Jumat, November 22, 2024
24.6 C
Palangkaraya

Dikie Bantah STIH Disanksi

PALANGKA RAYA-Pro kontra mengenai permasalahan di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Tambun Bungai terus bergulir. Pemicunya yakni munculnya surat sanksi administratif berat kepada perguruan tinggi pencetak sarjana hukum itu. Surat Nomor 0216/E.E3/PM.00.01/2021 berkop Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) itu diterbitkan setelah adanya sengketa yang memunculkan dualisme antara pemangku kepentingan.

Menyikapi permasalahan ini, Ketua STIH Tambun Bungai Palangka Raya Dikie GG Kasenda SH MH meradang. Terutama setelah membaca berita utama Kalteng Pos berjudul “Izin STIH Terancam Dicabut” yang terbit edisi Senin (12/4). Dikie mengaku, pihak STIH keberatan dengan pemberitaan tersebut. Ia pun langsung mengklarifikasi persoalan tersebut, terutama soal surat dari Ditjen Dikti Kemendikbud.

“Surat sanksi dari Ditjen Dikti itu tidak pernah kami terima secara resmi, karena kami tidak pernah terima secara resmi, maka kami menganggap surat itu tidak pernah ada,” kata Dikie kepada wartawan Kalteng Pos di ruang kerjanya di kampus STIH Tambun Bungai, Jalan Sisingamangaraja XII, Palangka Raya, kemarin (12/4).

Pimpinan kampus STIH, kata Dikie, sudah melakukan klarifikasi ke Kemendikbud terkait kebenaran isi surat dari Ditjen Dikti. Ia mengatakan, pihak Kemendikbud pun telah membantah pernah mengeluarkan surat sanksi tersebut.Dia menuturkan, selama ini tidak pernah ada persoalan yang terjadi dalam kampus STIH Tambun Bungai, karena pihaknya mengelola secara profesional seluruh kegiatan di kampus tersebut sesuai undang undang dan peraturan pemerintah yang berlaku terkait pengelolaan perguruan tinggi negeri maupun swasta.

”Intinya dengan adanya pemberitaan ini membuat masyarakat Kota Palangka Raya dan Kalimantan Tengah umumnya akan menganggap kampus ini tidak baik, bisa saja membuat orang enggan untuk kuliah di sini lagi,” kata Dikie dengan suara keras menyatakan keberatan.

Dalam kesempatan itu Dikie juga mengatakan bahwa ia merasa keberatan atas konten pemberitaan yang menyebutkan namanya dan nama Ni Nyoman Astiti SH MH (wakil ketua I STIH) yang bersumber dari Apridel Djinu. Menurutnya, dalam permasalahan ini tidak ada kaitan sama sekali antara dirinya dan Ni Nyoman Astiti dengan pihak Apridel Djinu.

“Kami tidak ada hubungan sebab akibat dengan Apridel, jadi buat apa diberitakan, sementara kami ini tidak ada hubungan,” ujar Dikie yang saat itu didampingi sejumlah dosen STIH Tambun Bungai.

Terkait masalah dualisme kepemimpinan yang ada di Yayasan Tambun Bungai, Dikie menerangkan bahwa persoalan dalam tubuh Yayasan Tambun Bungai sudah muncul sejak 2017 lalu. Dijelaskannya, tahun itu Yayasan Tambun Bungai mengeluarkan perubahan susunan kepengurusan yayasan berdasarkan akta notaris nomor 31 tahun 2017, yang isinya mengangkat Apridel Djinu sebagai Ketua Yayasan Tambun Bungai.

Baca Juga :  Polda Panggil Manajemen PT SGM

“Perubahan itu tidak diakui oleh pengurus yang lain, di antaranya yakni Pak Jambri yang menjabat ketua saat itu,” ujar Dikie sembari menambahkan bahwa pengurus yayasan berdasarkan akta nomor 31 Tahun 2017 itu melakukan pemecatan terhadap sejumlah pimpinan kampus dan dosen yang bekerja di STIH Tambun Bungai.

