Jumat, November 22, 2024
24.6 C
Palangkaraya

Sosok Pekerja Keras dan Penyabar di Mata Istri dan Jemaah

ISABELA, Palangka Raya

TAHUN 2010 lalu, Hasbi tiba di Palangka Raya. Lalu ia mendapat tawaran dari tantenya untuk mendaftar sebagai marbut di Masjid Jami Syuhada. Kala itu masjid yang terletak di tepi jalan menuju tempat wisata Kereng Bangkirai itu belum memiliki marbut.

Saat itu statusnya masih bujang. Tanpa berpikir panjang, pria kelahiran 1987 itu langsung menerima tawaran menjadi pengurus masjid. Awal mengemban amanah, ia digaji Rp700 per bulan. Tak masalah, karena Hasbi juga bisa sambil bekerja sampingan. Kuli bangunan menjadi pilihannya saat itu.

“Menjadi marbut adalah pilihan saya, karena saya di kampung tidak punya pekerjaan tetap dan mengingat saya juga alumnus pondok pesantren, ya setidaknya saya punya modal ilmu untuk bisa diamalkan,” ujarnya saat ditemui Kalteng Pos, beberapa waktu lalu.

Hasbi merupakan lulusan Pondok Pesantren Marsidul Amin, Gambut, Kabupaten Banjar. Di kalangan jemaah maupun istrinya, Hasbi dikenal sebagai sosok yang mudah bergaul, murah senyum, penyabar, dan pekerja keras. Sebagai ganjaran atas pengabdiannya, Hasbi diberangkatkan umroh oleh jemaah masjid pada tahun 2020, tepat sebelum pandemi Covid-19 melanda.

Saat saya (penulis) menjumpainya, pria yang pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Darussalam Martapura itu sedang memungut sampah di sekitar masjid. Menyapu halaman. Dengan senyum ramahnya, Hasbi menyambut kedatangan saya.

Baca Juga :  Bentuk Solidaritas ke Sesama, Astra Agro Gelar Aksi Donor Darah

“Tugas marbut tidak hanya sekadar bersih-bersih lho, ya,” ucapnya sambil tertawa kecil.

“Rutinitas tiap hari saya menyiapkan segala keperluan menjelang salat. Kadang jadi imam salat. Sering juga mengurus persiapan fardhu kifayah atau mengurus jenazah. Kalau memasuki bulan Ramadan seperti sekarang ini, biasanya saya bantu menyiapkan keperluan buka puasa bersama di masjid,” tutur pria berusia 35 tahun ini.

Setelah enam tahun mengemban tugas sebagai marbut, pria asal Palingkau, Kabupaten Pulang Pisau itu meminang Rahimah. Saat itu istrinya berusia 25 tahun. Bergelar sarjana pendidikan, lulusan Universitas Palangka Raya.

Kini keduanya sudah dikaruniai satu anak laki-laki. Usianya baru empat tahun. Namanya Muhammad Syamil Adnan. Keluarga kecil itu tinggal di rumah yang disediakan oleh pengurus masjid. Ditempati mereka sejak 2018 lalu. Berdinding dan beralaskan kayu. Ukurannya 5×12 meter persegi. Ada ruang tamu, satu kamar tidur, toilet, dan dapur. Lokasinya tepat di belakang masjid.

Hasbi bersyukur saat ini ia digaji Rp2 juta per bulan. Untuk menambah pengasilan, Hasbi juga mengajar di Taman Pengajian Al-Qur’an Al-Husna setiap Senin-Kamis, dengan gaji Rp200 ribu per bulan. Ia juga melayani privat mengaji dengan mendatangi para murid dari rumah ke rumah. Tidak ada patokan upah yang harus dibayar para orang tua alias seikhlasnya.

Baca Juga :  Alhamdulillah, Status Tanggap Darurat Banjir Kota Cantik Berakhir

“Alhamdulilah rezeki yang kami dapatkan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menabung untuk masa depan anak,” sebut anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Aspianur  dan Jaminah ini.

“Dulu umrah hanya seorang diri. Saya berdoa semoga suatu waktu nanti bisa ke Tanah Suci lagi bersama istri,” ujarnya.

“Amin,” timpal Raminah, istrinya.

Sang istri pun tak sungkan memuji kebaikan suaminya itu. Murah senyum, sabar, penyayang, dan pekerja keras. “Saya sangat bersyukur memiliki sosok suami seperti beliau, yang mampu menjadi imam yang baik dan ayah yang bisa mendidik terutama ilmu agama kepada saya dan anak kami yang masih kecil,” katanya.

Perempuan 31 tahun itu mengaku mengenal Hasbi pada tahun 2013. Selama masa pengenalan dan pendekatan, ia merasa ada kecocokan. Kemudian Hasbi datang ke rumahnya, berniat untuk menyampaikan keinginan hati meminang.

“Alhamdulillah, langsung direstui orang tua,” ucapnya.

Keluarga dan orang tua Rahimah tidak pernah memandang calon menantu dari latar pekerjaan. Yang penting memiliki pekerjaan halal, pekerja keras, dan punya latar belakang pendidikan agama yang bagus.

