Sabtu, November 23, 2024
24.3 C
Palangkaraya

BDR melalui TV Digital

Oleh: Yogyantoro

*) Penulis adalah Pendidik dan Peserta Bimtek Instruktur Pembelajaran Sastra Berbasis Literasi Digital Tingkat Nasional 2020

        “Maaf, Pak. Sinyal di tempat kami lemot.” Sebuah balasan pesan WhatsApp saya terima dari murid saya di malam hari. Padahal saya mengirimkan pesan kemarin malam. Permasalahan yang banyak dikeluhkan peserta didik, orang tua atau wali murid maupun guru selama masa Belajar dari Rumah (BDR) khususnya di daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal) adalah hambatan untuk internet cepat.  Kita semakin tidak bisa lepas dari handphone baik itu untuk belajar online peserta didik atau belanja online masyarakat umum yang semakin lama semakin tinggi kebutuhannya akan gawai tersebut.

            Sebetulnya, di era digital saat ini masyarakat membutuhkan frekuensi untuk mengunggah atau mengunduh konten-konten digital dari laptop atau handphone. Pengguna internet yang semakin banyak dan terlalu banyak akan mengakibatkan defisit broadband yang dibutuhkan masyarakat dan akhirnya koneksi internet menjadi lambat. Internet lambat dapat disebabkan oleh ketiadaan frekuensi yang saat ini banyak dipakai oleh penyiaran TV analog. Oleh karena itu, perlu adanya digitalisasi televisi. Media digital seperti TV digital dapat berperan di masa depan sebagai media transformasi pendidikan dalam upaya mencerdaskan anak bangsa. Berdasarkan survei Kemendikbudristek (2020), cara-cara peserta didik sekolah dasar (SD) BDR adalah 85,90 persen mengerjakan soal-soal dari guru, 62,70 persen belajar dari TV, 53,40 persen belajar dari buku teks pelajaran, 36,60 persen belajar interaktif bersama guru, 33,90 persen belajar dari sumber belajar digital, 20,30 persen membuat proyek sederhana, 18,20 persen belajar dari aplikasi sumber belajar daring dan 12, 40 persen belajar dari buku non-teks pelajaran.

            Jika membaca dari hasil survei di atas persentase belajar dari TV terbilang tinggi yaitu sebanyak 62,70 persen. TV masih menjadi andalan sumber informasi dan hiburan dengan angka penetrasi yang tinggi pada masyarakat. TV masih populer di kalangan masyarakat Indonesia dan belum tergantikan oleh bentuk media lain. Hal ini diperkuat oleh riset Nielsen pada kuartal kedua tahun 2019 yang menyatakan TV memiliki tingkat penetrasi pada masyarakat mencapai 94 persen dibandingkan media lainnya. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi memang telah menyediakan materi belajar untuk pendidikan anak usia dini (PAUD) dan SD melalui TV Edukasi, kanal YouTube Rumah Belajar dan kanal YouTube TV Edukasi. Peserta didik banyak yang telah memanfaatkan program BDR melalui medium yang tersedia. Namun, validasi hasil evaluasi menunjukkan adanya perubahan pola perilaku peserta didik di masa pandemi Covid-19 terkait media belajar yang diminati. Sebelumnya banyak peserta didik belajar dengan menyaksikan tayangan TV, akhir-akhir ini mereka cenderung beralih ke platform digital atau media sosial. Hal ini dikarenakan mayoritas peserta didik belum dapat menyaksikan siaran TV dengan kualitas baik, gambar yang jernih dan bersih yang dilengkapai dengan fitur-fitur interaktif terutama peserta didik yang berasal dari pelosok nusantara.

Baca Juga :  Perencanaan yang Presisi

            Maka sudah saatnya masyarakat harus siap menyongsong dengan suka cita migrasi dari TV analog ke TV digital atau yang lebih dikenal dengan Analog Switch Off (ASO). TV digital memiliki kelebihan yaitu resolusi tinggi, gambar lebih bersih karena menggunakan sistem kompresi dan modulasi sinyal digital serta dilengkapi berbagai aplikasi interaktif. Selain itu, tersedia fitur Electronic Program Guide (EPG) atau layanan video on-demand untuk membantu memilih, mengontrol dan menyeleksi tayangan edukatif yang sesuai untuk peserta didik dan dapat ditonton anggota keluarga. Perkembangan transformasi media digital ini dapat menjadi media pula dalam transformasi pendidikan yang memanfaatkan TV digital sebagai media pembelajaran khususnya di masa pandemi Covid-19. TV dapat menjadi sumber informasi dan sumber belajar audio visual yang murah bahkan gratis karena free to air (FTA). Selama masa pandemi Covid-19 terjadi kenaikan jumlah penonton TV sekitar 15 persen. Apni Jaya Putra, anggota Pokja Komunikasi Publik Gugus Tugas Migrasi TV Digital mengatakan setidaknya ada 87 juta anak Indonesia yang menonton TV dengan durasi menonton TV masyarakat Indonesia antara 5 jam hingga 18 jam sehari.

