Sabtu, November 23, 2024
24.3 C
Palangkaraya

Al-Aqsha Dibangun Tahun 1928, Beratapkan Pelepah Nipah

NURHALIZA WAHID, Sukamara

BANGUNAN Masjid Al-Aqsha berdiri megah dengan kubah besar dan empat menara yang tinggi menjulang. Masjid ini terletak di Jalan Cakra Adiwijaya. Berada di tengah permukiman warga. Lokasinya pun tidak jauh dari Sungai Jelai. Konon menurut cerita, berdirinya Masjid Al-Aqsha tidak terlepas dari peran seorang pedagang asal Turki bernama Habib Eben. 

“Habib Eben merupakan warga berkebangsaan Turki. Beliau datang ke Indonesia hingga sampai ke Kabupaten Sukamara,” ucap Ardiansyah selaku marbot Masjid Al-Aqsha saat dibincangi Kalteng Pos, Jumat (15/4).

Kedatangan Habib Eden ke Sukamara, lanjut Ardiansyah, bertujuan untuk berdagang. Karena dahulunya Sungai Jelai menjadi salah satu pusat aktivitas perekonomian, banyak pedagang dari berbagai negara yang masuk melalui jalur Sungai Jelai untuk urusan perdagangan.

Baca Juga :  Ratusan Ribu Jemaah Bakal Memadati Stadion Tuah Pahoe

“Jadi ketika sampai ke Kabupaten Sukamara dari Turki, beliau menjadi salah satu tokoh yang berpartisipasi dalam pembangunan masjid, dan masjid ini (Al-Aqsha) menjadi yang pertama ada di Sukamara,” tutur Ardiansyah.

Pada tahun 1928, lanjut Ardiansyah, tempat ibadah umat Islam ini dibangun dengan ukuran 6 m x 6 m. Siapa sangka, saat ini bangunan masjid itu sudah menjelma menjadi masjid yang megah, indah, dan besar. “Dahulu hanya beratapkan pelepah nipah,” ucapnya.

Seiring bergantinya tahun, persebaran Islam di wilayah pesisir kian pesat. Ruangan masjid tidak mampu lagi menampung banyaknya jemaah yang datang beribadah. Muncul gagasan dari Habib Eben untuk memperluas lagi bangunan masjid.

“Habib Eben waktu itu mengumpulkan orang-orang yang tinggal di tepian Sungai Jelai yang kiranya mampu membangun masjid lebih baik lagi,” ujarnya.

Baca Juga :  Pemalak Bacok Anggota Polda Kalteng

“Sekarang luas bangunan kira-kira 640 meter persegi, dengan kapasitas menampung jemaah 150 hingga 200 orang,” terangnya.

Ardiansyah mengaku, sebelum terjadi pemekaran wilayah (dari Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) menjadi Kabupaten Sukamara) entah sudah berapa kali masjid ini direnovasi. “Kalau soal berapa kali renovasi, saya belum tahu pasti,” bebernya.

Menurut sejarahnya, pemberian nama Al-Aqsa merupakan kesepakatan bersama antara Habib Eben dengan warga setempat. “Jadi penentuan nama masjidnya bukan keinginan pribadi seseorang, tapi merupakan kesepakatan bersama,” tandasnya. (bersambung/ce/ala)

NURHALIZA WAHID, Sukamara

BANGUNAN Masjid Al-Aqsha berdiri megah dengan kubah besar dan empat menara yang tinggi menjulang. Masjid ini terletak di Jalan Cakra Adiwijaya. Berada di tengah permukiman warga. Lokasinya pun tidak jauh dari Sungai Jelai. Konon menurut cerita, berdirinya Masjid Al-Aqsha tidak terlepas dari peran seorang pedagang asal Turki bernama Habib Eben. 

“Habib Eben merupakan warga berkebangsaan Turki. Beliau datang ke Indonesia hingga sampai ke Kabupaten Sukamara,” ucap Ardiansyah selaku marbot Masjid Al-Aqsha saat dibincangi Kalteng Pos, Jumat (15/4).

Kedatangan Habib Eden ke Sukamara, lanjut Ardiansyah, bertujuan untuk berdagang. Karena dahulunya Sungai Jelai menjadi salah satu pusat aktivitas perekonomian, banyak pedagang dari berbagai negara yang masuk melalui jalur Sungai Jelai untuk urusan perdagangan.

Baca Juga :  Ratusan Ribu Jemaah Bakal Memadati Stadion Tuah Pahoe

“Jadi ketika sampai ke Kabupaten Sukamara dari Turki, beliau menjadi salah satu tokoh yang berpartisipasi dalam pembangunan masjid, dan masjid ini (Al-Aqsha) menjadi yang pertama ada di Sukamara,” tutur Ardiansyah.

Pada tahun 1928, lanjut Ardiansyah, tempat ibadah umat Islam ini dibangun dengan ukuran 6 m x 6 m. Siapa sangka, saat ini bangunan masjid itu sudah menjelma menjadi masjid yang megah, indah, dan besar. “Dahulu hanya beratapkan pelepah nipah,” ucapnya.

Seiring bergantinya tahun, persebaran Islam di wilayah pesisir kian pesat. Ruangan masjid tidak mampu lagi menampung banyaknya jemaah yang datang beribadah. Muncul gagasan dari Habib Eben untuk memperluas lagi bangunan masjid.

“Habib Eben waktu itu mengumpulkan orang-orang yang tinggal di tepian Sungai Jelai yang kiranya mampu membangun masjid lebih baik lagi,” ujarnya.

Baca Juga :  Pemalak Bacok Anggota Polda Kalteng

“Sekarang luas bangunan kira-kira 640 meter persegi, dengan kapasitas menampung jemaah 150 hingga 200 orang,” terangnya.

Ardiansyah mengaku, sebelum terjadi pemekaran wilayah (dari Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) menjadi Kabupaten Sukamara) entah sudah berapa kali masjid ini direnovasi. “Kalau soal berapa kali renovasi, saya belum tahu pasti,” bebernya.

Menurut sejarahnya, pemberian nama Al-Aqsa merupakan kesepakatan bersama antara Habib Eben dengan warga setempat. “Jadi penentuan nama masjidnya bukan keinginan pribadi seseorang, tapi merupakan kesepakatan bersama,” tandasnya. (bersambung/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/