KALTENG POS-Ketegangan yang memanas antara Iran dan Israel memicu kekhawatiran global akan krisis energi, mendorong Turki untuk mengambil langkah antisipatif. Negara ini kini mempercepat pengembangan jalur alternatif jika Selat Hormuz, jalur maritim krusial, benar-benar ditutup.
Menteri Transportasi dan Infrastruktur Turki, Abdulkadir Uraloğlu, menegaskan komitmen negaranya untuk menjaga kelancaran perdagangan dan pasokan energi. Hal ini menyusul eskalasi konflik di kawasan setelah Iran melancarkan serangan rudal sebagai balasan atas serangan udara Israel pada 13 Juni yang menargetkan fasilitas nuklir Iran.
Salah satu skenario yang paling dikhawatirkan adalah penutupan Selat Hormuz oleh Iran. Selat sempit ini adalah rute utama ekspor minyak dari negara-negara Teluk seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Irak, dan Kuwait. Sekitar 20 persen pasokan minyak dunia, atau setara 18 juta barel per hari, melewati selat ini. Jika jalur ini ditutup, dampaknya bisa langsung terasa pada harga energi global dan stabilitas geopolitik.
“Kami harus siap dengan jalur darat dan laut jika Selat Hormuz benar-benar ditutup,” ujar Uraloğlu.
Inisiatif Jalur Alternatif Turki: Middle Corridor dan Development Road
Sebagai langkah antisipasi, Turki mempercepat pengembangan dua koridor utama:
Middle Corridor: Jalur transportasi yang menghubungkan Tiongkok ke Eropa melalui Asia Tengah, Laut Kaspasi, Kaukasus, dan Turki. Jalur ini menjadi alternatif penting untuk rute tradisional via Rusia dan Terusan Suez.
Development Road Corridor: Proyek ambisius yang akan menghubungkan Pelabuhan Al-Faw di Irak selatan ke Turki melalui jalur darat dan rel, kemudian berlanjut ke Eropa. Koridor ini akan menciptakan jalur perdagangan baru dari Teluk ke pasar Barat.
“Kami adalah satu-satunya negara anggota NATO yang dilintasi jalur kereta api dari 21 negara hingga ke Eropa. Karena itu, kami harus mempercepat diversifikasi jalur seperti Middle Corridor dan Development Road,” jelas Uraloğlu. Sepanjang 2.100 kilometer dari jalur Development Road akan membentang di wilayah Turki, dengan total investasi diperkirakan mencapai $24 miliar.
Konflik Iran-Israel juga berdampak pada operasional transportasi udara. Uraloğlu mengungkapkan bahwa saat ini ada 11 pesawat Turki yang terjebak di wilayah konflik, tujuh di Iran dan empat di Irak. Pesawat-pesawat tersebut dioperasikan oleh Pegasus Airlines, Turkish Airlines, AJet, dan Tailwind.
“Kami terus memantau situasi dengan ketat melalui Kementerian Luar Negeri dan Badan Intelijen Nasional,” tambahnya.
Langkah cepat Turki ini menegaskan perannya bukan hanya sebagai penghubung geografis antara Timur dan Barat, melainkan juga sebagai pemain kunci dalam menghadapi dinamika geopolitik dan energi global yang kian tidak menentu. ***