Jumat, November 22, 2024
24.6 C
Palangkaraya

Masjid Pertama di Kota Besi, Tiang dan Kubah Masih Asli

Sebagian besar masjid-masjid tua yang ada di Kotawaringin Timur (Kotim) konstruksi bangunannya telah berubah total. Hanya sedikit yang tetap mempertahankan keaslian konstruksi. Salah satunya Masjid Jami Mawahdahwarahmah.

RUSLI, Sampit

SETELAH mengunjungi Masjid Jami Assalam di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang dan Masjid Syuhada di Kecamatan Baamang, selanjutnya saya (penulsi) menuju Kecamatan Kota Besi untuk melihat langsung salah satu tempat ibadah umat muslim tertua di wilayah tersebut, yakni Masjid Jami Mawahdahwarahmah.

Masjid Jami Mawahddahwarahmah yang berada di Kecamatan Kota Besi menyimpan sejarah panjang syiar Islam di wilayah tersebut. Masjid yang kini berumur 82 tahun itu masih menyisakan beberapa benda bersejarah awal pendirian, seperti kubah dan tiang.

Terletak di tengah permukiman penduduk, keberadaan Masjid Jami Mawahddahwarahmah menjadi kebanggaan warga Kota Besi, khususnya yang tinggal di pinggir Sungai Mentaya. Karena masjid ini sebagai pusat dakwah dan syiar Islam. Masjid ini didirikan pada tahun 1950, bercat hijau di bagian dalam dan luar. Adapun luas bangunan masjid yakni 20×20 meter dan memiliki luas halaman 10×25 meter.

Baca Juga :  Vaksinasi Aman Bagi Ibu Menyusui

Konstruksi awal Masjid Jami Mawahddahwarahmah berupa kayu ulin. Namun setelah dilakukan renovasi beberapa kali, kini bangunan masjid sudah berkonstrukasi beton. Tinggi bangunan mencapai 6 meter lebih dan mampu menampung jemaah kurang lebih 500 orang.

Ketua Badan Amil Masjid Jami Mawahddahwarahmah, Samsir Alam, menyebut bahwa masjid ini awalnya bernama Masjid Jami. Kemudian pada tahun 1985 diberi nama baru oleh Kepala Kantor Urusan Agama dengan sebutan Masjid Jami Mawadahwaramah.

Samsir mengatakan, ide pembangunan masjid tersebut bermula saat kedatangan ulama dari Banjarmasin (Kalsel), yang kala itu mengajarkan ilmu agama dari rumah ke rumah. Karena ingin belajar secara kelompok, maka warga sepakat membangun sebuah madrasah, tempat ulama mengajarkan ilmu agama.

“Cukup lama mandrasah itu digunakan sebagai tempat belajar agama. Dan sampai saat ini mandrasah itu masih ada, tepatnya di samping masjid,” ujar Samsir yang juga menjabat ketua PHBI masjid.

Baca Juga :  Ramadan Nanti Masjid Kubah Kecubung Bisa Digunakan

Dikatakan Samsir, setelah lama belajar agama dari ulama asal Banjarmasin (Kalsel), warga setempat menggelar rapat yang membahas soal keinginan mendirikan masjid. Karena kebetulan pada saat itu tidak ada satu pun masjid di wilayah Kecamatan Kota Besi.

“Masjid ini dibangun secara gotong royong oleh masyarakat, dengan menggunakan dana bantuan dari jemaah salat Jumat,” ungkapnya.

Samsir menyebut, renovasi masjid terutama pada bagian dinding, sudah dilakukan empat kali. Sementara tiang dan kubah masih berupa bangunan asli. Sejauh ini, tambahnya, keberadaan masjid tertua di wilayah Kecamatan Kota Besi tersebut belum pernah diusulkan sebagai cagar budaya.