Pihak Jambri Bustan dan pihak kampus STIH Tambun Bungai yang merasa  keberatan terhadap terbitnya akta notaris itu. Menurut mereka akta notaris itu tidak sah menurut hukum. Atas dasar itu, mereka pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Palangka Raya  dan Pengadilan Tata Usaha Negara Palangka Raya.

“Kasus ini berproses sampai tingkat putusan kasasi di Mahkamah Agung,” ucap Dikie.

Dikatakannya, majelis hakim yang memimpin sidang kasasi di tingkat Mahkamah Agung akhirnya mengeluarkan putusan dengan nomor 1888 K/ PDT/ 2019, yang isinya menyatakan akta notaris nomor 31 tahun 2017 dibatalkan karena tidak memiliki kekuatan hukum.

“Menyatakan akta notaris nomor 31 yang dibuat oleh tergugat selaku notaris di Palangka Raya pada tanggal 16 November 2017 yang tanpa melibatkan pendiri dan pengurus yayasan serta tanpa rapat, tidak sesuai dengan undang-undang yayasan, oleh karenanya dinyatakan batal dan tidak memiliki kekuatan hukum,” ucap Dikie membaca isi amar putusan kasasi yang dikeluarkan Mahkamah Agung, sambil mempersilakan Kalteng Pos mendokumentasikan isi putusan hakim tersebut.

Menurut Dikie, dengan dikeluarkannya putusan Mahkamah Agung yang membatalkan akta nomor 31 tahun 2017 tersebut, maka secara otomatis tidak ada lagi dualisme kepengurusan dalam Yayasan Tambun Bungai.

“Jadi akta nomor 31 ini sudah tamat, jadi tidak ada konflik dan dualisme lagi di dalam yayasan,” tegas Dikie. “Dengan dinyatakan batalnya akta notaris nomor 31 tahun 2017 tersebut, maka eksistensi kepengurusan Yayasan Tambun Bungai yang berlaku dan diakui pemerintah adalah kepengurusan berdasarkan akta notaris nomor 1 tahun 2006,” tambahnya.

Saat ditanya soal adanya perubahan terkait susunan kepengurusan Yayasan Tambun Bungai yang dikeluarkan berdasarkan akta notaris nomor 39 tanggal 28 September 2020, Dikie menegaskan bahwa selama ini pihak pimpinan kampus STIH sama sekali tidak tahu tentang hal itu.

“Kalau memang mereka merasa sebagai pengurus yayasan, ya datang ke sini, mungkin karena mereka tahu di kampus ini ada akta nomor 1 Tahun 2006, jadi mereka tidak berani ke sini,” ujar Dikie yang mengakui bahwa pimpinan kampus STIH juga tidak mengetahui siapa-siapa saja pengurus yang tertera dalam akta notaris nomor 39 tahun 2020.

Baca Juga :  Tak Diberi Jatah, Hajar Istri Hingga Babak Belur

Dalam kesempatan itu, Ketua STIH Tambun Bungai ini juga mengatakan bahwa pihak kampus tidak pernah menerima surat dari Kepala LL Dikti Wilayah XI Prof Dr. H Udi-ansyah dengan nomor 80/LL 11/ OT /2021 tertanggal 29 Januari 2021, yang isinya menyatakan bahwa pihak LL Dikti wilayah XI mengakui kepengurusan yang ada pada akta notaris nomor 39 tahun 2020.

“Suratnya  memang beredar di antara mahasiswa dan masyarakat, tetapi tidak pernah sampai ke saya sebagai tujuan, jadi statusnya sama dengan surat dari kementerian tidak ada,” tegasnya.

Pihaknya pun sudah menanyakan kepada kepala LL Dikti wilayah XI terkait kebenaran surat tersebut. Sejauh ini kepala LL Dikti wilayah XI hanya memberi jawaban bahwa akan dicek dahulu kebenaran surat tersebut.

