Hatinya teriris ketika di tempat tugas melihat banyak anak yang tak bisamelanjutkan sekolah. Parahnya, mereka justru terjerumus kenakalan remaja. Melihat itu, Bripka Rio tergugah untuk membantu mereka menjadi generasi muda yang berguna.
AGUS PRAMONO, Puruk Cahu
‘SAYA tidak ingin bibit-bibit muda itu menjadi sampah masyarakat. Saya ingin mereka jadi orang berguna dan bisa membangun desanya kelak,” kata Bripka Rio mengawali perbincangan. Pemilik nama lengkap Bripka Rio Desenatalianto Makota itu sudah membantu 50 anak yang putus sekolah menatap masa depan yang cerah. Kebanyakan anak didiknya itu berasal dari keluarga kurang mampu. Didapati dari desa-desa sekitar. Mereka yang kebanyakan menyelesaikan sekolah sampai jenjang sekolah dasar itu, kemudian dibina di Yayasan Pelangi Kasih Khatulistiwa.
Yayasan yang ia dirikan pada 2017 lalu. Sebelum menampung anak-anak putus sekolah, bersama temannya, Pdt Aprianus, yayasan itu bergerak membantu orang dengan gangguan jiwa untuk mendapatkan perawatan yang layak.Bripka Rio saat ini menjabat sebagai Kapospol Bantian, Polsek Permata Intan, Polres Murung Raya (Mura). Merangkap bertugas menjadi bhabinkamtibmas di Desa Tumbang Bantian, Desa Batu Mirau, dan Desa Tambelum. Sebelumnya, suami dari Aty Andriani Pangalisani itu berdinas selama 16 tahun di Polsek Tanah Siang.Sebagai anggota Polri yang lama bertugas di daerah pelosok, menuntutnya harus berpikir kreatif dan inovatif. Terlebih menjadi seorang bhabinkamtibmas, yang diwajibkan dekat dan memberikan rasa aman bagi masyarakat. Selain memiliki tugas pokok sebagai anggota Polri, bapak dua anak kelahiran Palangka Raya tahun 1983 ini juga sebagai hamba Tuhan atau pendeta.
Menjabat sebagai Tim Pengembalaan di Gereja JKI Sungai Yordan Puruk Cahu dan memberi pelayanan di desa-desa. “Saat itu saya melihat sendiri banyak anak perempuan menikah dini, dan laki-laki tiap hari mabuk-mabukan. Dalam hati saya saya berkata; ini tak bisa dibiarkan, karena berpotensi memunculkan kriminalitas,” katanya kepada Kalteng Pos melalui sambungan telepon, beberapa hari lalu.Lalu, satu demi satu anak-anak di desa itu dibawanya ke ibu kota kabupaten setelah mendapat persetujuan dari orang tua masing-masing. Tak ada beban biaya yang harus ditanggung mereka.
Anak-anak itu lalu dikenalkan lagi dengan bangku sekolah. Dibina dengan berbagai kegiatan yang melatih mereka agar bisa hidup mandiri. Dijejali pendidikan karakter dan pendidikan agama. “Mengingat yayasan ini adalah yayasan sosial dan saya beragama Kristen, maka anak-anak yang kami bina, semua dari agama Kristen,” ungkap pemilik gelar S-1 Sekolah Teologia Pendeta, dan S-2 Pendidikan Guru Agama Kristen ini. Dari mana sumber pembiayaan mereka? Rio menjabarkan, dari awal merintis sampai sejauh ini, ia selalu menyisihkan gaji pokoknya. Begitu juga gaji dari istrinya yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Mura.