PALANGKA RAYA – Hj Misniati menyebut jika Direktur PT Senamas Energindo Mineral (PT SEM) pernah menawar tanah miliknya yang dijadikan jalan bagi kendaraan pengangkutan batu bara milik perusahaan tersebut dengan harga Rp500 juta. Keterangan tersebut disampaikan saat diperiksa dalam lanjutan sidang perkara dugaan pemalsuan surat dan tindak pidana mengganggu kegiatan pertambangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya, Rabu (8/3).
“Dalam negosiasi yang ketiga di Jakarta, saya dipertemukan dengan direktur yang bernama Ahong, dia bilang tanah ibu saya ganti 500 juta,” terang perempuan yang di adikan terdakwa dalam kasus tersebut.
Negosiasi ketiga tersebut dikatakan oleh Misniati dilakukan saat pertemuan di kantor PT SEM yang ada di Jakarta. Dengan adanya tawaran pembelian oleh pihak PT SEM tersebut, maka sebenarnya perusahaan tambang itu memang mengakui bahwa lahan yang dijadikan jalan tersebut memang tanah miliknya.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Irfanul Hakim, Misniati menceritakan secara runtut seluruh proses pembelian tanahnya hingga konflik permasalahan terkait tanah tersebut dengan pihak PT SEM.
Perempuan berusia 70 tahun ini bahwa pembelian tanah di Desa Jawaten tersebut bermula dari ajakan kerja sama yang disampaikan oleh Direktur PT Koppas Batu Licin Jaya, Gunawan Guyana (almarhum) saat dirinya menawarkan usaha katering yang dijalankannya kepada pihak perusahaan tersebut pada tahun 2004.
“Direktur itu bilang, ibu enggak usah katering, gampang itu, ini ada lahan, ibu bisa bebaskan untuk dibuat jalan karena ada perusahaan mau masuk,”kata Misniati menirukan ucapan Gunawan.
Perempuan yang juga direktur perusahaan katering PT Riyanisa Sekarsari Mandiri mengaku tertarik dengan tawaran itu. Dia pun kemudian membeli lahan di desa tersebut dengan ukuran panjang 2.351 meter dan lebar 20 meter. Lahan tersebut disebutnya merupakan milik dari sembilan orang penduduk Desa Jaweten sendiri.
Pada saat membeli tanah, Misniati mengaku tidak mengetahui perusahaan mana yang akan disebut akan masuk. Namun, Misniati mengaku ada mengetahui kalau Gunawan sendiri memiliki hubungan kerja sama dengan pihak PT Putri Mea, perusahaan pemilik izin area pertambangan di desa tersebut.
Untuk seluruh proses pembelian dan pembayaran harga lahan termasuk juga pembayaran tanam tumbuh di atas lahan tersebut, dikatakanya dilakukan oleh salah seorang karyawannya yang bernama Herling.
Herling juga yang disebut Hj Misniati mengawasi kegiatan pembuatan jalan yang dibangun di atas lahannya tersebut. “Sebelum ada jalan itu, di situ semua cuma masih kebun warga, sama sekali belum ada jalan,” terang Misniati lagi.
Setelah berhasil membebaskan lahan, Misniati kemudian membuat jalan di atas lahan tersebut. Jalan yang dibangun itu berukuran pajang 2.351 meter lebar sekitar 16 meter dengan persiapan untuk untuk saluran parit sekitar empat meter. Pembangunan pembuatan jalan itu sendiri berlangsung selama tiga bulan dengan mempergunakan peralatan berat.
Ketua majelis hakim sempat bertanya terkait tujuan pembuatan jalan tersebut kepada Misniati. “Maksudnya ibu bangun jalan ini sebetulnya untuk apa?” tanya Irfanul. “Supaya nanti kalau ada investor masuk bisa lewat (jalan, red) sini,”jawab Misniati.
Misniati menyebut, setelah jalan tersebut selesai dibuat, perusahaan investor pertambangan yang dijanjikan akan segera masuk beroperasi ke Desa Jaweten ternyata bertahun-tahun ditunggu tidak kunjung datang.
Dirinya baru mengetahui ada perusahaan tambang yang masuk di Desa Jaweten sekitar tahun 2009, dan digunakan oleh pihak perusahaan sebagai jalan houlling.
Pada tahun 2018 dirinya mengurus kembali lahan tersebut. Pada saat ingin mengurus lahan tersebut dengan pihak perusahaan yang diketahui kemudian adalah PT SEM, dirinya bersama Herling datang menemui H Fajriansyah untuk menjadi saksi kalau dirinyalah pemilik lahan tersebut.
Misniati terkejut ketika mendengar ucapan Fajriansyah yang mengaku kalau sudah menjual lahan tersebut ke pihak PT SEM. Tanah miliknya dijual tanpa sepengathuan terdakwa
“Dia bilang tanah itu sudah dia jual, saya tanya kenapa kamu jual, terus dia bilang saya kira ibu enggak datang lagi,” ujar Misniati. “Fajriansyah mengaku memalsukan seluruh kwitansi pembelian tanah untuk bertransaksi dengan PT SEM.”.
“Jadi jalan ini dijual oleh Fajriansyah tanpa sepengetahuan ibu?” tanya Irfanul. “Iya,” jawab Misniati sambil mengangguk.
Merasa tidak terima dengan perbuatan Fajriansyah, Misniati kemudian melaporkan kasus tersebut ke pihak Polres Barito timur. Akhirnya Fajriansyah pun dihukum selama sembilan bulan.
Demi memperjuangkan lahannya tersebut, Hj Misniati memang mengakui bahwa almarhum suaminya pernah melakukan penutupan jalan tersebut. Penutupan jalan secara adat itu dilakukan agar pihak PT SEM mau bernegosiasi dengan pihaknya.
Rencananya sidang kasus ini akan kembali dilanjutkan pada Rabu pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan hukum oleh pihak jaksa penuntut umum.
Dalam edisi sidang sebelumnya, penasihat hukum terdakwa, Prof Dr OC Kaligis merasa kliennya dikriminalisasi dengan pasal yang menurutnya tidak masuk akal. Sebab, pemortalan atau penutupan jalan yang dilakukan almarhum suami kliennya itu dilakukan di lahan milik sendiri. Tanah yang sudah ada akses jalan itu dijadikan mobilisasi kendaraan pengangkut batau bara PT SEM.(sja/ram)