JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan, pemerintah akan mengambil utang sebesar Rp 973,6 triliun untuk menutup deḀsit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022. Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Riko Amir menyebut, utang APBN 2022 akan lebih banyak dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
“Selama tahun 2022 kita akan melakukan pembiayaan utang melalui SBN atau pelaksanaan pinjaman dengan target net Rp 973,6 triliun,” kata Riko dalam konferensi pers virtual, Senin (13/12).
Riko memaparkan, adapun sumber pembiayaan utang akan lebih banyak berasal dari domestik yaitu sebesar 80 hingga 82 persen dibanding valuta asing (valas) yang porsinya mencapai 18 hingga 20 persen.
Nantinya, kata Riko, penawaran SBN bruto dilakukan melalui lelang maupun non lelang, dengan porsi Surat Utang Negara (SUN) sebesar 69 hingga 72 persen dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) alias sukuk negara sebesar 28 hingga 31 persen.
“Lelang di pasar perdana dan juga yang disebut non lelang adalah adanya SBN ritel, private placement, maupun pelaksanaan SKB III,” jelasnya.
Harapannya, rasio utang tahun depan dapat lebih kecil dari perkiraan sebesar 43,2 persen dari PDB. Sebab, pemer-intah akan memaksimalkan penggunaan saldo anggaran lebih (SAL) maupun sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA), serta menarik lebih banyak basis pajak dengan pengesahan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
“Jadi dalam tahun berjalan ada penerbitan SBN, artinya bukan sporadis, tapi dalam satu rencana,” imbuhnya.
Riko menambahkan, penerbitan utang tahun 2022 juga berpotensi menurun karena adanya program pengung-kapan sukarela (PPS) atau lebih dikenal dengan pengam-punan pajak (tax amnesty) selama 6 bulan mendatang seiring dengan terbitnya UU HPP di tahun 2021.
“Pembiayaan APBN kita lakukan secara ᴀeksibel antara SBN dan pinjaman saling melengkapi,” pungkasnya. (jpg/ko)