Jumat, September 20, 2024
38.1 C
Palangkaraya

Tak Bisa ke Masjid, Salat Jemaah di Selasar Kamar Hotel

SETELAH menempuhperjalanan dari Masjid Quba, akhirnyabus yang kami tumpangi sampai di halaman Hayah Golden Hotel. Satu per satu jemaah turun dari bus dan langsung menuju restoran. Bukan untuk makan, melainkan menunggu pembagian kunci kamar. Owner PT Raihan Alya Tour Ustaz HM Al-Ghifari yang membagikan kunci kepada jemaah. Satu kamar ditempati empat orang.

Saya (penulis) sekamar dengan Albert M Sholeh, Eko Suratno, dan Deddy. Tak lama kemudian, nama saya dipanggil. Pada kunci kamar yang saya terima itu, tertera nomor 304.

“Kamarnya di lantai 3. Silakan bagi yang sudah mendapat kunci, segera masuk ke kamar masing-masing untuk istirahat,” ucap Ustaz Ghifari.

Saya dan tiga jemaah sekamar langsung naik menggunakan lift menuju lantai 3. Sedangkan koper dan tas dari dalam bus diantar oleh karyawan hotel. Kondisi hotelnya bersih. Ketika memasuki kamar, empat tempat tidur terlihat berjejer. Fasilitas kamar pun mencukupi. Ada TV dan AC. Bonusnya, kamar langsung menghadap ke Masjid Nabawi. Terlihat jelas halaman dan menara-menara masjid ketiga yang dibangun dalam sejarah Islam ini.

Kami pun bergantian mandi. Lalu ganti baju. Sesaat kemudian tim katering mengecek ke seluruh kamar, mencatat jumlah penghuni. Itu untuk memudahkan pembagian makanan dan minuman serta keperluan lain jemaah. Mulai dari penukaran mata uang Riyal, perlengkapan mandi, dan lain sebagainya.

Baca Juga :  Menyisir Genangan, Beri Makan Anjing dan Kucing yang Kelaparan

Malam pertama menjalani karantina, menu makannya cukup bersahabat. Porsinya terbilang banyak untuk seukuran saya orang Kalimantan. Masakan kambing. Mirip seperti masakan kare. Langsung diantar ke kamar masing-masing. Rasanya sedikit pedas. Ada kayu manis yang dipadu dengan sayur tumisan wortel, kol, dan jagung.

Porsi nasinya lebih banyak. Masih hangat ketika dibagikan kepada jemaah. Cukup menggugah selera makan malam setelah hampir 12 jam perjalanan. Selesai santap malam, kami langsung beristirahat.

Ustaz Ghifari terus mewanti-wanti seluruh jemaah untuk tetap berada di hotel selama masa karantina. Ketika rombongan singgah di Masjid Quba, sebutnya, sebenarnya hanya kebijakan pihak agen travel saja, karena secara aturan tidak dibolehkan. Termasuk menjalankan salat subuh berjemaah di selasar kamar hotel. Hal tersebut, kata ustaz, merupakan kebijakan pribadi.

“Alhamdulillah, kemarin kita bisa singgah dan salat di Masjid Quba. Insyaallah kalau masa karantina selesai kita akan ke sana lagi (Masjid Quba, red). Untuk sekarang kita harus patuhi aturan karantina. Tidak boleh keluar kamar dulu. Salatnya di kamar masing-masing. Kecuali salat Subuh dan Magrib, kita laksanakan berjemaah di depan kamar,” kata ustaz kondang yang juga memiliki bisnis butik dan kuliner di Palangka Raya ini.

Baca Juga :  Sekolah Dibuka Serentak,

Subuh pertama di tempat karantina. Kami melaksanakan salat jemaah di depan kamar hotel, di selasar hotel lantai 3. Ustaz Ghifari langsung bertindak sebagai imam. Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan surah Yasin. “Daripada di kamar, kita isi dengan membaca surah Yasin,” ucapnya.

Selesai melantunkan surah Yasin, dilanjutkan dengan tausiah singkat dan penyampaian informasi kepada seluruh jemaah mengenai pelaksanaan umrah.

“Orang yang Allah Swt berikan dunia, boleh jadi Allah cintai dan tidak. Mungkin usaha lancar, rezekinya bagus, jabatannya tinggi, boleh jadi Allah cintai atau tidak Allah cintai. Namun, yang Allah ringankan hatinya ingin beribadah kepada Allah, sakit hati kalau ketinggalan salat lima waktu, maka dipastikan orang tersebut adalah orang yang dicintai Allah Swt.” Demikian penggalan isi tausiah subuh.