Dikie menegaskan kembali bahwa karena pihak pimpinan kampus tidak pernah menerima surat resmi dari Ditjen Dikti Kemendikbud terkait sanksi administrasi berat serta surat dari LL Dikti wilayah XI, maka pihak STIH beranggapan bahwa kabar soal sanksi administrasi kepada STIH adalah kabar bohong alias hoaks.

Dikie memastikan bahwa pihak pimpinan kampus STIH sudah menjalankan kegiatan akademik kampus berdasarkan aturan yang termuat dalam tridharma pergu-ruan tinggi. Selama ini kegiatan kampus sudah berjalan dengan sangat baik. Hal itu dibuktikan dengan adanya penilaian dari Badan Akreditasi Nasional Pergu-ruan Tinggi dengan hasil penilaian baik, sebagaimana hasilnya dikeluarkan pada Desember 2020 lalu.

“Hasilnya baik dengan standar nilai 9, itu artinya pengelolaan di kampus ini sudah baik” pungkasnya.

Dihubungi terpisah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI membantah bahwa surat sanksi administrasi berat STIH Tambun Bungai Palangka Raya dengan nomor 0216/E.E3/PM.00.01/2021, adalah hoaks. Surat tertanggal 28 Maret 2021 itu benar dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

“Benar (surat sanksi untuk STIH, red), karena adanya dualisme dan konflik internal,” ucap Koordinator Pengendalian Kelembagaan PT Akademik Budhi Hery Pancasila-wan kepada Kalteng Pos melalui pesan WhatsApp, Senin (12/4).

Budhi membenarkan seluruh isi surat tersebut. Ia menyebut, konflik internal itu harus segera diselesaikan. Jika tidak, maka STIH Tambun Bungai bakal menerima sanksi berat.“Ya, benar (dualisme harus diselesaikan, red). Ya, bisa diberi sanksi berat (kalau tidak diselesaikan, red),” sebutnya. (sja/uni/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Pro kontra mengenai permasalahan di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Tambun Bungai terus bergulir. Pemicunya yakni munculnya surat sanksi administratif berat kepada perguruan tinggi pencetak sarjana hukum itu. Surat Nomor 0216/E.E3/PM.00.01/2021 berkop Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) itu diterbitkan setelah adanya sengketa yang memunculkan dualisme antara pemangku kepentingan.

Menyikapi permasalahan ini, Ketua STIH Tambun Bungai Palangka Raya Dikie GG Kasenda SH MH meradang. Terutama setelah membaca berita utama Kalteng Pos berjudul “Izin STIH Terancam Dicabut” yang terbit edisi Senin (12/4). Dikie mengaku, pihak STIH keberatan dengan pemberitaan tersebut. Ia pun langsung mengklarifikasi persoalan tersebut, terutama soal surat dari Ditjen Dikti Kemendikbud.

“Surat sanksi dari Ditjen Dikti itu tidak pernah kami terima secara resmi, karena kami tidak pernah terima secara resmi, maka kami menganggap surat itu tidak pernah ada,” kata Dikie kepada wartawan Kalteng Pos di ruang kerjanya di kampus STIH Tambun Bungai, Jalan Sisingamangaraja XII, Palangka Raya, kemarin (12/4).

Pimpinan kampus STIH, kata Dikie, sudah melakukan klarifikasi ke Kemendikbud terkait kebenaran isi surat dari Ditjen Dikti. Ia mengatakan, pihak Kemendikbud pun telah membantah pernah mengeluarkan surat sanksi tersebut.Dia menuturkan, selama ini tidak pernah ada persoalan yang terjadi dalam kampus STIH Tambun Bungai, karena pihaknya mengelola secara profesional seluruh kegiatan di kampus tersebut sesuai undang undang dan peraturan pemerintah yang berlaku terkait pengelolaan perguruan tinggi negeri maupun swasta.

