PACU Jalur yang saat ini viral di media sosial dan merupakan tradisi asli Riau rupanya diklaim milik negara tetangga.
Kabar ini pun viral dan membuat netizen Indonesia murka. Perseteruan komentar antar netizen pun memanas, memperdebatkan Pacu Jalur yang sekarang dikenal dunia.
Menurut penelusuran di jagat maya, banyak netizen dari Malaysia hingga Thailand mengklaim budaya asli Riau tersebut.
Viral! Anak Kecil Menari di Ujung Perahu Pacu Jalur, Ini Asal Usulnya
Komentar seperti “It’s trend from Vietnam” dan “Pacu Jalur itu memang budaya Melayu,” mendominasi kolom komentar media sosial. Bahkan ada akun yang menyebut Pacu Jalur berasal dari Manila, Filipina.
Tak sedikit pula yang menyematkan klaim asal Thailand dengan tagar kebanggaan nasional.
Komentar seperti “It’s trend from Vietnam, not Indonesia. Proud Vietnam culture”, “Pacu Jalur itu memang budaya Melayu”, hingga “Pacu jalur form Thailand, thaipride bro,” membanjiri unggahan tersebut.
Bahkan, ada yang menyebut Pacu Jalur berasal dari Manila, Filipina, sementara yang lain menambahkan tagar khas Thailand dalam klaim budaya. Tak ketinggalan pula beberapa akun dari Malaysia yang menyebut lomba perahu ini sebagai bagian dari identitas Melayu mereka.
Tradisi Pacu Jalur di Sungai Kuantan, Kabupaten Kuansing, Provinsi Riau telah berumur ratusan tahun. Tradisi Pacu Jalur kini tengah mendunia lewat tren Aura Farming, karena adanya penari bocah di bagian depan perahu saat pertandingan.
Tradisi ini bukan sekadar lomba perahu biasa, melainkan pesta rakyat yang menyatukan sejarah, seni, dan semangat kebersamaan masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), dan kini menjadi sorotan global.
Pacu Jalur adalah lomba dayung tradisional yang digelar di Sungai Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, dengan perahu kayu besar, yang disebut ‘jalur’ karena mampu menampung hingga 60 orang pendayung.
Namun jangan bayangkan perahu biasa, karena jalur ini dihiasi ukiran-ukiran megah berbentuk kepala ular, harimau, hingga buaya, lengkap dengan payung adat, selendang warna-warni, dan tiang-tiang tinggi menjulang. Sungguh bak parade seni di atas air.
Tradisi Pacu Jalur berakar dari abad ke-17, ketika masyarakat Rantau Kuantan masih bergantung pada sungai sebagai jalur utama transportasi.
Jalur kala itu digunakan untuk mengangkut hasil bumi seperti pisang dan tebu, bahkan mampu membawa puluhan orang sekaligus.
Namun seiring waktu, jalur tak lagi sekadar alat transportasi, ia menjelma jadi simbol status sosial, dengan hiasan indah yang hanya boleh digunakan oleh kaum bangsawan dan datuk setempat.
Sekitar 100 tahun kemudian, masyarakat mulai menggelar lomba balap antar jalur, memicu lahirnya tradisi Pacu Jalur seperti yang kita kenal sekarang.(jpc/ram)