Rasa bangga ada di benak Imam Abdullah, penemu bakat Fransiska Sandra Dewi. Sedari awal, ia meyakini mantan anak didiknya itu akan meraih prestasi gemilang. Terbukti di PON XX Papua dengan meraih medali emas cabang pencak silat.
EMANUEL LIU, Palangka Raya
SEBAGAI pelatih pencak silat di Kalteng, Imam Abdullah melihat Dewi, sapaan akrab Fransiska Sandra Dewi merupakan atlet yang berbakat. Semangatnya tinggi untuk tampil maksimal. Hal itu telah dibuktikan Dewi dengan meraih emas untuk Kalteng di ajang Pekan Olahraga Pelajar Nasional (Popnas) 2016 lalu.
“Jika atlet yang memiliki kebulatan tekad, niat, integritas, dan semangat yang tinggi, maka akan sukses. Dewi merupakan salah satu atlet yang memiliki itu, dan terbukti,” terangnya kepada Kalteng Pos, beberapa waktu lalu.
Diterangkan Imam, dalam forum resmi KONI Kalteng beberapa tahun lalu, ia sudah menyampaikan bahwa atlet binaannya ini mempunyai potensi yang bagus. Namun, kala itu kondisinya masih cedera. Mau tidak mau, membutuhkan bantuan KONI Kalteng untuk merawat. Akan tetapi, KONI Kalteng tidak bersedia. Begitu juga Dispora Kalteng. Sampai akhirnya datang tawaran dari daerah lain yang mau merawat dan membina Dewi.
“Saya selaku pelatih, kalau saya tahan, sementara dia (Dewi, red) masih kuat ingin meraih mimpinya, maka saya bersalah. Ada daerah lain yang mau mengobati, maka saya mempersilakan,” tutur pria yang biasa disapa Kakak oleh para atlet pencak silat ini.
Melihat prestasi yang diraih mantan anak didiknya di kancah PON XX Papua, sebagai seorang pelatih Imam tentu merasa sedih sekaligus bangga. Bangga, karena walaupun tidak mengantarkan Dewi sampai ke PON, tetapi mantan anak asuhnya itu telah membuktikan kemampuan.
“Yang paling penting adalah orang Kalteng bisa meraih prestasi melalui cabor pencak silat. Apalagi Dewi adalah perempuan asli Dayak. Dan untuk PON, pencak silat Kalteng belum pernah meraih medali. Kalau ajang pelajar sih sering, seperti Popnas dan lainnya,” ungkapnya.
Bahkan sebelum bertolak ke PON, Dewi sempat berkeinginan untuk pulang ke Bumi Tambun Bungai. Seperti peribahasa mengatakan hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri, masih lebih baik di negeri sendiri. Artinya, sebagus-bagusnya dan nyamanya negeri orang, lebih baik di negeri sendiri.
“Sebenarnya kalau dia tidak mendapatkan medali, maka saya menginginkan dia pulang. Namun, karena sudah sukses mendapatkan medali, maka sangat sulit untuk kembali, Palembang pun susah melepasnya,” sebut Imam.
Ia menjabarkan, untuk pembinaan olahraga di Kalteng tentu harus sesuai dengan moto Kalteng, yakni Isen Mulang. Sehingga semua olahraga bisa dan mampu. Itu sudah dibuktikan dengan prestasi yang diraih di PON, baik cabor dayung, catur, atletik, panahan, dan lainnya. Tidak terkecuali Dewi melalui cabor pencak silat, kendati membawa nama daerah lain.
Semua pihak terkait, baik pemerintah, pengurus olahraga, KONI, dan lainnya sebaiknya memiliki satu visi untuk menunjang sumber daya manusia atlet yang ada di Kalteng. Memberikan dukungan agar atlet bisa berkembang dan bersaing dengan atlet daerah lain.