Sabtu, November 23, 2024
24.3 C
Palangkaraya

Petani Keluhkan Pupuk Subsidi Mahal

PALANGKA RAYA-Petani di kawasan food estate Desa Belanti Siam, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis) sedang tidak baik-baik kondisinya. Garda terdepan dalam menyediakan pangan ini butuh perhatian dari pemerintah. Itu menyusul mahalnya harga pupuk subsidi di toko pengecer. Harga yang dijual ke petani tidak sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan pemerintah.

Tidak hanya soal HET yang dikeluhkan petani, tapi juga distribusi pupuk bersubsidi jenis Urea dan UPK Phonska yang terlambat. Hal ini membuat petani mendesak pemerintah pusat hingga daerah segera turun tangan mengatasi keluhan mereka. Pasalnya, jika tidak segera diatasi, dikhawatirkan meengaruhi hasil tanam petani tahun ini.

Mengenai mahalnya harga pupuk bersubsidi ini dibenarkan oleh Mulyono selaku ketua Kelompok Tani (Poktan) Margomulyo, Desa Belanti Siam. Ia mengatakan, harga pupuk bersubsidi terutama jenis pupuk Urea dan NPK Phonska sudah naik sekitar Rp10 ribu sampai Rp20 ribu per sak 50 kg.

“Harga eceran tertinggi untuk pupuk Urea tercatat Rp112.500, tapi sekarang dijual ke petani Rp125.000 dan NPK Phonska  harga HET-nya Rp115.000, tapi dijual di sini Rp135 ribu per sak 50 kg,” kata Mulyono yang mengaku kenaikan ini sudah terjadi sekitar sebulan terakhir.

Baca Juga :  Bangkitkan Kesadaran Generasi Muda Menjaga Kelestarian Primata

Mulyono juga mengatakan bahwa sampai saat ini tidak ada keterangan kepada para petani maupun ketua poktan di desa tersebut mengenai alasan kenaikan harga pupuk bersubsidi tersebut. Mulyono sendiri mengaku tidak mengetahui  persis penyebab pemilik toko menaikkan harga jual pupuk Urea dan NPK bersubsidi tersebut.

“Saya hanya menduga mungkin karena ketidaktahuan pedagang kalau yang dijual ini pupuk bersubsidi,” ujar pria yang mengaku menjadi petani di Desa Belanti Siam sejak 1982, sembari meminta dinas terkait untuk mengecek langsung ke lapangan.

Ditambahkannya pula bahwa tidak semua petani bisa membeli pupuk ini, karena hanya petani yang memegang identitas Kartu Tani yang bisa membeli pupuk bersubsidi. Keterangan Mulyono ini dibenarkan rekannya sesama  ketua poktan di desa itu bernama Pujiaman. Menurut Ketua Poktan Sido Mekar ini, selain harga pupuk yang dinilai mahal, pupuk yang dijual pemilik toko juga sering terlambat didatangkan.

Baca Juga :  Nilai Ambang Batas Tes CPNS Belum Ditentukan

“Pupuk ini datang sih datang, tapi sering terlambat, tidak tepat waktu saat petani memerlukan pupuk untuk pemupukan,” terang Pujiaman yang mengaku tidak mengetahui persis penyebab keterlambatan datangnya pupuk bersubsidi.

Pujiaman menyebut keterlambatan pupuk ini bisa berakibat turunnya produksi padi yang ditanam para petani. Karena pada awal penanaman padi, peran pupuk sangatlah penting, agar tanaman padi bisa tumbuh dengan subur dan menghasilkan padi yang baik.

“Kalau padi terlambat dikasih pupuk, jadi kurang bagus, tanaman memang bisa hijau, tapi anakan tanaman padi  yang tumbuh sedikit,” ujar pria kelahiran Desa Belanti Siam ini.

Dikatakannya bahwa proses penumpukan padi semestinya sudah harus dilakukan sejak padi berumur tujuh hari atau saat dipindahkan ke sawah. “Bahkan seharusnya sebelum tujuh hari padi sudah harus dipupuk,” terang Pujiaman.

Dia mengatakan, selama ini jika terjadi keterlambatan kedatangan pupuk bersubsidi, para petani Poktan Sido Mekar mengandalkan pupuk organik untuk pemupukan.

