Jumat, November 22, 2024
30.8 C
Palangkaraya

Galian C Ilegal Beroperasi di Pinggir Jalan

Kontraktor dan Pemilik Lahan Saling Menyalahkan

NANGA BULIK-Keberadaan aktivitas galian C diduga ilegal kian menjamur di Kabupaten Lamandau. Bahkan ada yang nekat beroperasi di pinggir jalan kota, tak jauh dari kompleks Perkantoran Nanga Bulik. Seperti yang dijumpai di pinggir jalan trans Kalimantan. Pengelola seakan-akan tak takut dengan aparat penegak hukum. Buktinya, terang-terangan mereka menggunakan alat berat dalam beraktivitas.

Pemilik lahan, Febri mengaku lahan yang dikelolanya itu tidak memiliki izin. Ia berdalih jika tanah uruk yang digali itu digunakan untuk keperluan pembangunan gedung RSUD Lamandau.

“Memang tidak ada izinnya, kalau dibilang enggak boleh menambang, banyak kok di Lamandau yang enggak ada izinnya, bahkan diperjualbelikan,” ujar Febri saat dikonfirmasi awak media.

Meski demikian, Febri membantah jika tanah uruk yang dikelolanya itu untuk diperjualbelikan. Menurut dia, tanah tersebut hanya diberikan kepada kontraktor untuk pembangunan gedung rumah sakit. “Tanah itu tidak dijual, saya cuman minta diratakan saja, kebetulan tanahnya bukit, jadi saya minta lahannya diratakan saja,” jelasnya.

Baca Juga :  Airlangga: Pemerintah Apresiasi OJK dan Perbankan

Akan tetapi, pernyataan pemilik lahan itu bertolak belakang dengan pihak kontraktor pelaksana pembangunan yang menyatakan bahwa ada praktik jual beli lahan tersebut. Bahkan tiap hari pihaknya menyetorkan jumlah rit tanah yang diangkut kepada pemilik lahan. Selain itu, di dalam RAP seharusnya juga sudah dijelaskan terkait asal usul bahan pembangunan, spesifikasi yang digunakan, dan harga kubikasi satuan tanah yang akan dipakai.

Perwakilan Kontraktor Pelaksana PT SSMS, Didit mengaku jika pihaknya tidak tahu-menahu perihal asal usal tanah yang digunakan dalam proyek pembangunan itu. Juga tidak ada pengawasan pihaknya terkait bahan yang digunakan.

“Harusnya dari kemarin (saat pengajuan awal pembangunan),” kata Febri, menjawab pertanyaan awak media terkait pengawasan dan asal-usul tanah yang digunakan.

“Karena tahah yang mau diuruk juga banyak, lagipula kami mau ambil tanah uruk di mana selain di lahan yang ada ini (milik Febri), karena dia yang punya tanah di sini,” lanjutnya.

Baca Juga :  Polda dan Binda Gencarkan Vaksinasi

Keberadaan aktivitas galian C ini tidak hanya ilegal, tapi juga membahayakan pengguna jalan dan merugikan pemerintah, lantaran tidak memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah.

Minimnya pengawasan dari APH, disinyalir menjadi faktor utama galian C kian tumbuh subur di wilayah Kabupaten Lamandau.

Berdasarkan informasi yang dihimpun awak media di lapangan, di Kabupaten Lamandau hanya terdapat satu pemegang izin galian C legal, sementara yang lainnnya bisa dipastikan ilegal.

Hal tersebut dibenarkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Lamandau Sunarto. Pihaknya memastikan jika pemilik izin galian C di Lamandau hanya satu orang. Selain dari itu, pihaknya tidak pernah mengeluarkan izin galian C di wilayah Lamandau, karena kewenangannya berada di bawah kendali Pemerintah Provinsi Kalteng.

“Kami enggak punya kewenangan ataupun pengawasan terkait itu, semuanya kewenangan provinsi, kami di Lamandau baru satu yang berizin,” kata Sunarto.