“Pada saat bulan Ramadan, masjid ini sebagai tempat berbuka puasa bersama. Menu makanan berbuka disediakan oleh warga secara bergantian,” pungkasnya. (*/bersambung/ce/ala/ko)

Sebagian besar masjid-masjid tua yang ada di Kotawaringin Timur (Kotim) konstruksi bangunannya telah berubah total. Hanya sedikit yang tetap mempertahankan keaslian konstruksi. Salah satunya Masjid Jami Mawahdahwarahmah.

RUSLI, Sampit

SETELAH mengunjungi Masjid Jami Assalam di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang dan Masjid Syuhada di Kecamatan Baamang, selanjutnya saya (penulsi) menuju Kecamatan Kota Besi untuk melihat langsung salah satu tempat ibadah umat muslim tertua di wilayah tersebut, yakni Masjid Jami Mawahdahwarahmah.

Masjid Jami Mawahddahwarahmah yang berada di Kecamatan Kota Besi menyimpan sejarah panjang syiar Islam di wilayah tersebut. Masjid yang kini berumur 82 tahun itu masih menyisakan beberapa benda bersejarah awal pendirian, seperti kubah dan tiang.

Terletak di tengah permukiman penduduk, keberadaan Masjid Jami Mawahddahwarahmah menjadi kebanggaan warga Kota Besi, khususnya yang tinggal di pinggir Sungai Mentaya. Karena masjid ini sebagai pusat dakwah dan syiar Islam. Masjid ini didirikan pada tahun 1950, bercat hijau di bagian dalam dan luar. Adapun luas bangunan masjid yakni 20×20 meter dan memiliki luas halaman 10×25 meter.

Baca Juga :  Vaksinasi Aman Bagi Ibu Menyusui

Konstruksi awal Masjid Jami Mawahddahwarahmah berupa kayu ulin. Namun setelah dilakukan renovasi beberapa kali, kini bangunan masjid sudah berkonstrukasi beton. Tinggi bangunan mencapai 6 meter lebih dan mampu menampung jemaah kurang lebih 500 orang.

Ketua Badan Amil Masjid Jami Mawahddahwarahmah, Samsir Alam, menyebut bahwa masjid ini awalnya bernama Masjid Jami. Kemudian pada tahun 1985 diberi nama baru oleh Kepala Kantor Urusan Agama dengan sebutan Masjid Jami Mawadahwaramah.

Samsir mengatakan, ide pembangunan masjid tersebut bermula saat kedatangan ulama dari Banjarmasin (Kalsel), yang kala itu mengajarkan ilmu agama dari rumah ke rumah. Karena ingin belajar secara kelompok, maka warga sepakat membangun sebuah madrasah, tempat ulama mengajarkan ilmu agama.

“Cukup lama mandrasah itu digunakan sebagai tempat belajar agama. Dan sampai saat ini mandrasah itu masih ada, tepatnya di samping masjid,” ujar Samsir yang juga menjabat ketua PHBI masjid.

Baca Juga :  Ramadan Nanti Masjid Kubah Kecubung Bisa Digunakan

Dikatakan Samsir, setelah lama belajar agama dari ulama asal Banjarmasin (Kalsel), warga setempat menggelar rapat yang membahas soal keinginan mendirikan masjid. Karena kebetulan pada saat itu tidak ada satu pun masjid di wilayah Kecamatan Kota Besi.

“Masjid ini dibangun secara gotong royong oleh masyarakat, dengan menggunakan dana bantuan dari jemaah salat Jumat,” ungkapnya.

Samsir menyebut, renovasi masjid terutama pada bagian dinding, sudah dilakukan empat kali. Sementara tiang dan kubah masih berupa bangunan asli. Sejauh ini, tambahnya, keberadaan masjid tertua di wilayah Kecamatan Kota Besi tersebut belum pernah diusulkan sebagai cagar budaya.

“Pada saat bulan Ramadan, masjid ini sebagai tempat berbuka puasa bersama. Menu makanan berbuka disediakan oleh warga secara bergantian,” pungkasnya. (*/bersambung/ce/ala/ko)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/