PALANGKA RAYA-Angka pensiunan guru tiap tahun tidak diimbangi dengan rekrutmen guru. Akibatnya, saat ini Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) masih mengalami kekurangan tenaga pengajar. Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kalteng Katma F Dirun menyebut, Provinsi Kalteng masih membutuhkan 3.879 orang guru.
Upaya rekrutmen guru selalu diusahakan bisa menjaring banyak guru. Pada tahun 2019/2020, Kalteng hanya mendapat kuota untuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebanyak 24 formasi. Namun, yang berhasil lulus hanya 9 orang.
“Tahun ini kami sangat berharap usulan menjadi pegawai pemerintah sebanyak 3.879 orang guru bisa diakomodasi oleh pemerintah pusat,” ungkap Katma beberapa waktu lalu.
Terpisah, Plt Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Kalteng Ahmad Syaifudin mengatakan, minat masyarakat untuk menjadi tenaga pengajar atau guru masih tinggi. Berbicara soal layak atau tidak menjadi seorang guru, Pemprov Kalteng memastikan bahwa para guru memiliki kompetensi dan akreditasi mumpuni dari lembaga pendidikan yang ada.
Pihaknya menilai bahwa Kalteng masih sangat kekurangan guru sampai saat ini. Sangat diharapkan ada penambahan, sehingga proses pendidikan bisa berjalan lebih maksimal lagi.
“Ada guru mata pelajaran untuk SMA dan guru produktif untuk SMK yang memang masih kekurangan. Kami selalu melakukan antisipasi terhadap para guru yang akan purnatugas atau pensiun, supaya masalah kekurangan guru dapat diatasi,” ucapnya.
Kendati belum melakukan survei dan riset, tapi Disdik Kalteng memastikan bahwa kekurangan tenaga pendidik di Kalteng tidak disebabkan karena rendahnya minat masyarakat menjadi guru.
“Buktinya sampai saat ini juga masih ada guru yang belum dapat diangkat menjadi guru tidak tetap. Mereka masih berstatus honorer dengan gaji seadanya. Ini menunjukkan niat dan komitmen mereka untuk ikut memajukan pendidikan di Kalteng ini,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakannya, peluang para guru kontrak atau honorer untuk menjadi PNS juga menjadi persoalan karena terbatasnya kuota yang disediakan. Karena itu pihaknya berharap pemerintah pusat selaku pemangku kepentingan bisa meninjau ulang kebijakan pembatasan kuota untuk penerimaan guru PNS. Sejalan dengan itu, pihaknya juga terus mendorong para guru untuk mengikut tes CPNS maupun PPPK.
Pengaruh yang cukup dirasakan oleh para guru adalah penempatan di daerah pelosok atau daerah terpencil, sehingga menjadi faktor kekurangan tenaga pengajar. Oleh karena itu, solusi yang dilakukan sesuai arahan Gubernur H Sugianto Sabran adalah untuk guru tidak tetap diarahkan diisi oleh guru yang berdomisili di desa tempat mengajar.
“Sehingga dapat meminimalkan kekurangan guru dan minat serta keinginan untuk mengabdi di pelosok Kalteng,” katanya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Palangka Raya (UPR) Natalina Asi mengatakan, jika saat ini mengalami kekurangan guru, maka yang menjadi perhatian serius adalah nasib anak bangsa. Sebab, masa depan generasi muda sangat tergantung pada proses pendidikan yang dijalankan saat ini.
“Jika dikatakan saat ini kekurangan guru, tentu ada sesuatu yang harus dilengkapi dalam proses pendidikan,” katanya kepada Kalteng Pos, Selasa (13/4).
Berkenaan dengan masalah kekurangan guru ini, pemerintah perlu mencari jalan keluar terbaik. FKIP selaku pihak yang mencetak calon-calon guru juga memikirkan nasib anak bangsa 10-20 tahun ke depan.
“Jika kekurangan guru, paling tidak pihak pengambil keputusan harus memikirkan bagaimana nasib bangsa ini 10-20 tahun ke depan kalau tidak ada guru yang memadai secara kuantitas maupun kualitas,” ungkapnya.
Memang, lanjut dia, FKIP setiap periode selalu menghasilkan ratusan calon guru. Namun dalam kenyataannya di lapangan, tidak semua lulusan FKIP menjadi seorang guru. Hal ini pun perlu digali untuk menemukan akar permasalahannya.
“Apabila bicara soal SDM, saya pikir ketika seseorang itu memilih di bidang guru, tentu saja orang itu sudah siap menjadi guru, apalagi kami juga membekali mereka keterampilan untuk menjadi guru,” lanjutnya.
Apabila seorang lulusan FKIP terpaksa menekuni pekerjaan yang tidak sesuai dengan background-nya, maka keadaanlah yang tidak memungkinkan seseorang itu menjadi guru. Misal saja, kendala itu dari segi penerimaan yang berhubungan dengan anggaran pemerintah.
“Lantaran bagaimana pun juga apabila mempekerjakan seorang guru, tentu harus juga memberikan imbalan,” tegasnya.
Ditambahkannya, untuk memenuhi kebutuhan tenaga guru ini, pihaknya berpikir bahwa pemerintah pasti sudah memiliki pertimbangan antara penerimaan guru dan ketersediaan anggaran. Meski demikian, harus dipikirkan juga bagaimana menyiapkan generasi saat ini untuk dapat bersaing di masa yang akan datang.
“Berkenaan perekrutan CPNS yang saat ini dibatasi, tentunya pemerintah sudah memiliki pertimbangan lain,” ucapnya. (abw/nue/ce/ram)