Baca Juga :  Ironi Dunia Pendidikan Indonesia

            Kehadiran TV digital sebagai peralihan TV analog dengan program siaran yang sarat muatan edukatif dapat menjadi media belajar selama BDR dan menjadi tempat persemaian berbagai potensi, bakat, inovasi dan kreasi peserta didik yang terus dapat berkarya di tengah corona. Tahap pertama peralihan TV analog ke TV digital dimulai pada tanggal 17 Agustus 2021 di beberapa wilayah layanan kabupaten atau kota di Indonesia dan paling lambat tanggal 2 November 2022 siaran TV analog akan diberhentikan secara nasional. TV digital akan memberi masyarakat pilihan siaran yang lebih banyak dan beragam dengan pemerataan jangkauan siaran TV yang dapat ditangkap seluruh elemen masyarakat meskipun berada di pelosok daerah sekalipun. Daerah 3T akan mendapatkan prioritas pembangunan Base Transceiver Station (BTS) baru.

            Sebagaimana 90 persen negara dunia yang telah beralih ke TV digital, Indonesia perlu menyambut gembira migrasi TV analog ke TV digital dengan program siaran yang lebih bermutu, mencerdaskan, bermuatan nilai-nilai luhur dan jati diri bangsa yang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran BDR yang baik pula bagi peserta didik kita. Tujuh puluh enam tahun Indonesia merdeka, 60 tahun televisi analog mengudara di Indonesia, ASO yang menawarkan diversifikasi program tayangan sepatutnya menggerakkan masyarakat merubah tangkapan sinyal antena di rumah dari siaran analog ke digital atau dengan menambah piranti tambahan yaitu Set Top Box (STB). Pemerintah mengagendakan akan memberikan bantuan gratis 6,5 hingga 7 juta STB bagi keluarga miskin.

Penyiaran yang lebih demokratis, internet cepat karena aman dari defisit broadband dan banyak potensi dapat dikonversi menjadi income generating dalam konten dan media pembelajaran akan membawa dampak positif dalam model BDR melalui TV digital. Peserta didik akan dapat banyak belajar tentang keberagaman konten, kebinekaan global, dan kearifan lokal karena produksi konten-konten lokal akan lebih masif.  (*)

Oleh: Yogyantoro

*) Penulis adalah Pendidik dan Peserta Bimtek Instruktur Pembelajaran Sastra Berbasis Literasi Digital Tingkat Nasional 2020

        “Maaf, Pak. Sinyal di tempat kami lemot.” Sebuah balasan pesan WhatsApp saya terima dari murid saya di malam hari. Padahal saya mengirimkan pesan kemarin malam. Permasalahan yang banyak dikeluhkan peserta didik, orang tua atau wali murid maupun guru selama masa Belajar dari Rumah (BDR) khususnya di daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal) adalah hambatan untuk internet cepat.  Kita semakin tidak bisa lepas dari handphone baik itu untuk belajar online peserta didik atau belanja online masyarakat umum yang semakin lama semakin tinggi kebutuhannya akan gawai tersebut.

            Sebetulnya, di era digital saat ini masyarakat membutuhkan frekuensi untuk mengunggah atau mengunduh konten-konten digital dari laptop atau handphone. Pengguna internet yang semakin banyak dan terlalu banyak akan mengakibatkan defisit broadband yang dibutuhkan masyarakat dan akhirnya koneksi internet menjadi lambat. Internet lambat dapat disebabkan oleh ketiadaan frekuensi yang saat ini banyak dipakai oleh penyiaran TV analog. Oleh karena itu, perlu adanya digitalisasi televisi. Media digital seperti TV digital dapat berperan di masa depan sebagai media transformasi pendidikan dalam upaya mencerdaskan anak bangsa. Berdasarkan survei Kemendikbudristek (2020), cara-cara peserta didik sekolah dasar (SD) BDR adalah 85,90 persen mengerjakan soal-soal dari guru, 62,70 persen belajar dari TV, 53,40 persen belajar dari buku teks pelajaran, 36,60 persen belajar interaktif bersama guru, 33,90 persen belajar dari sumber belajar digital, 20,30 persen membuat proyek sederhana, 18,20 persen belajar dari aplikasi sumber belajar daring dan 12, 40 persen belajar dari buku non-teks pelajaran.

