JAKARTA – Meski sebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) masih terjadi, namun hal itu diyakini tak mengganggu stok dalam waktu dekat. Ketua Umum Jaringan Pemotongan dan Pedagang Daging Indonesia (Jappdi) Asnawi menuturkan, hingga saat ini belum ada dampak yang dirasakan di sektor penjualan dan pemotongan daging. Sebab, saat ini kasus PMK mayoritas ada di Jatim.
‘’Memang Jatim sebagai (salah satu) pemasok sapi terbesar di Indonesia yang memasok menyebar di wilayah Indonesia, termasuk Jakarta, Banten, dan Jabar. Cuma, kontribusinya tidak besar,’’ ujarnya kepada Jawa Pos (Grup Kalteng Pos), kemarin (12/5).
Asnawi menyebut, pangsa pasar sapi Jatim ada di Kalimantan, Sumatera, Medan, Lampung, Padang, Jambi, dan lainnya. Sedangkan, untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, sapi-sapi yang dipasok harus bersaing dengan pemasok lainnya, terutama pasokan dari impor. ‘’Sehingga, kapasitas jual Jatim kemari (Jakarta dan sekitarnya) tidak terlalu tinggi,’’ jelasnya.
Dia menuturkan, sejak sapi impor masuk tiga dasawarsa lalu, kebutuhan sapi impor untuk wilayah Jabodetabek dan Bandung Raya terus meningkat. Dari sebelumnya 60 persen menjadi 93 persen. Sehingga, mayoritas kebutuhan daging sapi di wilayah tersebut diperoleh dari sapi impor dari Australia.
Artinya, di Jabodetabek hingga saat ini belum ada dampak dari kasus PMK yang terjadi. ‘’Dampaknya baru di Surabaya dan Jatim,’’ imbuhnya.
Terkait dengan momen Idul Adha yang jatuh pada Juli mendatang, Asnawi menyebut kemungkinan akan ada dampak yang dirasakan. Sebab, biasanya akan ada sapi pasokan dari Jatim yang dipasok ke berbagai wilayah.
Namun, kondisi lockdown yang terjadi tentu juga diperhitungkan. ‘’Meski di-lockdown bisa diantisipasi (dapat) sapi dari daerah lain. Kalau dari Jatim itu bisa dapat sapi dari Madura, sapi Madura masuk kategori kebutuhan kurban ke Jabodetabek. Karena dari spek timbang hidupnya masuk kategori nilai jual tinggi,’’ jelasnya.
Asnawi melanjutkan, pada momen kurban, masyarakat cenderung mencari sapi dengan spek harga di bawah Rp 20 juta. Saat ini, spek sapi di bawah Rp 20 juta sangat minim untuk dicari. Kini kisaran harganya ada di Rp 21 – Rp 23 juta.
‘’Itu harga minimal. Di atas itu ya lebih mahal. Bobot hidupnya kisaran 250-300 kg. Mengapa mahal? Karena sekarang juga terjadi kenaikan harga,’’ tuturnya.
Asnawi memerinci, ada kenaikan harga hewan kurban untuk momen Idul Adha tahun ini. Untuk sapi dan kerbau terjadi kenaikan 33 persen, dari harga sebelumnya Rp 60 ribu/kg menjadi Rp 80 ribu/kg. Kemudian untuk domba juga naik 33 persen, dari harga Rp 60 ribu/kg menjadi Rp 80 ribu/kg. Kambing juga terjadi kenaikan 43 persen, dari harga Rp 70 ribu/kg menjadi Rp 100 ribu/kg.
Asnawi menuturkan, untuk momen kurban, sapi impor dari Australia belum termasuk kategori bisa dikurban. Sebab, secara hukum syariat harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan.
‘’Jadi sejauh ini dampak PMK ini belum berdampak. Nanti kemungkinan untuk Idul Adha akan berdampak, tapi dari sisi harga saja. Karena dari sisi pasokan ini cukup. Selain dari Jatim, pasokan juga bisa dari daerah lain kok,’’ jelas Asnawi.
Terkait kondisi ke depan, dia memandang, kondisi PMK masih bisa dikendalikan dengan baik. Sebab, PMK yang terjadi saat ini tidak separah seperti yang terjadi pada tahun 1887 silam.
Dengan langkah-langkah dan edukasi yang telah dilakukan, Asnawi berharap hal itu bisa mempercepat usainya kasus PMK. ‘’Mudah-mudahan tidak terlalu lama bisa selesai kasusnya dan aman kembali,’’ katanya.
Sementara itu, reaksi dari pelaku industri peternakan punya reaksi beragam terhadap perkembangan isu wabah PMK sapi. Ketua Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Segar (PPSDS) Jawa Timur Muthowif, kepanikan belum terjadi di pedagang daging di Surabaya. Hal tersebut dikarenakan pasokan Surabaya kebanyakan datang dari Malang, Probolinggo, dan Madura.