Sunarto juga mengaku tidak mengetahui soal keberadaan galian C yang beroperasi di pinggir jalan trans Kalimantan tersebut. “Enggak tahu mas, karena pengawasannya di provinsi,” pungkasnya. (lan/ce/ram/ko)

Kontraktor dan Pemilik Lahan Saling Menyalahkan

NANGA BULIK-Keberadaan aktivitas galian C diduga ilegal kian menjamur di Kabupaten Lamandau. Bahkan ada yang nekat beroperasi di pinggir jalan kota, tak jauh dari kompleks Perkantoran Nanga Bulik. Seperti yang dijumpai di pinggir jalan trans Kalimantan. Pengelola seakan-akan tak takut dengan aparat penegak hukum. Buktinya, terang-terangan mereka menggunakan alat berat dalam beraktivitas.

Pemilik lahan, Febri mengaku lahan yang dikelolanya itu tidak memiliki izin. Ia berdalih jika tanah uruk yang digali itu digunakan untuk keperluan pembangunan gedung RSUD Lamandau.

“Memang tidak ada izinnya, kalau dibilang enggak boleh menambang, banyak kok di Lamandau yang enggak ada izinnya, bahkan diperjualbelikan,” ujar Febri saat dikonfirmasi awak media.

Meski demikian, Febri membantah jika tanah uruk yang dikelolanya itu untuk diperjualbelikan. Menurut dia, tanah tersebut hanya diberikan kepada kontraktor untuk pembangunan gedung rumah sakit. “Tanah itu tidak dijual, saya cuman minta diratakan saja, kebetulan tanahnya bukit, jadi saya minta lahannya diratakan saja,” jelasnya.

Baca Juga :  Airlangga: Pemerintah Apresiasi OJK dan Perbankan

Akan tetapi, pernyataan pemilik lahan itu bertolak belakang dengan pihak kontraktor pelaksana pembangunan yang menyatakan bahwa ada praktik jual beli lahan tersebut. Bahkan tiap hari pihaknya menyetorkan jumlah rit tanah yang diangkut kepada pemilik lahan. Selain itu, di dalam RAP seharusnya juga sudah dijelaskan terkait asal usul bahan pembangunan, spesifikasi yang digunakan, dan harga kubikasi satuan tanah yang akan dipakai.

Perwakilan Kontraktor Pelaksana PT SSMS, Didit mengaku jika pihaknya tidak tahu-menahu perihal asal usal tanah yang digunakan dalam proyek pembangunan itu. Juga tidak ada pengawasan pihaknya terkait bahan yang digunakan.

“Harusnya dari kemarin (saat pengajuan awal pembangunan),” kata Febri, menjawab pertanyaan awak media terkait pengawasan dan asal-usul tanah yang digunakan.

“Karena tahah yang mau diuruk juga banyak, lagipula kami mau ambil tanah uruk di mana selain di lahan yang ada ini (milik Febri), karena dia yang punya tanah di sini,” lanjutnya.

Baca Juga :  Polda dan Binda Gencarkan Vaksinasi

Keberadaan aktivitas galian C ini tidak hanya ilegal, tapi juga membahayakan pengguna jalan dan merugikan pemerintah, lantaran tidak memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah.

Minimnya pengawasan dari APH, disinyalir menjadi faktor utama galian C kian tumbuh subur di wilayah Kabupaten Lamandau.

Berdasarkan informasi yang dihimpun awak media di lapangan, di Kabupaten Lamandau hanya terdapat satu pemegang izin galian C legal, sementara yang lainnnya bisa dipastikan ilegal.

Hal tersebut dibenarkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Lamandau Sunarto. Pihaknya memastikan jika pemilik izin galian C di Lamandau hanya satu orang. Selain dari itu, pihaknya tidak pernah mengeluarkan izin galian C di wilayah Lamandau, karena kewenangannya berada di bawah kendali Pemerintah Provinsi Kalteng.

“Kami enggak punya kewenangan ataupun pengawasan terkait itu, semuanya kewenangan provinsi, kami di Lamandau baru satu yang berizin,” kata Sunarto.

Sunarto juga mengaku tidak mengetahui soal keberadaan galian C yang beroperasi di pinggir jalan trans Kalimantan tersebut. “Enggak tahu mas, karena pengawasannya di provinsi,” pungkasnya. (lan/ce/ram/ko)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/