DALAM ruang Pelatihan (Training of Trainer) bagi Calon Pengajar Diklat PIP Kualifikasi Utama Angkatan Tahun 2024 bertempat di Hotel Vertu Harmoni Jakarta, Jalan Hayam Wuruk No. 6 Rt. 6/Rw.2, Gambir, Jakarta Pusat, pada Hari Selasa sampai dengan Kamis, 8 sampai 10 Juli 2025, memiliki pesan moral yang sangat dalam bagi peserta.
Sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Dr. M. Amin Abdullah seorang filsuf, ilmuwan, pakar hermeneutika dan cendekiawan muslim Indonesia, sekaligus sebagai anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menegaskan bahwa masalah kenegaraan-kebangsaan ke Indonesiaan di era sekarang meliputi: pertama, menguatnya gejala polarisasi dan fragmentasi sosial baik berbasis identitas keagaman, kesukuan, golongan dan kelas kelas sosial dan meguatnya politisasi identitas; kedua, kebijakan demokrasi yang masih berorientasi pada peningkatan pertumbuhan dari pada peningkatan pemerataan; ketiga, lemahnya institusionalisasi nilai-nilai kebangsaan dalam kelembagaan sosial politik, ekonomi, budaya, agama dan praktik demokrasi; keempat, negara harus hadir sebagai regulator yang baik, sebab ruang digital justru bisa menjadi ajal bagi demokrasi Indonesia dengan maraknya ujaran kebencian dan polarisasi politik.
Dari keempat masalah tersebut secara kontekstualisasi menjadi isu hari ini di tanah air kita sebagai tantangan kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara yang dinilai cukup serius.
Kondisi faktual sejak Era Reformasi bergulir dan dalam perkembangannya, keyakinan warga terhadap relevansi dan edukasi Pancasila dirasakan semakin berkurang, seiring dengan arus pengaruh dan dinamika perubahan secara internal dan eksternal. Secara internal, penurunan keyakinan itu bisa terjadi manakala terdapat kesenjangan yang lebar antara idealitas Pancasila dengan realitas kehidupan. Yang sangat berpengaruh terhadap ketiga lapis ideologis, yaitu keyakinan, pengetahuan, dan tindakan Pancasila. Kesenjangan kurang diaktualisasikan secara efektif dalam kehidupan sosial bermasyarakat, berbangsa dan bernegara semakin terasa. Maka, masalah kenegaraan, kebangsaan ke Indonesiaan tersebut, perlu upaya yang luar biasa dalam rangka mengaktualisasikan kembali nilai nilai Pancasila dalam konsep living ideology, sebagai kompas atau arah tujuan berbangsa dan bernegara menuju masa depan sesuai tujuan bernegara dan working ideology, menjamin praktik keseharian pejabat publik dan warga negara tumbuh dalam budaya yang selaras dengan nilai nilai Pancasila.
Dalam rangka aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pemerintah Republik Indonesia memandang perlu dilakukan pembinaan ideologi Pancasila terhadap seluruh penyelenggara negara yang terencana, sistematis, dan terpadu. Maka aktualisasi nilai-nilai Pancasila menjadi koreksi terhadap konsepsi pembangunan yang terlalu menekankan pembangunan infrastruktur ekonomi dan politik dengan mengabaikan perhatian pada pembangunan ideologi. Dari serangkaian gatra ketahanan nasional, yakni: ideologi, politik, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan, maka gatra yang paling rawan adalah gatra ideologi.
Atas dasar pertimbangan tersebut, pada tanggal 28 Februari 2018, dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Dengan revitalisasi dari bentuk unit kerja menjadi bentuk badan, diharapkan BPIP akan tetap existing walaupun pemerintahannya terus berganti. Salah satu tugas dan fungsi BPIP yaitu menentukan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila yang di tuangkan dalam penyusunan Garis Besar Haluan Ideologi Pancasila (GBHIP) dijadikan sebagai pedoman dalam perencanaan pembangunan nasional. BPIP dikenal sebagai koordinator dalam pelembagaan PIP yang merupakan salah satu kunci dalam gotong royong membumikan kembali nilai-nilai Pancasila di bumi nusantara untuk menguatkan kembali ketahanan sosial politik, ekonomi, budaya.
Masalah kebangsaan tersebut di elaborasi oleh Ketua Dewan Pakar BPIP RI Prof. Dr. Ermaya Suradinata, S.H., M.H., M.S. yang menegaskan bahwa Indek Aktualisasi Pancasila menentukan arah pembanguanan Indonesia Raya karena Pancasila sebagai sistem ideologis yang hidup dan berdaya dalam kehidupan nasional. Maka UU BPIP (Badan Pembina Ideologi Pancasila) sangat mendesak untuk memberikan legitimasi hukum, memperkuat peran BPIP dalam menjamin keberlanjutan ideologi.
Urgensitas UU BPIP tersebut, direspon melalui rapat dengar pendapat umum pada hari Rabu 9 Juli 2025 oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tentang penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP) dengan sejumlah pakar di kompleks parlemen Senayan Jakarta. Dengan menghadirkan pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie dan tokoh moderasi beragama sekaligus mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Memberikan dasar alasan faktual kondisi lapisan ideologi yang mengalami kemerosotan, direspon secara positif dengan memasukan RUU BPIP ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2025.
Langkah politik legislasi ke dalam prolegnas prioritas tahun 2025 tersebut, selaras dengan asumsi seorang cendikiawan Amerika Serikat, John Gardner yang mengingatkan bahwa “Tidak ada bangsa yang dapat mencapai kebesaran jika bangsa itu tidak percaya kepada sesuatu, dan jika sesuatu yang dipercayainya itu tidak memiliki dimensidimensi moral guna menopang peradaban besar.”(*)
* Penulis adalah Guru Besar Ilmu Hukum UIN Palangka Raya/Calon Pengajar Diklat PIP Kualifikasi Utama (Maheswara)