“Namun hasil tanaman tidak semaksimal dibandingkan pupuk yang biasa dipakai,” ujarnya.

PALANGKA RAYA-Petani di kawasan food estate Desa Belanti Siam, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis) sedang tidak baik-baik kondisinya. Garda terdepan dalam menyediakan pangan ini butuh perhatian dari pemerintah. Itu menyusul mahalnya harga pupuk subsidi di toko pengecer. Harga yang dijual ke petani tidak sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan pemerintah.

Tidak hanya soal HET yang dikeluhkan petani, tapi juga distribusi pupuk bersubsidi jenis Urea dan UPK Phonska yang terlambat. Hal ini membuat petani mendesak pemerintah pusat hingga daerah segera turun tangan mengatasi keluhan mereka. Pasalnya, jika tidak segera diatasi, dikhawatirkan meengaruhi hasil tanam petani tahun ini.

Mengenai mahalnya harga pupuk bersubsidi ini dibenarkan oleh Mulyono selaku ketua Kelompok Tani (Poktan) Margomulyo, Desa Belanti Siam. Ia mengatakan, harga pupuk bersubsidi terutama jenis pupuk Urea dan NPK Phonska sudah naik sekitar Rp10 ribu sampai Rp20 ribu per sak 50 kg.

“Harga eceran tertinggi untuk pupuk Urea tercatat Rp112.500, tapi sekarang dijual ke petani Rp125.000 dan NPK Phonska  harga HET-nya Rp115.000, tapi dijual di sini Rp135 ribu per sak 50 kg,” kata Mulyono yang mengaku kenaikan ini sudah terjadi sekitar sebulan terakhir.

Baca Juga :  Bangkitkan Kesadaran Generasi Muda Menjaga Kelestarian Primata

Mulyono juga mengatakan bahwa sampai saat ini tidak ada keterangan kepada para petani maupun ketua poktan di desa tersebut mengenai alasan kenaikan harga pupuk bersubsidi tersebut. Mulyono sendiri mengaku tidak mengetahui  persis penyebab pemilik toko menaikkan harga jual pupuk Urea dan NPK bersubsidi tersebut.

“Saya hanya menduga mungkin karena ketidaktahuan pedagang kalau yang dijual ini pupuk bersubsidi,” ujar pria yang mengaku menjadi petani di Desa Belanti Siam sejak 1982, sembari meminta dinas terkait untuk mengecek langsung ke lapangan.

Ditambahkannya pula bahwa tidak semua petani bisa membeli pupuk ini, karena hanya petani yang memegang identitas Kartu Tani yang bisa membeli pupuk bersubsidi. Keterangan Mulyono ini dibenarkan rekannya sesama  ketua poktan di desa itu bernama Pujiaman. Menurut Ketua Poktan Sido Mekar ini, selain harga pupuk yang dinilai mahal, pupuk yang dijual pemilik toko juga sering terlambat didatangkan.

Baca Juga :  Nilai Ambang Batas Tes CPNS Belum Ditentukan

“Pupuk ini datang sih datang, tapi sering terlambat, tidak tepat waktu saat petani memerlukan pupuk untuk pemupukan,” terang Pujiaman yang mengaku tidak mengetahui persis penyebab keterlambatan datangnya pupuk bersubsidi.

Pujiaman menyebut keterlambatan pupuk ini bisa berakibat turunnya produksi padi yang ditanam para petani. Karena pada awal penanaman padi, peran pupuk sangatlah penting, agar tanaman padi bisa tumbuh dengan subur dan menghasilkan padi yang baik.

“Kalau padi terlambat dikasih pupuk, jadi kurang bagus, tanaman memang bisa hijau, tapi anakan tanaman padi  yang tumbuh sedikit,” ujar pria kelahiran Desa Belanti Siam ini.

Dikatakannya bahwa proses penumpukan padi semestinya sudah harus dilakukan sejak padi berumur tujuh hari atau saat dipindahkan ke sawah. “Bahkan seharusnya sebelum tujuh hari padi sudah harus dipupuk,” terang Pujiaman.

Dia mengatakan, selama ini jika terjadi keterlambatan kedatangan pupuk bersubsidi, para petani Poktan Sido Mekar mengandalkan pupuk organik untuk pemupukan.

“Namun hasil tanaman tidak semaksimal dibandingkan pupuk yang biasa dipakai,” ujarnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/