Keahlian di bidang melukis menjadi bekalnya mendirikan usaha di perantauan. Bekal usaha dari keluarga pembatik menjadi inspirasinya untuk melestarikan batik di Kalteng. Bahkan menjadi tempat pendidikan membatik khas Kalteng bagi anak sekolah.
ANISA B WAHDAH, Palangka Raya
BENANG bintik merupakan salah satu batik khas Kalteng yang banyak digunakan untuk ragam pakaian. Digunakan untuk acara resmi, pakaian kantor, maupun oleh-oleh khas Kalteng. Penulis mendatangi salah satu produsen benang bintik di Kota Palangka Raya, tepatnya di Jalan Badak. Namanya Benang Bintik Paramita.
Rumah produksi itu dipenuhi para perajin yang lihai menjalankan canting pada kain katun putih di pahanya. Mereka memberi warna pada skema lukisan yang sudah menempel pada kain-kain itu. Semuanya perempuan. Dari kalangan ibu-ibu hingga yang masih muda.
Di sisi lain terlihat beberapa orang mengoles lilin yang dipanaskan pada hasil pewarnaan kain-kain itu. Ada pula yang tengah memasang skema pada kain yang biasa disebut batik cap. Ini masih di lokasi pewarnaan.
Ada karyawan lain yang harus dengan safety mengobok-obok air di atas api menggunakan sebilah kayu. Mengaduk-aduk kain-kain itu, kemudian menjemurnya. Kain putih yang hanya berhiaskan coretan batik terlihat makin indah setelah memiliki warna dasar.
Usaha batik benang bintik ini dirintis Anang Rizqiyanto 12 tahun lalu. Dimulai dari usaha sederhana, berkembang jadi besar hingga memiliki banyak karyawan. Omzet yang didapatkan rata-rata di atas Rp20 juta per bulan.
Usaha ini memang merupakan warisan keluarga, yakni usaha batik Pekalongan, Jawa Tengah. Bedanya, Anang memutuskan membangun usaha dengan mengembangkan batik khas Kalteng.
“Saya memang awalnya seorang pembatik, karena keluarga memiliki usaha batik di Pekalongan, tapi usaha kecil-kecilan, kemudian saya dipanggil kerja oleh salah satu pengusaha batik di Palangka Raya pada 2005 lalu, saat itu saya memutuskan datang ke sini dan menjadi tenaga ahli membatik,” tutur Anang mengisahkan awal mula kedatangannya ke Palangka Raya.