”Intinya dengan adanya pemberitaan ini membuat masyarakat Kota Palangka Raya dan Kalimantan Tengah umumnya akan menganggap kampus ini tidak baik, bisa saja membuat orang enggan untuk kuliah di sini lagi,” kata Dikie dengan suara keras menyatakan keberatan.

Dalam kesempatan itu Dikie juga mengatakan bahwa ia merasa keberatan atas konten pemberitaan yang menyebutkan namanya dan nama Ni Nyoman Astiti SH MH (wakil ketua I STIH) yang bersumber dari Apridel Djinu. Menurutnya, dalam permasalahan ini tidak ada kaitan sama sekali antara dirinya dan Ni Nyoman Astiti dengan pihak Apridel Djinu.

“Kami tidak ada hubungan sebab akibat dengan Apridel, jadi buat apa diberitakan, sementara kami ini tidak ada hubungan,” ujar Dikie yang saat itu didampingi sejumlah dosen STIH Tambun Bungai.

Terkait masalah dualisme kepemimpinan yang ada di Yayasan Tambun Bungai, Dikie menerangkan bahwa persoalan dalam tubuh Yayasan Tambun Bungai sudah muncul sejak 2017 lalu. Dijelaskannya, tahun itu Yayasan Tambun Bungai mengeluarkan perubahan susunan kepengurusan yayasan berdasarkan akta notaris nomor 31 tahun 2017, yang isinya mengangkat Apridel Djinu sebagai Ketua Yayasan Tambun Bungai.

Baca Juga :  Polda Panggil Manajemen PT SGM

“Perubahan itu tidak diakui oleh pengurus yang lain, di antaranya yakni Pak Jambri yang menjabat ketua saat itu,” ujar Dikie sembari menambahkan bahwa pengurus yayasan berdasarkan akta nomor 31 Tahun 2017 itu melakukan pemecatan terhadap sejumlah pimpinan kampus dan dosen yang bekerja di STIH Tambun Bungai.

Pihak Jambri Bustan dan pihak kampus STIH Tambun Bungai yang merasa  keberatan terhadap terbitnya akta notaris itu. Menurut mereka akta notaris itu tidak sah menurut hukum. Atas dasar itu, mereka pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Palangka Raya  dan Pengadilan Tata Usaha Negara Palangka Raya.

“Kasus ini berproses sampai tingkat putusan kasasi di Mahkamah Agung,” ucap Dikie.

Dikatakannya, majelis hakim yang memimpin sidang kasasi di tingkat Mahkamah Agung akhirnya mengeluarkan putusan dengan nomor 1888 K/ PDT/ 2019, yang isinya menyatakan akta notaris nomor 31 tahun 2017 dibatalkan karena tidak memiliki kekuatan hukum.

“Menyatakan akta notaris nomor 31 yang dibuat oleh tergugat selaku notaris di Palangka Raya pada tanggal 16 November 2017 yang tanpa melibatkan pendiri dan pengurus yayasan serta tanpa rapat, tidak sesuai dengan undang-undang yayasan, oleh karenanya dinyatakan batal dan tidak memiliki kekuatan hukum,” ucap Dikie membaca isi amar putusan kasasi yang dikeluarkan Mahkamah Agung, sambil mempersilakan Kalteng Pos mendokumentasikan isi putusan hakim tersebut.

Menurut Dikie, dengan dikeluarkannya putusan Mahkamah Agung yang membatalkan akta nomor 31 tahun 2017 tersebut, maka secara otomatis tidak ada lagi dualisme kepengurusan dalam Yayasan Tambun Bungai.

“Jadi akta nomor 31 ini sudah tamat, jadi tidak ada konflik dan dualisme lagi di dalam yayasan,” tegas Dikie. “Dengan dinyatakan batalnya akta notaris nomor 31 tahun 2017 tersebut, maka eksistensi kepengurusan Yayasan Tambun Bungai yang berlaku dan diakui pemerintah adalah kepengurusan berdasarkan akta notaris nomor 1 tahun 2006,” tambahnya.

