Senin, November 25, 2024
24.6 C
Palangkaraya

Ratusan Wanita di Kota Cantik Jadi Janda

PALANGKA RAYA-Pandemi Covid-19 yang terjadi selama lebih satu tahun ini memang banyak berdampak pada masysarakat, terutama perekonomian. Namun, dampak dari perekonomian ini pun berakibat pada retaknya hubungan rumah tangga dan sebagian orang memilih untuk mengakihirinya. Akibatnya banyak wanita berstatsu janda dan pria berstatus duda.

Kepala Humas Pengadilan Agama (PA) Palangka Raya Zuraidah Hatimah mengatakan, meski pada dasarnya jumlah pengajuan permohonan perceraian di PA Palangka Raya tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, dalam artian sebelum pandemi Covid-19. Namun, dari segi alasan dan usia perkawinan, selama pandemi ini sedikit berbeda.

“Dulu sebelum pandemi alasan perceraian lebih banyak didominasi karena permasalahan yang dipicu dari media sosial (medsos), namun beberapa waktu terakhir ini lebih banyak karena alasan perekonomian,” katanya saat diwawancarai di PA Palangka Raya, belum lama ini.

Diungkapkannya, pada kondisi pandemi Covid-19 ini banyak masyarakat terdampak perekonomiannya dan sebagian orang tidak bisa menahan hal-hal yang dipicu dari kurangnya perekonomian sehingga tidak bisa menahan kesabrannya. Hal ini ia ketahui berdasarkan kasus-kasus yang ia tangani selama ini.

“Memang masalah setiap pasangan yang mengajukan perceraian itu masing-masing, namun itu ditangani oleh masing-masing hakim, tetapi kasus yang saya tangani itu memang lebih kepada alasan perekonomian karena pandemi ini,” ungkapnya kepada Kalteng Pos.

Memang, permasalahan rumah tangga itu tidak melulu diselesaikan di PA, mereka yang datang apabila memang permasalahan itu sudah cukup besar. Namun, pihaknya terlebih dahulu melakukan mediasi dan tidak semua pasangan yang mengajukan perceraian berakhir dengan berpisah.

Baca Juga :  Catat! Calon Anggota DPD Wajib Memenuhi Syarat Dukungan

“Ada beberapa kasus yang saya tangani itu baru saja menikah sudah mengajukan perceraian, ada sebagian kasus yang mengatakan bahwa permasalahan di rumah tangganya terjadi karena suami tidak berkerja,” tegasnya.

Bahkan, ada beberapa kasus yang terjadi yakni pasangan yang baru menikah di kondisi pandemi Covid-19 ini dan sudah mengajukan perceraian. Jika dihitung dari lamanya pandemi Covid-19, tentu usia pernikahan itu masih sangat muda sekali.

“Kalau masalah usia pernikahan dan usia seseorang yang mengajukan perceraian di PA bervarasi, namun beberapa waktu terakhir ini lebih banyak yang mengajukan pernikahan adalah pasangan muda yang usia pernikahannya pun juga masih muda, mulai dari usian 20 hingga 30 tahun,” ucap Zuraidah.

Ditambahkannya, kasus perceraian yang terjadi lebih banyak gugat cerai dalam hal ini istri yang mengajukan permohonan perceraian daripada cerai talak yang diajukan suami. “Dari Tahun 2019, 2020 hingga saat ini masih didominiasi istri yang menggugat suami,” pungkasnya. (lihat tabel).

Hal yang sama juga disampaikan Humas Pengadilan Negeri (PN) Palangka  Raya, Heru Setiyadi. Kasus perceraian yang terjadi di PN didominasi faktor ekonomi. Bahkan sampai di Agustus 2021 ini diketahui tercatat 105 kasus perceraian yang masuk.

Baca Juga :  Vaksinasi Percepat Pemulihan Ekonomi

“Dari jumlah tersebut, sekitar 60 -70 persen di perkara disebabkan faktor ekonomi,” ujar Heru Setiyadi, belum lama ini.

Dikatakan Heru, jumlah perkara perceraian yang masuk tersebut lebih tinggi jumlahnya dibandingkan priode yang sama di tahun 2020 yang hanya mencapai 72 perkara. Meskipun alas an permohonan cerai dalam setiap perkara beragam namun kecenderungan akibat masalah kesulitan  ekonomi menjadi faktor yang sering kali menjadi alas an dan menimbulkan percekcokan di dalam rumah tangga. Terlebih lagi di saat masa pendemi Covid-19 yang terjadi sekarang ini.

“Mungkin karena pengaruh pendemi sekarang ini, jadi orang banyak yang dirumahkan atau tidak ada pekerjaan yang kemudian menyebabkan mereka sering cekcok setiap hari seperti itu,” ungkapnya.

Dikatakannya, selain alasan ekonomi, penyebab perceraian yang juga sering ditangani majelis hakim di PN Palangka Raya adalah adanya  kehadiran orang ketiga di dalam rumah tangga, pertengkaran terus menerus karena tidak ada kecocokan lagi, serta faktor lain yang berasal dari dalam keluarga pasangan suami istri.

Dia juga mengungkapkan, perempuan atau istri merupakan pihak yang paling banyak mengajukan gugatan perceraian di PN Palangka Raya. Untuk PN sendiri khusus kasus perceraian yang diajukan oleh masyarakat yang  beragama non muslim.

