Melihat Aktivitas Warga Binaan Rutan Kelas II A Palangka Raya
AKSARA JIWA. Dua kata yang ditulis dengan huruf tegak kokoh tapi fleksibel pada cover depan buku 215 halaman itu. Membentuk arti yang dalam dengan warna putih yang melambangkan kemurnian dari hati para penulis. Mereka, Arcsara Jean, Sakuyan Asa, FA, dan RG. Penghuni rumah tahanan (rutan) yang tersebar di beberapa provinsi. Salah satunya FA yang menghuni Rutan Kelas II A Palangka Raya.
Fried Asahel (FA), satu dari empat sekawan yang melahirkan Aksara Jiwa dan resmi di-launching pada 11 Desember 2021 lalu. Ia merupakan satu dari sekian warga binaan yang merasakan layu dalam menjalani kehidupan, saat mau tidak mau harus sementara, meski dengan waktu yang cukup lama, menjadi bagian dari penghuni sekolah kehidupan (penjara).
Buku ini lahir dari kisah kehidupan yang dialami empat pria yang berusaha bangkit kembali dan semangat menjalani kehidupan di rutan. Buku ini ditulis agar para penghuni sekolah kehidupan dapat membangkitkan jiwa yang layu dan putus harapan dalam penantian dan kegalauan yang panjang. Penulis Aksara Jiwa ini begitu paham dan mengerti rasa dan keadaan itu, karena pernah menjadi bagian darinya.
Diungkapkannya, buku tersebut sudah di-launching pada 11 Desember 2021 lalu. Melalui buku ini, ia ingin menyampaikan kepada masyarakat, bahwa di Rutan Kelas II A Palangka Raya terdapat pembinaan yang membangun. Di dalamnya para warga binaan diberi kesempatan untuk berkreativitas.
Sahel, nama panggilannya. Setelah melewati masa kegalauan di rutan dan bangkit kembali, mencoba ingin berbagi cerita dan inspirasinya untuk sesama warga binaan di Rutan Kelas II A Palangka Raya. Ia yang aktif dalam pembinaan kepribadian kemudian masih ditempatkan di rutan.
“Saya aktif di bidang pembinaan kerohanian, awalnya saya buat tulisan untuk memberi semangat kepada para warga binaan yang mungkin jiwanya layu, seperti tidak ada harapan ketika harus menjalani kehidupan di balik jeruji besi,” katanya saat dibincangi Kalteng Pos di Rutan Kelas II A Palangka Raya.
Saling menguatkan dan berbagi semangat, Sahel bertemu dengan tiga teman baru dari berbagai penghuni rutan dan lapas lainnya di berbagai provinsi di Indonesia, yang dikenalnya melalui ibadah daring. Bersama tiga orang temannya itu, terpikirkan ide untuk melahirkan Aksara Jiwa.
“Rencana ini difasilitasi dan didukung oleh berbagai pihak, dari gereja, alumni, pihak rutan, dan lainnya. Kami menekuni rencana itu hingga April 2021 lalu, mulai menulis untuk melahirkan buku,” ucapnya.
Melalui buku ini, kata dia, ia bisa mencurahkan isi hati, kesedihan, haru, dan semua kisah yang dialami dan dirasakan selama berada di rutan. Cerita itu mulai dari kisah seorang teman yang beniat bunuh diri saat masuk rutan hingga cerita haru ketika teman harus terlebih dahulu pulang atau dibebaskan.
“Di dalam buku ini kami memberikan motivasi, jangan takut menjalani kehidupan khususnya jika harus berada dalam rutan, kami saling menguatkan, jalani dan ikuti aturan yang ada di rutan,” kisah Sahel, pria kelahiran Pulang Pisau ini.
Ia juga memberi semangat kepada sesama warga binaan. Meyakinkan bahwa dalam rutan pun ada masa depan. Terlebih, rutan memberikan kebebasan dan ruang kepada warga binaan untuk berkreativitas meningkatkan keterampilan dan pembinaan kepribadian agar warga binaan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan sesuai agama yang dianut masing-masing.
“Di rutan ini kami diberi kebebasan berkreativitas, saya didukung untuk menciptakan buku ini,” ujarnya.
Atas dukungan-dukungan itu, buku berhasil dicetak 200 eksemplar. Sebagian besar dana yang diperolehnya dari bantuan. Ia berharap Aksara Jiwa akan terus ditulis oleh para penghuni rutan, saat ia sudah keluar dua tahun yang akan datang.
“Harapannya buku saya ini bisa dibagikan kepada para penghuni rutan yang baru masuk, untuk memotivasi mereka supaya jangan takut, karena di dalam rutan ada masa depan,” tegasnya.
Saat ini ia tengah fokus menyelesaikan Aksara Jiwa jilid II yang akan di-launching akhir Maret nanti. Buku jilid I berisikan insipirasi untuk membangun jiwa-jiwa yang layu. Pada jilid II nanti akan ada sejumlah inspirasi untuk jiwa-jiwa yang bertumbuh.
“Ketika baru masuk dia layu, kemudian seiring berjalannya waktu, mulai bertumbuh, mulai ada harapan,” tutur pria yang lahir 3 Agustus 1976 ini.
Sementara itu, Kepala Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II A Palangka Raya Suwarto mengapresiasi karya tulis warga binaan yang tertuang dalam buku berjudul Aksara Jiwa. Ia menyebut bahwa melalui buku ini penulis ingin menggambarkan kehidupan rutan sekaligus memberi motivasi kepada para warga binaan.
“Ketika awal masuk penjara memang imagenya bahwa rutan atau penjara menakutkan, ketika memikirkan kondisi itu, tentu pikiran menjadi gelap,” ucapnya.
Melalui buku ini penulis ingin menyampaikan bahwa setiap warga binaan akan menjalani adaptasi saat berada di rutan. Proses ini memerlukan kehadiran dan bantuan petugas, untuk memberikan pembekalan dan pembinaan. (*/ce/ala/ko)