Saat ditanya soal adanya perubahan terkait susunan kepengurusan Yayasan Tambun Bungai yang dikeluarkan berdasarkan akta notaris nomor 39 tanggal 28 September 2020, Dikie menegaskan bahwa selama ini pihak pimpinan kampus STIH sama sekali tidak tahu tentang hal itu.

“Kalau memang mereka merasa sebagai pengurus yayasan, ya datang ke sini, mungkin karena mereka tahu di kampus ini ada akta nomor 1 Tahun 2006, jadi mereka tidak berani ke sini,” ujar Dikie yang mengakui bahwa pimpinan kampus STIH juga tidak mengetahui siapa-siapa saja pengurus yang tertera dalam akta notaris nomor 39 tahun 2020.

Baca Juga :  Tak Diberi Jatah, Hajar Istri Hingga Babak Belur

Dalam kesempatan itu, Ketua STIH Tambun Bungai ini juga mengatakan bahwa pihak kampus tidak pernah menerima surat dari Kepala LL Dikti Wilayah XI Prof Dr. H Udi-ansyah dengan nomor 80/LL 11/ OT /2021 tertanggal 29 Januari 2021, yang isinya menyatakan bahwa pihak LL Dikti wilayah XI mengakui kepengurusan yang ada pada akta notaris nomor 39 tahun 2020.

“Suratnya  memang beredar di antara mahasiswa dan masyarakat, tetapi tidak pernah sampai ke saya sebagai tujuan, jadi statusnya sama dengan surat dari kementerian tidak ada,” tegasnya.

Pihaknya pun sudah menanyakan kepada kepala LL Dikti wilayah XI terkait kebenaran surat tersebut. Sejauh ini kepala LL Dikti wilayah XI hanya memberi jawaban bahwa akan dicek dahulu kebenaran surat tersebut.

Dikie menegaskan kembali bahwa karena pihak pimpinan kampus tidak pernah menerima surat resmi dari Ditjen Dikti Kemendikbud terkait sanksi administrasi berat serta surat dari LL Dikti wilayah XI, maka pihak STIH beranggapan bahwa kabar soal sanksi administrasi kepada STIH adalah kabar bohong alias hoaks.

Dikie memastikan bahwa pihak pimpinan kampus STIH sudah menjalankan kegiatan akademik kampus berdasarkan aturan yang termuat dalam tridharma pergu-ruan tinggi. Selama ini kegiatan kampus sudah berjalan dengan sangat baik. Hal itu dibuktikan dengan adanya penilaian dari Badan Akreditasi Nasional Pergu-ruan Tinggi dengan hasil penilaian baik, sebagaimana hasilnya dikeluarkan pada Desember 2020 lalu.

“Hasilnya baik dengan standar nilai 9, itu artinya pengelolaan di kampus ini sudah baik” pungkasnya.

Dihubungi terpisah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI membantah bahwa surat sanksi administrasi berat STIH Tambun Bungai Palangka Raya dengan nomor 0216/E.E3/PM.00.01/2021, adalah hoaks. Surat tertanggal 28 Maret 2021 itu benar dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

“Benar (surat sanksi untuk STIH, red), karena adanya dualisme dan konflik internal,” ucap Koordinator Pengendalian Kelembagaan PT Akademik Budhi Hery Pancasila-wan kepada Kalteng Pos melalui pesan WhatsApp, Senin (12/4).

Budhi membenarkan seluruh isi surat tersebut. Ia menyebut, konflik internal itu harus segera diselesaikan. Jika tidak, maka STIH Tambun Bungai bakal menerima sanksi berat.“Ya, benar (dualisme harus diselesaikan, red). Ya, bisa diberi sanksi berat (kalau tidak diselesaikan, red),” sebutnya. (sja/uni/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/