Jumat, November 22, 2024
24.6 C
Palangkaraya

Mandau Pak Sobat Diburu Kolektor

Melihat Geliat UMKM di Palangka Raya Pascapandemi (1)

Mandau merupakan salah satu senjata tradisional yang dimiliki bangsa Indonesia, khusunya di Kalimantan. Sudah sepatutnya kekayaan budaya ini terus dijaga dan diwariskan ke generasi penerus agar tak punah.

*FAUZANNUR, Palangka Raya

SEMBARI duduk bersila di teras rumahnya, PakSobat begitu fokus menganyam rotan pada gagang mandau. Rotan itu dibentuk menyerupai benang nilon. Meski usianya sudah melebihi setengah abad (53 tahun), jari-jarinya masih begitu terampil. Matanya pun masih berfungsi normal. Tak perlu kacamata untuk beraktivitas. Beberapa peralatan seperti jujuk untuk menganyam, kandurut untuk meraut rotan, kikir, hampelas, pahat, langgei atau pisau peraut, dan bor tuner tergeletak di sekitarnya.

Pria yang memiliki nama lengkap Sobat Dewel Sinar itu memang merupakan perajin mandau. Di kediamannya, Gang Krisna IV, Jalan G Obos XXV, Palangka Raya itu ada puluhan mandau terpampang. Mulai dari yang panjangnya 0,5 meter hingga 1,25 meter. Harga jualnya pun bervariasi. Sesuai motif ukiran dan bahan yang digunakan.

Mandau tanpa ukiran pada bagian sarungnya rata-rata dijual Rp800 ribu. Yang berukiran dibanderol Rp5-10 juta. Sedangkan untuk yang ekslusif, bahkan bisa mencapai Rp30 juta.

“Kebanyakan pelanggan yang membeli mandau adalah para kolektor. Bukan untuk menakut-nakuti atau untuk gagah-gagahan, melainkan untuk pajangan di rumah,” ujarnya.

Dalam momen itu, saya (penulis) juga diperlihatkan bentuk mandau yang senilai Rp30 juta itu. Sarungnya terbuat dari kayu jati. Ukirannya bermakna dan penuh kehormatan. Ada tiga tempuser atau ikat tumpang di badan sarung. Ujung atas tempuser perempuan dan di tengah tampuser laki-laki.

Baca Juga :  Vaksinasi Aman Bagi Ibu Menyusui

“Kalau tempuser perempuan mengapit tempuser laki-laki, berarti mandau ini membawa suasa dingin, ramah dan tidak ganas, karena dua tempuser perempuan ini tugasnya mendinginkan yang laki-laki,” beber bapak satu anak itu.

Di mandau juga ada buhul kunci yang terbuat dari rotan bentuk rajahan tiga dimensi, yang berguna untuk ilmu perunduk dan bisa memperlemah lawan. Proses pembuatannya membutuhkan waktu satu bulan. “Saya buat mandau spesial ini ada lima. Empat sudah dibeli kolektor dari Pulau Jawa dan Bali,” sebutnya.

Selain para kolektor dari luar Kalteng, pejabat dari kepolisian maupun TNI juga sering membeli mandau buatannya sebagai kenang-kenangan bertugas di Bumi Tambun Bungai. Meski tak dimungkiri, pembeli dari luar Kalteng memang menjadi pasar yang menarik selama ia bergelut dengan profesinya ini.

Untuk mendapatkan bahan-bahan dasar pembuatan mandau, Pak Sobat tak pernah kesulitan. Besi dipesannya dari Banajrmasin. Kayu jati bisa didapatkan dari mebel. Sementara kayu ulin dan rotan banyak ditemui di Palangka Raya ini.

Keahlian Pak Sobat dalam membuat mandau didapatkannya berkat ilmu yang diajarkan orang tuanya yang juga memiliki profesi yang sama. Sedari kecil ia telah bergumul dengan pembuatan mandau.

Baca Juga :  Dekan Pertanian UPR Jadi Pembicara Pada Kegiatan G20- EDM-CSWG

“Kerajinan ini memang turun-menurun, saya sebagai orang tua juga harus mengajari anak saya kerajinan ini, begitu pula anak saya nanti harus mengajari anaknya (cucu Pak Sobat, red),” tutur pria kelahiran Palangka Raya sembari mengaku bahwa anak semata wayangnya, Krendi Son, juga sudah bisa membuat mandau.

Krendi Son yang sehari-hari bekerja di Kabupaten Lamandau melempar kagum atas keuletan sang ayah dalam menjalani pekerjaan sebagai perajin mandau.

“Ayah saya ini bila bekerja sampai berjam-jam, masih bisa fokus menganyam, kalau saya paling sebentar saja udah capek dan bosan. Saya akui  kefokusan saya masih kurang,” kata Krendi.

Sementara itu, Susiana Petrus Ontoy (istri Pak Sobat) menyebut bahwa suaminya merupakan sosok pekerja keras dalam menghidupi keluarga. Dengan menekuni profesi sebagai perajin mandau sejak 2004 lalu, penghasilan suaminya bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Semangat dan keuletan Pak Sobat sebagai perajin mandau dapat dicontohi. Peninggalan nenek moyang harus diteruskan. Jangan sampai hilang. Jika tidak ada yang menjadi penerus, ke depannya hanya akan menjadi sebuah kisah.