            Jika membaca dari hasil survei di atas persentase belajar dari TV terbilang tinggi yaitu sebanyak 62,70 persen. TV masih menjadi andalan sumber informasi dan hiburan dengan angka penetrasi yang tinggi pada masyarakat. TV masih populer di kalangan masyarakat Indonesia dan belum tergantikan oleh bentuk media lain. Hal ini diperkuat oleh riset Nielsen pada kuartal kedua tahun 2019 yang menyatakan TV memiliki tingkat penetrasi pada masyarakat mencapai 94 persen dibandingkan media lainnya. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi memang telah menyediakan materi belajar untuk pendidikan anak usia dini (PAUD) dan SD melalui TV Edukasi, kanal YouTube Rumah Belajar dan kanal YouTube TV Edukasi. Peserta didik banyak yang telah memanfaatkan program BDR melalui medium yang tersedia. Namun, validasi hasil evaluasi menunjukkan adanya perubahan pola perilaku peserta didik di masa pandemi Covid-19 terkait media belajar yang diminati. Sebelumnya banyak peserta didik belajar dengan menyaksikan tayangan TV, akhir-akhir ini mereka cenderung beralih ke platform digital atau media sosial. Hal ini dikarenakan mayoritas peserta didik belum dapat menyaksikan siaran TV dengan kualitas baik, gambar yang jernih dan bersih yang dilengkapai dengan fitur-fitur interaktif terutama peserta didik yang berasal dari pelosok nusantara.

Baca Juga :  Perencanaan yang Presisi

            Maka sudah saatnya masyarakat harus siap menyongsong dengan suka cita migrasi dari TV analog ke TV digital atau yang lebih dikenal dengan Analog Switch Off (ASO). TV digital memiliki kelebihan yaitu resolusi tinggi, gambar lebih bersih karena menggunakan sistem kompresi dan modulasi sinyal digital serta dilengkapi berbagai aplikasi interaktif. Selain itu, tersedia fitur Electronic Program Guide (EPG) atau layanan video on-demand untuk membantu memilih, mengontrol dan menyeleksi tayangan edukatif yang sesuai untuk peserta didik dan dapat ditonton anggota keluarga. Perkembangan transformasi media digital ini dapat menjadi media pula dalam transformasi pendidikan yang memanfaatkan TV digital sebagai media pembelajaran khususnya di masa pandemi Covid-19. TV dapat menjadi sumber informasi dan sumber belajar audio visual yang murah bahkan gratis karena free to air (FTA). Selama masa pandemi Covid-19 terjadi kenaikan jumlah penonton TV sekitar 15 persen. Apni Jaya Putra, anggota Pokja Komunikasi Publik Gugus Tugas Migrasi TV Digital mengatakan setidaknya ada 87 juta anak Indonesia yang menonton TV dengan durasi menonton TV masyarakat Indonesia antara 5 jam hingga 18 jam sehari.

Baca Juga :  Ironi Dunia Pendidikan Indonesia

            Kehadiran TV digital sebagai peralihan TV analog dengan program siaran yang sarat muatan edukatif dapat menjadi media belajar selama BDR dan menjadi tempat persemaian berbagai potensi, bakat, inovasi dan kreasi peserta didik yang terus dapat berkarya di tengah corona. Tahap pertama peralihan TV analog ke TV digital dimulai pada tanggal 17 Agustus 2021 di beberapa wilayah layanan kabupaten atau kota di Indonesia dan paling lambat tanggal 2 November 2022 siaran TV analog akan diberhentikan secara nasional. TV digital akan memberi masyarakat pilihan siaran yang lebih banyak dan beragam dengan pemerataan jangkauan siaran TV yang dapat ditangkap seluruh elemen masyarakat meskipun berada di pelosok daerah sekalipun. Daerah 3T akan mendapatkan prioritas pembangunan Base Transceiver Station (BTS) baru.

            Sebagaimana 90 persen negara dunia yang telah beralih ke TV digital, Indonesia perlu menyambut gembira migrasi TV analog ke TV digital dengan program siaran yang lebih bermutu, mencerdaskan, bermuatan nilai-nilai luhur dan jati diri bangsa yang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran BDR yang baik pula bagi peserta didik kita. Tujuh puluh enam tahun Indonesia merdeka, 60 tahun televisi analog mengudara di Indonesia, ASO yang menawarkan diversifikasi program tayangan sepatutnya menggerakkan masyarakat merubah tangkapan sinyal antena di rumah dari siaran analog ke digital atau dengan menambah piranti tambahan yaitu Set Top Box (STB). Pemerintah mengagendakan akan memberikan bantuan gratis 6,5 hingga 7 juta STB bagi keluarga miskin.

Penyiaran yang lebih demokratis, internet cepat karena aman dari defisit broadband dan banyak potensi dapat dikonversi menjadi income generating dalam konten dan media pembelajaran akan membawa dampak positif dalam model BDR melalui TV digital. Peserta didik akan dapat banyak belajar tentang keberagaman konten, kebinekaan global, dan kearifan lokal karena produksi konten-konten lokal akan lebih masif.  (*)

Artikel Terkait

Bukan Bakso Mas Bejo

Adab Anak Punk

Kota Cantik Tak Baik-Baik Saja

Parade Umbar Janji

Terpopuler

Artikel Terbaru

/