’’Di tingkat RPH sendiri, pemerintah kota sudah mengecek setiap sapi yang ingin dipotong. Dan sampai kemarin malam (11/5), belum ada yang terdampak wabah PMK,’’ paparnya saat dihubungi Jawa Pos kemarin (12/5).
Sampai saat ini, dia merasa bahwa arus pemotongan sapi di Surabaya sendiri masih stabil. Menurutnya, RPH di Surabaya sendiri biasanya memotong 130 ekor per hari. Kondisi tersebut diharapkan bisa bertahan sampai Idul Adha.
Sementara itu, Ketua Kelompok Peternak Sapi Potong Bumi Peternakan Wahyu Utama, Joko Utomo, justru merasakan kepanikan. Pasalnya, anggotanya sudah mulai merasakan hambatan besar. Dia mengaku bahwa pasar hewan Kerek, Tuban, tak beroperasi. Hal tersebut karena pembeli ragu untuk membeli ternak.
’’Padahal, dari dinas peternakan kabupaten sudah memeriksa ternak di sana. Dan semua dinyatakan bebas PMK,’’ paparnya.
Sebagai hasil, dia mengatakan peternak sapi yang sudah berhasil menjual ternaknya selama masa lebaran menolak untuk mengisi kandang mereka. Kebanyakan memilih untuk menyimpan uang mereka sampai wabah mereda.
Joko menegaskan bahwa hal tersebut bisa melahirkan risiko yang besar. Karena dengan berkurangan daging lokal, arus daging impor pastinya semakin kencang. Di saat wabah mereda, peternak yang ingin berusaha lagi pun ragu karena harga mereka bakal jatuh digempur daging impor.
’’Kalau begini, jangan mimpi bisa swasembada daging sapi,’’ tegasnya.
Dia berharap pemerintah bisa bertindak sesuai dengan kondisi. Peternak di wilayah yang memang tidak terdampak seharusnya bisa tetap menyalurkan sapinya dengan beberapa syarat. Misalnya, verifikasi bebas PMK.
Dia menceritakan salah satu kisah dimana order dari manufaktor vetsin hilang. Hal tersebut karena pihak manufaktur meminta ada bukti bahwa sapi lokal milik kelompok Joko bebas PMK. Namun, pemerintah sendiri tak mau memberikan sertifikasi untuk sementara itu. ’’Akhinya, order satu ton daging sapi bulan ini dibatalkan. Kalau begini, nanti rakyat sendiri yang susah,’’ ujarnya.
Sementara itu, Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan kemunculan wabah PMK tidak akan menggangu pasokan hewan ternak untuk Idul Adha. Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjamin, pihaknya sudah mengantisipasi hal tersebut. ”Menghadapi Idul Kurban, semua terantisipasi. Namun tentu, ini membutuhkan kerja sama semua pihak, sehingga semua bisa berjalan sesuai harapan,” ungkapnya.
Terkait pasokan daging, SYL mengatakan, bahwa hingga kini rumah potong hewan (RPH) masih dapat menyerap hewan ternak yang terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK). Dengan catatan, pemotongan hewan terjangkit PMK harus didampingi oleh tenaga kesehatan yang disediakan oleh Kementan. Langkah ini diharapkan dapat mencegah adanya penjualan liar dari pemotngan hewan ternak terjangkit PMK.
Selain itu, Kementan juga tengah melakukan pelatihan tenaga medis hewan untuk menangani wabah PMK. Tenaga medis akan bertugas mengedukasi masyarakat dalam memilah dan memotong ternak yang terjangkit PMK. Sehingga dagingnya bisa dikonsumsi.
Seperti diberitakan sebelumnya, PMK ini tidak menular ke manusia. Kemudian, daging dari hewan terpapar PMK ini masih dapat dikonsumsi. Asal, tidak pada bagian-bagian yang lazim terpapar. Mulai dari mulut, kaki, lidah, bibir, hingga jeroan.
Senada, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Nasrullah memastikan, pasokan ternak untuk Idul Adha masih aman. Tidak akan ada kelangkaan hewan ternak pada momen lebaran haji tersebut. Optimisme tersebut terbangun dari pengalaman sebelum-sebelumnya. Di mana, kebutuhan hewan ternak untuk kurban biasanya hanya mencapai 10-20 persen dari total populasi yang ada. ”InsyaAllah tersedia. Pengalaman-pengalaman sebelumnya hanya 10-20 persen dari populasi yang dipakai,” jelasnya.
Di sisi lain, Kementan juga akan membuat standar operasional prosedur (SOP) khusus mengenai distribusi ternak dari satu daerah ke daerah lain. Dengan harapan, tidak akan terjadi pertukaran kontaminasi PMK. Ditargetkan, detailnya bisa rampung sebelum Idul Adha. ” Mudah-mudahan sebelum Idul Adha kami sudah bisa punya SOP itu. Sehingga masyarakat kaum Muslim bisa melaksanakan kurban dengan aman dan sehat,” pungkasnya. (dee/mia/bil/jpg/ko)