JAKSA Agung RI Burhanuddin mengeluarkan dan menetapkan pedoman Nomor 18/2021. Pedoman tersebut mengatur tentang penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi, dengan pendekatan keadilan restoratif sebagai pelaksanaan asas dominus litis jaksa.
“Tujuan pedoman tersebut untuk optimalisasi penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif,” ujar Kapuspenkum Kejagung RI, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Minggu (7/11/2021).
Lebih lanjut dijelaskan, pedoman yang berlaku mulai berlaku sejak 1 November 2021 itu menegaskan pelaksanaan asas dominus litis jaksa, atau jaksa sebagai pengendali perkara. Latar belakang dikeluarkannya pedoman tersebut, lanjut Leonard, memperhatikan sistem peradilan pidana saat ini cenderung punitif.
Hal itu tercermin dari jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan yang melebihi kapasitas (overcrowding). Sebagian besar merupakan narapidana tindak pidana narkotika.
Isu overcrowding menjadi perhatian serius masyarakat dan pemerintah, sebagaimana dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 dalam rangka perbaikan sistem hukum pidana melalui pendekatan keadilan restoratif. Karena itu diperlukan kebijakan kriminal yang bersifat strategis, khususnya dalam penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika.
“Salah satunya melalui reorientasi kebijakan penegakan hukum dalam pelaksanaan UU Narkotika,” tegas Leonard.
Melalui reorientasi kebijakan penegakan hukum dimaksud, kejaksaan di bidang penuntutan mengoptimalkan lembaga rehabilitasi. Penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi merupakan mekanisme tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan keadilan restorative.
Penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dilakukan dengan mengedepankan keadilan restoratif dan kemanfaatan (doelmatigheid), serta mempertimbangkan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, asas pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium), cost and benefit analysis, dan pemulihan pelaku.
Tersangka yang disangkakan melanggar Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika yang perkaranya belum dilimpahkan ke Pengadilan, penanganan perkaranya dilakukan berdasarkan Pedoman Nomor 18 Tahun 2021.
Jaksa Agung RI berharap Pedoman Nomor 18/2021 agar dilaksanakan sebaik-baiknya dengan penuh rasa tanggung jawab, dan tidak melakukan perbuatan tercela dalam penerapannya. (hms/ala)