Jumat, November 22, 2024
30.8 C
Palangkaraya

Ketum FIDN: Beda Pendapat Boleh, Asal Jangan Tendensius

PALANGKA RAYA-Ketua Umum Forum Intelektual Dayak Nasional (FIDN) Dr Yovinus MSi menilai dinamika yang terjadi di Universitas Palangka Raya (UPR) saat ini hal biasa sebagai bentuk kebebasan menyampaikan pendapat dan opini secara demokratis. Berbagai persepsi dan beda pendapat hal yang wajar selama dilakukan secara bermartabat dan menjunjungi tinggi asas-asas intelektualitas.

“Perbedaan pendapat, dengan mengedepankan logika, integritas keilmuan serta objektivitas dalam berfikir, adalah hal wajar. Asal jangan bersikap tendensius atau mendeskriditkan pihak lain apalagi terhadap tokoh yang dihormati secara luas karena peran dan jasanya bagi perkembangan pembangunan keilmuan dan sumberdaya manusia di Pulau Kalimantan,” ujar Yovinus

ebagai akademisi, seharusnya bisa menyelesaikan setiap persoalan dengan menjunjung tinggi integritas keilmuan. Dimana logika dan ilmu harus bersatu dengan kebijaksanaan serta mengedepankan prinsip-prinsip musyawarah mufakat sesuai dengan prinsip – prinsip  Huma Betang  yang menjadi filosofi luhur Bangsa Dayak di Seluruh Pulau Kalimantan dan dunia

Baca Juga :  DPKUKMP Kota Gelar Pelatihan Manajerial Pengurus Koperasi

Bagi Yovinus, politik kampus adalah politik Ilmu Pengetahuan dan bukan politik kekuasaan. Namun melihat apa yang terjadi dia menyimpulkan bahwa persoalan ini memiliki tendensi menjatuhkan reputasi seseorang  atas nama peraturan dan perundang – undangan. Melanggar prinsip – prinsip musyawarah mufakat untuk menyelesaikan setiap persoalan yang seharusnya dapat diselesaikan secara internal.

Dia mengingatkan adalah istilah diskresi tertentu dalam penyelenggaraan sebuah sistem administrasi. Dimana seorang pimpinan memiliki kewenangan untuk menerjemahkan sebuah aturan dalam situasi – situasi tertentu ketika adanya opsi yang diberikan, tidak diatur secara teknis, tidak lengkap/tidak jelas, ataupun ketika terjadi stagnasi dalam penyelenggaraan administrasi kepemerintahan termasuk dalam institusi kependidikan.

“Adapun jika ada kekurangan atau kekeliruan yang mungkin dapat saja dilakukan dalam menafsirkan atau dalam implementasinya, tentu hal yang wajar sebagai manusia biasa. Berdasarkan konȀ rmasi yang kami peroleh dari saudara Dr Andrie Elia, kami memahami posisinya selaku seorang pimpinan yang berupaya untuk mengangkat institusi yang dipimpinnya agar menjadi maju dan sejajar dengan institusi lain di Indonesia,” ujar Yovinus. (sma/ko)

Baca Juga :  Prakerin SMK Muhammadiyah, Siapkan PD Masuk Dunia Kerja

PALANGKA RAYA-Ketua Umum Forum Intelektual Dayak Nasional (FIDN) Dr Yovinus MSi menilai dinamika yang terjadi di Universitas Palangka Raya (UPR) saat ini hal biasa sebagai bentuk kebebasan menyampaikan pendapat dan opini secara demokratis. Berbagai persepsi dan beda pendapat hal yang wajar selama dilakukan secara bermartabat dan menjunjungi tinggi asas-asas intelektualitas.

“Perbedaan pendapat, dengan mengedepankan logika, integritas keilmuan serta objektivitas dalam berfikir, adalah hal wajar. Asal jangan bersikap tendensius atau mendeskriditkan pihak lain apalagi terhadap tokoh yang dihormati secara luas karena peran dan jasanya bagi perkembangan pembangunan keilmuan dan sumberdaya manusia di Pulau Kalimantan,” ujar Yovinus

ebagai akademisi, seharusnya bisa menyelesaikan setiap persoalan dengan menjunjung tinggi integritas keilmuan. Dimana logika dan ilmu harus bersatu dengan kebijaksanaan serta mengedepankan prinsip-prinsip musyawarah mufakat sesuai dengan prinsip – prinsip  Huma Betang  yang menjadi filosofi luhur Bangsa Dayak di Seluruh Pulau Kalimantan dan dunia

Baca Juga :  DPKUKMP Kota Gelar Pelatihan Manajerial Pengurus Koperasi

Bagi Yovinus, politik kampus adalah politik Ilmu Pengetahuan dan bukan politik kekuasaan. Namun melihat apa yang terjadi dia menyimpulkan bahwa persoalan ini memiliki tendensi menjatuhkan reputasi seseorang  atas nama peraturan dan perundang – undangan. Melanggar prinsip – prinsip musyawarah mufakat untuk menyelesaikan setiap persoalan yang seharusnya dapat diselesaikan secara internal.

Dia mengingatkan adalah istilah diskresi tertentu dalam penyelenggaraan sebuah sistem administrasi. Dimana seorang pimpinan memiliki kewenangan untuk menerjemahkan sebuah aturan dalam situasi – situasi tertentu ketika adanya opsi yang diberikan, tidak diatur secara teknis, tidak lengkap/tidak jelas, ataupun ketika terjadi stagnasi dalam penyelenggaraan administrasi kepemerintahan termasuk dalam institusi kependidikan.

“Adapun jika ada kekurangan atau kekeliruan yang mungkin dapat saja dilakukan dalam menafsirkan atau dalam implementasinya, tentu hal yang wajar sebagai manusia biasa. Berdasarkan konȀ rmasi yang kami peroleh dari saudara Dr Andrie Elia, kami memahami posisinya selaku seorang pimpinan yang berupaya untuk mengangkat institusi yang dipimpinnya agar menjadi maju dan sejajar dengan institusi lain di Indonesia,” ujar Yovinus. (sma/ko)

Baca Juga :  Prakerin SMK Muhammadiyah, Siapkan PD Masuk Dunia Kerja

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/