Tak banyak yang tahu bahwa kawasan cagar budaya Masjid Kiai Gede sebenarnya memiliki dua bangunan utama yang menjadi satu kesatuaan. Ada bangunan masjid sebagai tempat ibadah dan bangunan balai pertemuan (pendopo) untuk mensyiarkan Islam.
RUSLAN, Pangkalan Bun
BALAI pertemuan terletak di belakang Masjid Kiai Gede. Bangunannya menjadi satu kesatuaan alias tidak terpisahkan dengan bangunan masjid. Inilah yang kemudian memunculkan anggapan bahwa selain digunakan untuk syiar Islam, balai ini juga digunakan sebagai ruang tambahan untuk menampung jemaah yang datang beribadah. Terutama pada momen tertentu seperti salat jumat maupun ibadah pada hari besar Islam.
Tak jauh beda dengan bangunan Masjid Kiai Gede, balai dibangun dengan berbahan dasar kayu ulin. Hanya saja bagian tengah balai lebih lapang dan sedikit tiang, sehingga terlihat lebih luas. Sementara bangunan masjid di depannyan memiliki 36 tiang penyangga ulin berbentuk bulat besar.
Bangunan balai ini memiliki panjang 7,27 meter, lebar 6,03 meter, dan tinggi mencapai 10 meter. Bangunan ini juga dilengkapi dengan dua pintu masuk yang berada di sisi utara dan selatan.
Ketua Pengurus Masjid Kiai Gede, Muhammad Padli mengatakan, keberadaan balai ini mempunyai peran strategis dan sangat penting dalam sejarah perkembangan Islam pada masa itu. Selain digunakan untuk tempat ibadah, fungsi lain dari balai ini yakni sebagai tempat pertemuan serta membahas seputar syiar Islam maupun terkait perkembangan isu yang menyangkut Kesultanan Kutarangin kala itu.
“Pada hari-hari tertentu, balai ini dahulunya digunakan sebagai tempat musyawarah maupun dakwah antara para ulama dengan masyarakat,” kata Muhammad Padli kepada Kalteng Pos.
Sedangkan untuk hari-hari biasa, balai biasanya digunakan sebagai ruang pertemuan petinggi kerajaan. Biasaya selepas salat jemaah mereka akan bekumpul di balai pertemuan tersebut untuk dialog maupun bersantai selepas ibadah di masjid.
Meski di beberapa bagian bangunan pendopo sudah rusak akibat termakan usia, tapi hingga saat ini balai masjid ini masih layak digunakan untuk keperluan ibadah sehari-hari maupun tempat pembahasan atau musyawarah di lingkungan warga Kecamatan Kotawaringin Lama.
“Balai ini masih digunakan sebagai tempat pertemuan warga Kecamatan Kotawaringin Lama, terutama untuk membahas permasalahan di lingkungan tempat tinggal warga sekitar, rapat RT, maupun kegiatan musyawarah lainnya,” pungkasnya. (bersambung/ce/ala)