“Saya sebagai ibu rumah tangga hanya bisa mendukung suami sebagai perajin mandau. Dengan pekerjaan seperti itu, suami saya bisa menafkahi kami sekeluarga hingga sekarang ini,” tutupnya. (bersambung/ce/ram/ko)

Melihat Geliat UMKM di Palangka Raya Pascapandemi (1)

Mandau merupakan salah satu senjata tradisional yang dimiliki bangsa Indonesia, khusunya di Kalimantan. Sudah sepatutnya kekayaan budaya ini terus dijaga dan diwariskan ke generasi penerus agar tak punah.

*FAUZANNUR, Palangka Raya

SEMBARI duduk bersila di teras rumahnya, PakSobat begitu fokus menganyam rotan pada gagang mandau. Rotan itu dibentuk menyerupai benang nilon. Meski usianya sudah melebihi setengah abad (53 tahun), jari-jarinya masih begitu terampil. Matanya pun masih berfungsi normal. Tak perlu kacamata untuk beraktivitas. Beberapa peralatan seperti jujuk untuk menganyam, kandurut untuk meraut rotan, kikir, hampelas, pahat, langgei atau pisau peraut, dan bor tuner tergeletak di sekitarnya.

Pria yang memiliki nama lengkap Sobat Dewel Sinar itu memang merupakan perajin mandau. Di kediamannya, Gang Krisna IV, Jalan G Obos XXV, Palangka Raya itu ada puluhan mandau terpampang. Mulai dari yang panjangnya 0,5 meter hingga 1,25 meter. Harga jualnya pun bervariasi. Sesuai motif ukiran dan bahan yang digunakan.

Mandau tanpa ukiran pada bagian sarungnya rata-rata dijual Rp800 ribu. Yang berukiran dibanderol Rp5-10 juta. Sedangkan untuk yang ekslusif, bahkan bisa mencapai Rp30 juta.

“Kebanyakan pelanggan yang membeli mandau adalah para kolektor. Bukan untuk menakut-nakuti atau untuk gagah-gagahan, melainkan untuk pajangan di rumah,” ujarnya.

Dalam momen itu, saya (penulis) juga diperlihatkan bentuk mandau yang senilai Rp30 juta itu. Sarungnya terbuat dari kayu jati. Ukirannya bermakna dan penuh kehormatan. Ada tiga tempuser atau ikat tumpang di badan sarung. Ujung atas tempuser perempuan dan di tengah tampuser laki-laki.

Baca Juga :  Vaksinasi Aman Bagi Ibu Menyusui

“Kalau tempuser perempuan mengapit tempuser laki-laki, berarti mandau ini membawa suasa dingin, ramah dan tidak ganas, karena dua tempuser perempuan ini tugasnya mendinginkan yang laki-laki,” beber bapak satu anak itu.

Di mandau juga ada buhul kunci yang terbuat dari rotan bentuk rajahan tiga dimensi, yang berguna untuk ilmu perunduk dan bisa memperlemah lawan. Proses pembuatannya membutuhkan waktu satu bulan. “Saya buat mandau spesial ini ada lima. Empat sudah dibeli kolektor dari Pulau Jawa dan Bali,” sebutnya.

Selain para kolektor dari luar Kalteng, pejabat dari kepolisian maupun TNI juga sering membeli mandau buatannya sebagai kenang-kenangan bertugas di Bumi Tambun Bungai. Meski tak dimungkiri, pembeli dari luar Kalteng memang menjadi pasar yang menarik selama ia bergelut dengan profesinya ini.

Untuk mendapatkan bahan-bahan dasar pembuatan mandau, Pak Sobat tak pernah kesulitan. Besi dipesannya dari Banajrmasin. Kayu jati bisa didapatkan dari mebel. Sementara kayu ulin dan rotan banyak ditemui di Palangka Raya ini.

Keahlian Pak Sobat dalam membuat mandau didapatkannya berkat ilmu yang diajarkan orang tuanya yang juga memiliki profesi yang sama. Sedari kecil ia telah bergumul dengan pembuatan mandau.

Baca Juga :  Dekan Pertanian UPR Jadi Pembicara Pada Kegiatan G20- EDM-CSWG

“Kerajinan ini memang turun-menurun, saya sebagai orang tua juga harus mengajari anak saya kerajinan ini, begitu pula anak saya nanti harus mengajari anaknya (cucu Pak Sobat, red),” tutur pria kelahiran Palangka Raya sembari mengaku bahwa anak semata wayangnya, Krendi Son, juga sudah bisa membuat mandau.

Krendi Son yang sehari-hari bekerja di Kabupaten Lamandau melempar kagum atas keuletan sang ayah dalam menjalani pekerjaan sebagai perajin mandau.

“Ayah saya ini bila bekerja sampai berjam-jam, masih bisa fokus menganyam, kalau saya paling sebentar saja udah capek dan bosan. Saya akui  kefokusan saya masih kurang,” kata Krendi.

Sementara itu, Susiana Petrus Ontoy (istri Pak Sobat) menyebut bahwa suaminya merupakan sosok pekerja keras dalam menghidupi keluarga. Dengan menekuni profesi sebagai perajin mandau sejak 2004 lalu, penghasilan suaminya bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Semangat dan keuletan Pak Sobat sebagai perajin mandau dapat dicontohi. Peninggalan nenek moyang harus diteruskan. Jangan sampai hilang. Jika tidak ada yang menjadi penerus, ke depannya hanya akan menjadi sebuah kisah.

“Saya sebagai ibu rumah tangga hanya bisa mendukung suami sebagai perajin mandau. Dengan pekerjaan seperti itu, suami saya bisa menafkahi kami sekeluarga hingga sekarang ini,” tutupnya. (bersambung/ce/ram/ko)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/