Senin, Juni 23, 2025
26.6 C
Palangkaraya

Petani Sawit Swadaya Didorong Bangun Kemitraan Langsung dengan Perusahaan

JAKARTA – Masa depan industri sawit Indonesia tak bisa hanya disandarkan pada kekuatan korporasi besar. Di balik 16 juta hektare lahan sawit nasional, lebih dari 40 persen dikelola oleh petani swadaya.

Sayangnya, banyak dari mereka masih terjebak dalam rantai pasok yang timpang dan ketergantungan pada tengkulak.

Kini, harapan baru muncul lewat kolaborasi antara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS).

Keduanya menandatangani nota kesepahaman (MoU) pada Senin, 17 Juni 2025, di Kantor Pusat Gapki, Jakarta.

Kesepakatan ini menandai tonggak penting dalam membangun sinergi jangka panjang antara perusahaan sawit dan komunitas petani kecil. Penandatanganan dilakukan oleh Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, dan Ketua Umum SPKS, Sabarudin.

Indonesia Buka Akses Ekspor Sawit ke Rusia, Mentan: Tertarik dalam Skala Besar

“Petani harus bisa bermitra langsung dengan perusahaan, dengan sistem yang adil dan transparan,” ujar Sabarudin, Senin (23/6/2025).

Baca Juga :  Pemkab Kapuas Pastikan Perlindungan BPJAMSOSTEK

Salah satu poin kunci dalam kerja sama ini adalah mendorong pembentukan kemitraan antara koperasi petani sawit dengan perusahaan anggota Gapki.

Hal ini bertujuan memangkas ketergantungan petani terhadap perantara yang kerap menekan harga jual tandan buah segar (TBS).

SPKS yang kini memiliki lebih dari 76.700 anggota di 22 kabupaten dan 11 provinsi aktif melakukan pelatihan Good Agricultural Practices (GAP), penguatan koperasi, hingga program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

Dengan dukungan Gapki, program pendampingan tersebut akan diperluas ke aspek pemasaran, teknologi, dan sertifikasi keberlanjutan.

Kerja sama ini juga berfokus pada dukungan terhadap sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagaimana diamanatkan dalam Perpres No. 16 Tahun 2025.

Baca Juga :  Peningkatan Mobilitas Dorong Kenaikan Inflasi

Gapki berkomitmen memfasilitasi transfer teknologi, alat produksi, dan sistem pemasaran yang lebih menguntungkan petani.

“Kami ingin petani anggota SPKS lebih kuat secara kelembagaan, lebih mandiri secara ekonomi, dan lebih siap menghadapi tuntutan global,” tegas Eddy Martono.

Kolaborasi ini dipandang SPKS sebagai momentum bersejarah—sebuah jembatan antara dunia usaha dan petani yang selama ini berjalan sendiri-sendiri.

Kini, dengan kemitraan langsung dan ekosistem yang lebih inklusif, petani swadaya diharapkan bisa menjadi bagian integral dari rantai pasok industri sawit berkelanjutan.(net/ram)

JAKARTA – Masa depan industri sawit Indonesia tak bisa hanya disandarkan pada kekuatan korporasi besar. Di balik 16 juta hektare lahan sawit nasional, lebih dari 40 persen dikelola oleh petani swadaya.

Sayangnya, banyak dari mereka masih terjebak dalam rantai pasok yang timpang dan ketergantungan pada tengkulak.

Kini, harapan baru muncul lewat kolaborasi antara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS).

Keduanya menandatangani nota kesepahaman (MoU) pada Senin, 17 Juni 2025, di Kantor Pusat Gapki, Jakarta.

Kesepakatan ini menandai tonggak penting dalam membangun sinergi jangka panjang antara perusahaan sawit dan komunitas petani kecil. Penandatanganan dilakukan oleh Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, dan Ketua Umum SPKS, Sabarudin.

Indonesia Buka Akses Ekspor Sawit ke Rusia, Mentan: Tertarik dalam Skala Besar

“Petani harus bisa bermitra langsung dengan perusahaan, dengan sistem yang adil dan transparan,” ujar Sabarudin, Senin (23/6/2025).

Baca Juga :  Pemkab Kapuas Pastikan Perlindungan BPJAMSOSTEK

Salah satu poin kunci dalam kerja sama ini adalah mendorong pembentukan kemitraan antara koperasi petani sawit dengan perusahaan anggota Gapki.

Hal ini bertujuan memangkas ketergantungan petani terhadap perantara yang kerap menekan harga jual tandan buah segar (TBS).

SPKS yang kini memiliki lebih dari 76.700 anggota di 22 kabupaten dan 11 provinsi aktif melakukan pelatihan Good Agricultural Practices (GAP), penguatan koperasi, hingga program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

Dengan dukungan Gapki, program pendampingan tersebut akan diperluas ke aspek pemasaran, teknologi, dan sertifikasi keberlanjutan.

Kerja sama ini juga berfokus pada dukungan terhadap sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagaimana diamanatkan dalam Perpres No. 16 Tahun 2025.

Baca Juga :  Peningkatan Mobilitas Dorong Kenaikan Inflasi

Gapki berkomitmen memfasilitasi transfer teknologi, alat produksi, dan sistem pemasaran yang lebih menguntungkan petani.

“Kami ingin petani anggota SPKS lebih kuat secara kelembagaan, lebih mandiri secara ekonomi, dan lebih siap menghadapi tuntutan global,” tegas Eddy Martono.

Kolaborasi ini dipandang SPKS sebagai momentum bersejarah—sebuah jembatan antara dunia usaha dan petani yang selama ini berjalan sendiri-sendiri.

Kini, dengan kemitraan langsung dan ekosistem yang lebih inklusif, petani swadaya diharapkan bisa menjadi bagian integral dari rantai pasok industri sawit berkelanjutan.(net/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/