Site icon KaltengPos

Saksi Tegaskan Lahan Bukan Milik PT SEM, tapi Milik Hj Misniati

MERINGANKAN TERDAKWA: Ahli hukum pidana dari Universitas Al Azhar Jakarta Dr Anis Rifai saat memberikan kesaksian, Rabu (22/). FOTO: AGUS PRAMONO/KALTENG POS  

PALANGKA RAYA-Muhammad Herling, warga Tabalong menjadi saksi dalam lanjutan sidang kasus dugaan pemalsuan surat dan pelanggaran Undang-Undang Pertambangan yang menyeret terdakwa Hj Misniati.

Herling, sapaan akrabnya, dihadirkan dalam persidangan untuk memberikan keterangan terkait direktur PT Riyanisa Sekarsari Mandiri. Salah atau keterangan yang disampaikannya yakni empunya tanah di Desa Jaweten, Kecamatan Dusun Timur, Kabupaten Barito Timur adalah terdakwa.

Herling mengaku terlibat dalam negosiasi pembebasan lahan yang dibeli Hj Misniati, termasuk proses pembayaran kompensasi harga tanah tersebut kepada warga.

“Kebetulan saya dipercaya oleh ibu untuk membebaskan lahan,” kata Herling saat menjawab pertanyaan dari penasihat hukum terdakwa, Prof Dr OC Kaligis, dalam sidang di PN Palangka Raya, Rabu (22/2).

Herling menyebut ada sembilan warga desa yang lahannya dibebaskan. Tanah yang dibeli Hj Misniati sebagaian dijadikan jalan dengan ukuran lebar badan jalan 16 meter dan panjang jalan kurang lebih 2,5 kilometer. Saat jalan tersebut dibuat, belum ada aktivitas perusahaan tambang. Hanya ada kebun karet.

“Berapa lama pekerjaan ini saudara lakukan?” tanya OC Kaligis kepada Herling.

“Pekerjaan ini saya lakukan hampir sekitar tiga bulanan,” jawab Herling yang selama pengerjaan jalan itu bertugas sebagai pengawas.

Herling juga menerangkan bahwa lahan tersebut pernah bermasalah pada tahun 2019, karena dijual oleh seseorang bernama H Fajriansyah kepada PT Senamas Energindo Mineral (PT SEM), perusahaan yang melaporkan Hj Misniati dalam perkara ini. Sementara transaksi jual beli itu tanpa sepengetahuan dan seizin Hj Misniarti.

“Fajriansyah mengaku sendiri di depan ibu (Hj Misniati, red), kalau tanah itu sudah dijual ke PT SEM, alasannya dia kira ibu tidak kembali lagi ke Tamiang,” terang Herling di hadapan majelis hakim.

H Fajriansyah menjual ke PT SEM dengan bermodal surat tanah yang dipalsukan. Akhirnya dituduh melakukan tindak pidana pemalsuan surat dan kasusnya diadili di Pengadilan Negeri Tamiang Layang. Jadi bisa dipastikan tanah itu bukan milik PT SEM. “Pengadilan menyatakan H Fajriansyah terbukti bersalah melakukan pemalsuan surat dan divonis penjara selama 10 bulan,” tutur Herling sembari mengaku pernah menjadi saksi dalam sidang perkara itu.

Ketika ditanya jaksa Dwinanto terkait kondisi jalan, Herling memastikan bahwa kondisi yang dilihatnya masih sama dengan saat ia mengawasi pembuatan jalan itu.

“Bentuk jalannya masih sama dengan bentuk dan ukuran jalan waktu itu dibuat,” ujarnya.

Di akhir kesaksian, pihak  Hj Misniati menyerahkan kepada majelis hakim fotokopi amar putusan sidang kasus pemalsuan surat yang dilakukan oleh H Fajriansyah.

Selain menghadirkan saksi fakta, pihak Hj Misniati juga menghadirkan saksi ahli dalam persidangan kemarin. Ahli yang dihadirkan adalah Dr Anis Rifai, ahli hukum pidana dari Universitas Al Azhar Jakarta.

Ketika ditanya oleh OC Kaligis terkait unsur perbuatan menghalang-halangi atau merintangi yang ada dalam pasal 162 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba seperti yang didakwa JPU kepada kliennya, Anis berpendapat bahwa unsur menghalang-halangi harus secara eksplisit membuktikan secara jelas bahwa perbuatan tersebut memang merugikan orang lain.

“Dalam hal ini, menghalang-halangi harus terkait dengan tanah yang dia miliki sendiri,” ujar Anis lagi.

Karena itu, Anis berpendapat bahwa dalam kasus ini, Hj Misniati belum bisa dikenakan tuduhan melakukan perbuatan menghalang-halangi, karena tanah tersebut adalah tanah miliknya sendiri, bukan milik perusahaan pertambangan.

Ketika ditanya OC Kaligis terkait penggunaan istilah jalan pribadi, Anis mengatakan bahwa istilah tersebut memang masuk dalam perlindungan hukum terhadap kepemilikan tanah secara pribadi. Hal tersebut dijamin dalam pasal 167 KUHPidana dan pasal 385 KUHPidana

“Itu adalah bentuk perlindungan dari kitab undang undang hukum pidana tentang hak milik dari orang lain,” sebutnya.

Dalam fakta sidang pekan lalu, Prof Dr OC Kaligis merasa kliennya dikriminalisasi dengan pasal yang menurutnya tidak masuk akal. Sebab, pemortalan atau penutupan jalan yang dilakukan almarhum suami kliennya itu dilakukan di lahan milik sendiri. Tanah yang sudah ada akses jalan itu dijadikan mobilisasi kendaraan pengangkut batau bara PT SEM.

Saksi ahli dari Kantor BPN Kalteng, Gusti Alfianur dalam persidangan juga menyebut bahwa lahan objek sengketa yang dimaksud bukan milik PT SEM selaku pelapor dalam kasus ini dan juga tidak terdaftar di BPN. (sja/ce/ram)

Exit mobile version