PALANGKA RAYA-Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palangka Raya akhirnya menjatuhkan vonis terhadap dua terdakwa kasus pembunuhan sopir ekspedisi, Budiman Arisandi.
Terdakwa utama, Anton Kurniawan Stiyanto alias Anton, divonis pidana penjara seumur hidup, sementara rekannya, M. Haryono alias Heri, dijatuhi hukuman delapan tahun penjara.
Dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di ruang Tirta, PN Palangka Raya, Senin (19/5/2025), majelis hakim menyatakan Anton terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian, serta menyembunyikan kematian korban.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Anton Kurniawan Stiyanto alias Anton terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan korban meninggal dunia serta turut serta menyembunyikan kematian,”ujar Ketua Majelis Hakim M. Ramdes.
Dalam amar putusannya, majelis hakim yang juga beranggotakan Hakim Sumaryono dan M. Rifa Riza menjatuhkan hukuman maksimal kepada Anton berupa penjara seumur hidup.
Pembunuhan Berencana Demi Pikap Bodong
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa Anton dan Heri terbukti melanggar Pasal 365 ayat (4) KUHP jo Pasal 181 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kumulatif primer Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dwinanto Agung Wibowo.
Kejahatan bermula saat Anton dan Heri berpura-pura menjadi anggota kepolisian dari Ditlantas Polda Kalteng.
Bermodalkan aplikasi ETLE Nasional dan senjata api jenis Taurus, keduanya berkeliling dari Palangka Raya hingga Banjarmasin selama dua hari, mencari kendaraan bermasalah atau bodong.
Motif pembunuhan diketahui bermula dari informasi seorang kenalan Anton bernama Adi Sumiadi yang mengatakan ada pembeli bernama M. Rizcky Diman Saputra alias Rizky yang mencari kendaraan pickup Daihatsu Grand Max dengan harga Rp55 juta. Anton kemudian mengajak Heri berburu kendaraan bodong.
Pada 27 November 2024, di Jalan Tjilik Riwut Km 38 Palangka Raya, keduanya menemukan korban Budiman yang sedang beristirahat di dalam mobil pickup Grand Max berpelat DA 8632 JK.
Dengan menyamar sebagai petugas, Anton menuduh korban melakukan pungli, lalu memintanya naik ke mobil Sigra yang dikemudikan Heri.
Saat berada di dalam mobil, korban mempertanyakan identitas keduanya. Karena merasa terganggu, Anton yang duduk di kursi belakang men3mbak kepala korban dua kali dari jarak dekat.
“Pada tembakan pertama korban langsung tertunduk, lalu pada tembakan kedua korban langsung tersungkur. Dar*h dan isi kep4la korban keluar,”ujar Hakim Sumaryono membacakan pertimbangan putusan.
Setelah dipastikan tewas, tubuh Budiman dibuang ke areal kebun sawit di Jalan Sayidi Km 15 arah Kasongan–Palangka Raya. Kendaraan korban kemudian dibawa ke Palangka Raya dan dijual oleh Anton melalui perantara Adi kepada Rizky.
Heri Dapat Keringanan karena Justice Collaborator
Berbeda dengan Anton, terdakwa Heri mendapat vonis lebih ringan karena dinilai kooperatif selama penyidikan dan telah mendapat status justice collaborator serta perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Vonis 8 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Heri lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman 15 tahun.
Kedua Terdakwa dan JPU Menyatakan Pikir-pikir
Atas vonis yang dijatuhkan, baik Anton maupun Heri menyatakan **“pikir-pikir”** melalui kuasa hukum masing-masing, Suriansyah Halim dan Parlin Bayu Hutabarat. Pihak JPU juga menyampaikan hal yang sama.
“Kami minta waktu untuk pikir-pikir dulu, Yang Mulia,”kata Suriansyah Halim mewakili Anton.
Majelis hakim pun memberikan waktu 7 hari bagi semua pihak untuk menentukan sikap hukum selanjutnya.
Tangisan Keluarga Korban, Harapan Akan Keadilan
Sidang pembacaan putusan diwarnai kehadiran keluarga korban Budiman Arisandi, termasuk sang ayah, Nanang Maulana. Ia menyatakan keluarga menerima putusan hakim.
“Kami serahkan semuanya kepada majelis hakim. Kalau sudah diketok seumur hidup, ya kami terima,”ujar Nanang seusai sidang, sambil berharap agar tidak ada pengurangan hukuman kepada pelaku utama.
Selain keluarga korban dan terdakwa, petugas LPSK juga tampak hadir di ruang sidang untuk memastikan perlindungan terhadap Heri selama proses hukum berlangsung.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa penyalahgunaan identitas aparat dan senjata api bisa berujung tragedi kemanusiaan.
Proses hukum berjalan, dan publik kini menanti keadilan berjalan hingga tuntas, termasuk apakah putusan tersebut akan diterima semua pihak atau berlanjut ke upaya hukum berikutnya.(sja/ram)