“Sebagai ibu rumah tangga, kalau diizinkan suami, saya ingin bekerja lagi,” ujar Rahimah yang mengaku pernah bekerja sebagai konsultan perencanaan dan pelaksana teknis. (ce/ram)

ISABELA, Palangka Raya

TAHUN 2010 lalu, Hasbi tiba di Palangka Raya. Lalu ia mendapat tawaran dari tantenya untuk mendaftar sebagai marbut di Masjid Jami Syuhada. Kala itu masjid yang terletak di tepi jalan menuju tempat wisata Kereng Bangkirai itu belum memiliki marbut.

Saat itu statusnya masih bujang. Tanpa berpikir panjang, pria kelahiran 1987 itu langsung menerima tawaran menjadi pengurus masjid. Awal mengemban amanah, ia digaji Rp700 per bulan. Tak masalah, karena Hasbi juga bisa sambil bekerja sampingan. Kuli bangunan menjadi pilihannya saat itu.

“Menjadi marbut adalah pilihan saya, karena saya di kampung tidak punya pekerjaan tetap dan mengingat saya juga alumnus pondok pesantren, ya setidaknya saya punya modal ilmu untuk bisa diamalkan,” ujarnya saat ditemui Kalteng Pos, beberapa waktu lalu.

Hasbi merupakan lulusan Pondok Pesantren Marsidul Amin, Gambut, Kabupaten Banjar. Di kalangan jemaah maupun istrinya, Hasbi dikenal sebagai sosok yang mudah bergaul, murah senyum, penyabar, dan pekerja keras. Sebagai ganjaran atas pengabdiannya, Hasbi diberangkatkan umroh oleh jemaah masjid pada tahun 2020, tepat sebelum pandemi Covid-19 melanda.

Saat saya (penulis) menjumpainya, pria yang pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Darussalam Martapura itu sedang memungut sampah di sekitar masjid. Menyapu halaman. Dengan senyum ramahnya, Hasbi menyambut kedatangan saya.

Baca Juga :  Bentuk Solidaritas ke Sesama, Astra Agro Gelar Aksi Donor Darah

“Tugas marbut tidak hanya sekadar bersih-bersih lho, ya,” ucapnya sambil tertawa kecil.

“Rutinitas tiap hari saya menyiapkan segala keperluan menjelang salat. Kadang jadi imam salat. Sering juga mengurus persiapan fardhu kifayah atau mengurus jenazah. Kalau memasuki bulan Ramadan seperti sekarang ini, biasanya saya bantu menyiapkan keperluan buka puasa bersama di masjid,” tutur pria berusia 35 tahun ini.

Setelah enam tahun mengemban tugas sebagai marbut, pria asal Palingkau, Kabupaten Pulang Pisau itu meminang Rahimah. Saat itu istrinya berusia 25 tahun. Bergelar sarjana pendidikan, lulusan Universitas Palangka Raya.

Kini keduanya sudah dikaruniai satu anak laki-laki. Usianya baru empat tahun. Namanya Muhammad Syamil Adnan. Keluarga kecil itu tinggal di rumah yang disediakan oleh pengurus masjid. Ditempati mereka sejak 2018 lalu. Berdinding dan beralaskan kayu. Ukurannya 5×12 meter persegi. Ada ruang tamu, satu kamar tidur, toilet, dan dapur. Lokasinya tepat di belakang masjid.

Hasbi bersyukur saat ini ia digaji Rp2 juta per bulan. Untuk menambah pengasilan, Hasbi juga mengajar di Taman Pengajian Al-Qur’an Al-Husna setiap Senin-Kamis, dengan gaji Rp200 ribu per bulan. Ia juga melayani privat mengaji dengan mendatangi para murid dari rumah ke rumah. Tidak ada patokan upah yang harus dibayar para orang tua alias seikhlasnya.

Baca Juga :  Alhamdulillah, Status Tanggap Darurat Banjir Kota Cantik Berakhir

“Alhamdulilah rezeki yang kami dapatkan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menabung untuk masa depan anak,” sebut anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Aspianur  dan Jaminah ini.

“Dulu umrah hanya seorang diri. Saya berdoa semoga suatu waktu nanti bisa ke Tanah Suci lagi bersama istri,” ujarnya.

“Amin,” timpal Raminah, istrinya.

Sang istri pun tak sungkan memuji kebaikan suaminya itu. Murah senyum, sabar, penyayang, dan pekerja keras. “Saya sangat bersyukur memiliki sosok suami seperti beliau, yang mampu menjadi imam yang baik dan ayah yang bisa mendidik terutama ilmu agama kepada saya dan anak kami yang masih kecil,” katanya.

Perempuan 31 tahun itu mengaku mengenal Hasbi pada tahun 2013. Selama masa pengenalan dan pendekatan, ia merasa ada kecocokan. Kemudian Hasbi datang ke rumahnya, berniat untuk menyampaikan keinginan hati meminang.

“Alhamdulillah, langsung direstui orang tua,” ucapnya.

Keluarga dan orang tua Rahimah tidak pernah memandang calon menantu dari latar pekerjaan. Yang penting memiliki pekerjaan halal, pekerja keras, dan punya latar belakang pendidikan agama yang bagus.

“Sebagai ibu rumah tangga, kalau diizinkan suami, saya ingin bekerja lagi,” ujar Rahimah yang mengaku pernah bekerja sebagai konsultan perencanaan dan pelaksana teknis. (ce/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/