteng periode Januari hingga akhir November tahun ini menyentuh angka 2.656.
“Itu jumlah perkara cerai gugat atau istri yang menalak suaminya,” bebernya.
Dikatakan Mukhlis, angka tersebut terbilang sedang jika membandingkan kondisi Kalteng dengan jumlah penduduk masih sedikit. Berbeda dengan kasus perceraian yang terjadi di Pulau Jawa. Bisa ada ribuan kasus untuk satu pengadilan agama saja.
“Bahkan untuk satu kabupaten/kota saja, contohnya Kabupaten Malang, bisa lebih dari 10.000 untuk satu pengadilan agama dalam satu tahun. Kalau di sini, di 13 pengadilan agama jumlahnya hanya segitu,” ungkapnya.
Mukhlis mengatakan, banyak sedikitnya perkara perceraian juga dipengaruhi jumlah penduduk di suatu daerah. “Kalau Palangka Raya mungkin sekitar 200-an, kalau seperti Pangkalan Bun dan Sampit kan penduduknya lebih banyak, 300-400 ribu di sana,” sebutnya.
Selain pengajuan cerai oleh istri terhadap suami (cerai gugat), ada juga pengajuan yang dilakukan suami terhadap istri (cerai talak). Mukhlis mengakui, tahun ini lebih banyak kasus istri mengajukan cerai. “Suami yang mengajukan cerai atau cerai talak hanya 926 kasus, jadi sepertiga dari jumlah kasus cerai yang diajukan istri,” jelasnya.
Perkara perceraian di Kalteng banyak disebabkan oleh pertengkaran yang terjadi dalam rumah tangga. Berdasarkan data yang dihimpun pengadilan tinggi agama, pertengkaran atau perselisihan terus-menerus dalam rumah tangga mendominasi faktor penyebab perceraian di Kalteng. Terdapat 2.326 kasus perceraian yang disebabkan faktor tersebut, disusul faktor lain seperti meninggalkan salah satu pihak 371 kasus, faktor ekonomi 118 kasus, faktor dihukum penjara 36 kasus, dan KDRT 25 kasus.
Namun Mukhlis tidak menyebut angka pasti akta cerai yang dikeluarkan pihaknya, karena data tersebut baru akan keluar pada awal tahun 2023.
“Akta cerai itu baru diterbitkan apabila permohonan dikabulkan. 14 hari setelah dikabulkan, barulah diterbitkan akta cerai,” ucapnya.
Maka dari itu, lanjut Mukhlis, meski sudah memutuskan untuk cerai, tapi belum berkekuatan hukum tetap (BHT), maka akta cerai belum dapat diterbitkan.
Sebelum kedua pasangan menjalani proses persidangan perceraian di pengadilan, pihak pengadilan agama terlebih dahulu melakukan mediasi untuk mendamaikan kedua belah pihak agar tidak terjadi perceraian. Sejauh ini, lanjut Mukhlis, dari 5.488 perkara perceraian yang diterima pihaknya, hanya 157 yang berhasil dimediasi. Proses damai tersebut, ujar Mukhlis, bukan hal yang mudah, karena biasanya masing-masing pihak menyimpan kemarahan dan dendam.
Mukhlis menjelaskan sebelum perkara pasangan yang ingin cerai disidangkan, permasalahan diselesaikan secara kekeluargaan.
“Proses mediasi diberi waktu 30 hari, itu sebelum persidangan. Biasanya kalau kedua pasangan ingin berdamai, maka tidak sampai 30 hari, seminggu saja sudah selesai,” tuturnya.
Terpisah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalteng H Khairil Anwar mengatakan, penyebab perceraian umunya dipicu karena belum siapnya pasangan memulai hidup berumah tangga, terutama yang menikah dalam kondisi belum siap secara fisik, mental, bahkan ekonomi.
“Kebanyakan penyebab perceraian dipicu oleh kesulitan ekonomi, akibatnya pihak perempuan akan ajukan gugatan cerai, jadi lebih banyak gugat cerai karena faktor ekonomi,” jelasnya kepada Kalteng Pos, Selasa (13/12/2022).
Faktor ekonomi menjadi faktor dominan dalam perceraian. Faktor itulah yang dapat menyebabkan pertengkaran dan perselisihan dalam rumah tangga. Perselisihan yang akhirnya berpotensi menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga.
“Saya pikir jika suami mapan secara ekonomi, tidak mungkin ada pertengkaran, kalaupun ada pertengkaran, saya kira bisa diselesaikan secara dewasa dalam keluarga,” tuturnya.
Meski penghasilan suami sebagai kepala keluarga pas-pasan, tapi jika pasangan telah matang dari segi emosi, perpecahan rumah tangga tidak akan mudah terjadi.
Karena itu Khairil berpesan kepada para suami ataupun calon suami agar menyadari hak dan kewajiban sebagai seorang suami. Salah satu kewajiban adalah memberikan nafkah lahir dan batin bagi keluarga.
“Seorang suami harus mampu memberi nafkah batin dan nafkah lahir, meski penghasilan kecil, tapi harus bisa me-manage keuangan, sehingga kebutuhan keluarga selalu tercukupi,” ucapnya. (dan/irj/ce/ala)