“Kalau untuk masyarakat beragama islam, kasus perceraian ditangani Pengadilan Agama,” katanya.(abw/sja/uni)

PALANGKA RAYA-Pandemi Covid-19 yang terjadi selama lebih satu tahun ini memang banyak berdampak pada masysarakat, terutama perekonomian. Namun, dampak dari perekonomian ini pun berakibat pada retaknya hubungan rumah tangga dan sebagian orang memilih untuk mengakihirinya. Akibatnya banyak wanita berstatsu janda dan pria berstatus duda.

Kepala Humas Pengadilan Agama (PA) Palangka Raya Zuraidah Hatimah mengatakan, meski pada dasarnya jumlah pengajuan permohonan perceraian di PA Palangka Raya tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, dalam artian sebelum pandemi Covid-19. Namun, dari segi alasan dan usia perkawinan, selama pandemi ini sedikit berbeda.

“Dulu sebelum pandemi alasan perceraian lebih banyak didominasi karena permasalahan yang dipicu dari media sosial (medsos), namun beberapa waktu terakhir ini lebih banyak karena alasan perekonomian,” katanya saat diwawancarai di PA Palangka Raya, belum lama ini.

Diungkapkannya, pada kondisi pandemi Covid-19 ini banyak masyarakat terdampak perekonomiannya dan sebagian orang tidak bisa menahan hal-hal yang dipicu dari kurangnya perekonomian sehingga tidak bisa menahan kesabrannya. Hal ini ia ketahui berdasarkan kasus-kasus yang ia tangani selama ini.

“Memang masalah setiap pasangan yang mengajukan perceraian itu masing-masing, namun itu ditangani oleh masing-masing hakim, tetapi kasus yang saya tangani itu memang lebih kepada alasan perekonomian karena pandemi ini,” ungkapnya kepada Kalteng Pos.

Memang, permasalahan rumah tangga itu tidak melulu diselesaikan di PA, mereka yang datang apabila memang permasalahan itu sudah cukup besar. Namun, pihaknya terlebih dahulu melakukan mediasi dan tidak semua pasangan yang mengajukan perceraian berakhir dengan berpisah.

Baca Juga :  Catat! Calon Anggota DPD Wajib Memenuhi Syarat Dukungan

“Ada beberapa kasus yang saya tangani itu baru saja menikah sudah mengajukan perceraian, ada sebagian kasus yang mengatakan bahwa permasalahan di rumah tangganya terjadi karena suami tidak berkerja,” tegasnya.

Bahkan, ada beberapa kasus yang terjadi yakni pasangan yang baru menikah di kondisi pandemi Covid-19 ini dan sudah mengajukan perceraian. Jika dihitung dari lamanya pandemi Covid-19, tentu usia pernikahan itu masih sangat muda sekali.

“Kalau masalah usia pernikahan dan usia seseorang yang mengajukan perceraian di PA bervarasi, namun beberapa waktu terakhir ini lebih banyak yang mengajukan pernikahan adalah pasangan muda yang usia pernikahannya pun juga masih muda, mulai dari usian 20 hingga 30 tahun,” ucap Zuraidah.

Ditambahkannya, kasus perceraian yang terjadi lebih banyak gugat cerai dalam hal ini istri yang mengajukan permohonan perceraian daripada cerai talak yang diajukan suami. “Dari Tahun 2019, 2020 hingga saat ini masih didominiasi istri yang menggugat suami,” pungkasnya. (lihat tabel).

Hal yang sama juga disampaikan Humas Pengadilan Negeri (PN) Palangka  Raya, Heru Setiyadi. Kasus perceraian yang terjadi di PN didominasi faktor ekonomi. Bahkan sampai di Agustus 2021 ini diketahui tercatat 105 kasus perceraian yang masuk.

Baca Juga :  Vaksinasi Percepat Pemulihan Ekonomi

“Dari jumlah tersebut, sekitar 60 -70 persen di perkara disebabkan faktor ekonomi,” ujar Heru Setiyadi, belum lama ini.

Dikatakan Heru, jumlah perkara perceraian yang masuk tersebut lebih tinggi jumlahnya dibandingkan priode yang sama di tahun 2020 yang hanya mencapai 72 perkara. Meskipun alas an permohonan cerai dalam setiap perkara beragam namun kecenderungan akibat masalah kesulitan  ekonomi menjadi faktor yang sering kali menjadi alas an dan menimbulkan percekcokan di dalam rumah tangga. Terlebih lagi di saat masa pendemi Covid-19 yang terjadi sekarang ini.

“Mungkin karena pengaruh pendemi sekarang ini, jadi orang banyak yang dirumahkan atau tidak ada pekerjaan yang kemudian menyebabkan mereka sering cekcok setiap hari seperti itu,” ungkapnya.

Dikatakannya, selain alasan ekonomi, penyebab perceraian yang juga sering ditangani majelis hakim di PN Palangka Raya adalah adanya  kehadiran orang ketiga di dalam rumah tangga, pertengkaran terus menerus karena tidak ada kecocokan lagi, serta faktor lain yang berasal dari dalam keluarga pasangan suami istri.

Dia juga mengungkapkan, perempuan atau istri merupakan pihak yang paling banyak mengajukan gugatan perceraian di PN Palangka Raya. Untuk PN sendiri khusus kasus perceraian yang diajukan oleh masyarakat yang  beragama non muslim.

“Kalau untuk masyarakat beragama islam, kasus perceraian ditangani Pengadilan Agama,” katanya.(abw/sja/uni)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/