“Mudah-mudahan pian yang sembahyang subuh di sini, mudah-mudahan dengan semangat kita beribadah kepada Allah Swt. Ini tanda kita semua dicintai oleh Allah Swt,” sebutnya seraya diamini seluruh jemaah. (ce/ram/ko)

SETELAH menempuhperjalanan dari Masjid Quba, akhirnyabus yang kami tumpangi sampai di halaman Hayah Golden Hotel. Satu per satu jemaah turun dari bus dan langsung menuju restoran. Bukan untuk makan, melainkan menunggu pembagian kunci kamar. Owner PT Raihan Alya Tour Ustaz HM Al-Ghifari yang membagikan kunci kepada jemaah. Satu kamar ditempati empat orang.

Saya (penulis) sekamar dengan Albert M Sholeh, Eko Suratno, dan Deddy. Tak lama kemudian, nama saya dipanggil. Pada kunci kamar yang saya terima itu, tertera nomor 304.

“Kamarnya di lantai 3. Silakan bagi yang sudah mendapat kunci, segera masuk ke kamar masing-masing untuk istirahat,” ucap Ustaz Ghifari.

Saya dan tiga jemaah sekamar langsung naik menggunakan lift menuju lantai 3. Sedangkan koper dan tas dari dalam bus diantar oleh karyawan hotel. Kondisi hotelnya bersih. Ketika memasuki kamar, empat tempat tidur terlihat berjejer. Fasilitas kamar pun mencukupi. Ada TV dan AC. Bonusnya, kamar langsung menghadap ke Masjid Nabawi. Terlihat jelas halaman dan menara-menara masjid ketiga yang dibangun dalam sejarah Islam ini.

Kami pun bergantian mandi. Lalu ganti baju. Sesaat kemudian tim katering mengecek ke seluruh kamar, mencatat jumlah penghuni. Itu untuk memudahkan pembagian makanan dan minuman serta keperluan lain jemaah. Mulai dari penukaran mata uang Riyal, perlengkapan mandi, dan lain sebagainya.

Baca Juga :  Menyisir Genangan, Beri Makan Anjing dan Kucing yang Kelaparan

Malam pertama menjalani karantina, menu makannya cukup bersahabat. Porsinya terbilang banyak untuk seukuran saya orang Kalimantan. Masakan kambing. Mirip seperti masakan kare. Langsung diantar ke kamar masing-masing. Rasanya sedikit pedas. Ada kayu manis yang dipadu dengan sayur tumisan wortel, kol, dan jagung.

Porsi nasinya lebih banyak. Masih hangat ketika dibagikan kepada jemaah. Cukup menggugah selera makan malam setelah hampir 12 jam perjalanan. Selesai santap malam, kami langsung beristirahat.

Ustaz Ghifari terus mewanti-wanti seluruh jemaah untuk tetap berada di hotel selama masa karantina. Ketika rombongan singgah di Masjid Quba, sebutnya, sebenarnya hanya kebijakan pihak agen travel saja, karena secara aturan tidak dibolehkan. Termasuk menjalankan salat subuh berjemaah di selasar kamar hotel. Hal tersebut, kata ustaz, merupakan kebijakan pribadi.

“Alhamdulillah, kemarin kita bisa singgah dan salat di Masjid Quba. Insyaallah kalau masa karantina selesai kita akan ke sana lagi (Masjid Quba, red). Untuk sekarang kita harus patuhi aturan karantina. Tidak boleh keluar kamar dulu. Salatnya di kamar masing-masing. Kecuali salat Subuh dan Magrib, kita laksanakan berjemaah di depan kamar,” kata ustaz kondang yang juga memiliki bisnis butik dan kuliner di Palangka Raya ini.

Baca Juga :  Sekolah Dibuka Serentak,

Subuh pertama di tempat karantina. Kami melaksanakan salat jemaah di depan kamar hotel, di selasar hotel lantai 3. Ustaz Ghifari langsung bertindak sebagai imam. Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan surah Yasin. “Daripada di kamar, kita isi dengan membaca surah Yasin,” ucapnya.

Selesai melantunkan surah Yasin, dilanjutkan dengan tausiah singkat dan penyampaian informasi kepada seluruh jemaah mengenai pelaksanaan umrah.

“Orang yang Allah Swt berikan dunia, boleh jadi Allah cintai dan tidak. Mungkin usaha lancar, rezekinya bagus, jabatannya tinggi, boleh jadi Allah cintai atau tidak Allah cintai. Namun, yang Allah ringankan hatinya ingin beribadah kepada Allah, sakit hati kalau ketinggalan salat lima waktu, maka dipastikan orang tersebut adalah orang yang dicintai Allah Swt.” Demikian penggalan isi tausiah subuh.

“Mudah-mudahan pian yang sembahyang subuh di sini, mudah-mudahan dengan semangat kita beribadah kepada Allah Swt. Ini tanda kita semua dicintai oleh Allah Swt,” sebutnya seraya diamini seluruh jemaah. (ce/ram/ko)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/