Jumat, September 20, 2024
36.3 C
Palangkaraya

Terdampak Banjir, Waktu Tanam di Kawasan Food Estate Mundur

PULANG PISAU-Dampak banjir yang terjadi di Kabupaten Pulang Pisau juga dirasakan petani di kawasan food estate Desa Belanti Siam, Kecamatan Pandih Batu. Genangan air di area persawahan cukup tinggi.

Akibatnya, sebagian petani belum bisa melakukan penanaman padi pada musim tanam Oktober-Maret (Okmar). Khususnya yang menggunakan sistem tabur benih langsung (tabela). “Waktu penanaman padi terpaksa diundur, karena lahan sawah terendam banjir dan belum bisa diolah menggunakan traktor,” kata Heri, salah satu petani di Belanti Siam.

Dia mengungkapkan, air yang menggenangi lahan persawahan cukup tinggi, bahkan hingga rata dengan pematang sawah. Meski demikian, ada sedikit kelegaan karena air pasang sudah mulai turun. “Kalau untuk sistem tabela, kondisi lahan tidak bisa tergenang air,” ungkapnya.

Baca Juga :  Bahas Raperda AKB

Terpisah, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pulang Pisau Slamet Untung Rianto tak menampik kondisi tersebut. “Kalau lahan tergenang banjir, waktu tanam tentu akan mundur. Namun untuk masa tanam Okmar, masih ada kesempatan. Semoga airnya cepat surut,” kata Slamet, Selasa (16/11).

Slamet belum bisa memastikan mundurnya waktu tanam akan berdampak pada produksi padi masa tanam Okmar. “Ini masih berjalan, kami belum bisa memastikan hal itu,” ucapnya.

Slamet menegaskan, salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi persoalan tersebut adalah normalisasi saluran primer dan skunder. “Kami sudah berkoordinasi dengan kementerian terkait. Yang jelas pemerintah daerah tidak berpangku tangan terhadap kondisi ini,” ujar Slamet.

Baca Juga :  Gubernur Tegaskan Surat Edaran tentang Orang Masuk Kalteng Masih Berlaku

Menurut dia, normalisasi saluran skunder dan primer merupakan langkah paling efektif. “Kalau sudah normalisasi, air bisa turun. Contohnya di Desa Kantan Muara. Setelah dilakukan normalisasi, saluran primer dan skunder lebih baik. Kalau menyedot air dari lahan sawah tidaklah mungkin, karena mau dibuang ke mana airnya,” beber dia.

Slamet juga mengaku, pihaknya juga akan berupaya semaksimal mungkin untuk pengolahan lahan secara ekstensifikasi. “Untuk saprodi seperti pupuk dan kapur, kami minta harus siap pada masa tanam Okmar ini, sehingga saat kapur dan pupuk itu diperlukan, sudah tersedia,” tandasnya. (art/ce/ala)

PULANG PISAU-Dampak banjir yang terjadi di Kabupaten Pulang Pisau juga dirasakan petani di kawasan food estate Desa Belanti Siam, Kecamatan Pandih Batu. Genangan air di area persawahan cukup tinggi.

Akibatnya, sebagian petani belum bisa melakukan penanaman padi pada musim tanam Oktober-Maret (Okmar). Khususnya yang menggunakan sistem tabur benih langsung (tabela). “Waktu penanaman padi terpaksa diundur, karena lahan sawah terendam banjir dan belum bisa diolah menggunakan traktor,” kata Heri, salah satu petani di Belanti Siam.

Dia mengungkapkan, air yang menggenangi lahan persawahan cukup tinggi, bahkan hingga rata dengan pematang sawah. Meski demikian, ada sedikit kelegaan karena air pasang sudah mulai turun. “Kalau untuk sistem tabela, kondisi lahan tidak bisa tergenang air,” ungkapnya.

Baca Juga :  Bahas Raperda AKB

Terpisah, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pulang Pisau Slamet Untung Rianto tak menampik kondisi tersebut. “Kalau lahan tergenang banjir, waktu tanam tentu akan mundur. Namun untuk masa tanam Okmar, masih ada kesempatan. Semoga airnya cepat surut,” kata Slamet, Selasa (16/11).

Slamet belum bisa memastikan mundurnya waktu tanam akan berdampak pada produksi padi masa tanam Okmar. “Ini masih berjalan, kami belum bisa memastikan hal itu,” ucapnya.

Slamet menegaskan, salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi persoalan tersebut adalah normalisasi saluran primer dan skunder. “Kami sudah berkoordinasi dengan kementerian terkait. Yang jelas pemerintah daerah tidak berpangku tangan terhadap kondisi ini,” ujar Slamet.

Baca Juga :  Gubernur Tegaskan Surat Edaran tentang Orang Masuk Kalteng Masih Berlaku

Menurut dia, normalisasi saluran skunder dan primer merupakan langkah paling efektif. “Kalau sudah normalisasi, air bisa turun. Contohnya di Desa Kantan Muara. Setelah dilakukan normalisasi, saluran primer dan skunder lebih baik. Kalau menyedot air dari lahan sawah tidaklah mungkin, karena mau dibuang ke mana airnya,” beber dia.

Slamet juga mengaku, pihaknya juga akan berupaya semaksimal mungkin untuk pengolahan lahan secara ekstensifikasi. “Untuk saprodi seperti pupuk dan kapur, kami minta harus siap pada masa tanam Okmar ini, sehingga saat kapur dan pupuk itu diperlukan, sudah tersedia,” tandasnya. (art/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/