Jumat, November 22, 2024
25.1 C
Palangkaraya

Sidang Tipikor DAK Disdikpora Ditunda

PALANGKA RAYA– Pembacaan putusan sela perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) dana alokasi khusus (DAK) pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Gunung Mas (Gumas) ditunda. Penundaan itu lantaran amar putusan sela yang akan dibacakan dalam persidangan belum siap. Sejatinya putusan tersebut dibacakan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (3/112022).

Kasus tipikor ini menjerat tiga terdakwa. Mereka adalah Esra selaku mantan Kadisdikpora Gumas, Wandra selaku mantan Kepala Bidang Pendidikan dan Pembinaan Ketenagaan, serta Imanuel Nopri selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan. Ketiga terdakwa yang terjerat perkara ini hadir di ruang persidangan kemarin. Namun tak sampai 10 menit sidang berjalan, majelis hakim Pengadilan Tipikor Palangka Raya memutuskan untuk menunda sidang kasus dugaan korupsi penyelewengan anggaran DAK fisik subbidang SMPN pada Disdikpora Kabupaten Gumas tahun anggaran 2020 itu. Sidang kasus ini rencananya akan digelar kembali pada Senin (7/11/2022). Ketiga terdakwa pun langsung meninggalkan ruang sidang usai ketukan palu majelis hakim.

Penundaan dilakukan lantaran majelis hakim belum selesai bermusyawarah untuk memberikan putusan sela. Seharusnya agenda persidangan kemarin akan menjadi penentuan, apakah perkara kasus korupsi yang menyeret ketiga terdakwa itu akan berlanjut ke tahap sidang pembuktian ataukah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) ditolak majelis hakim. Majelis hakim justru memutuskan untuk membacakan amar putusan sela.

“Majelis hakim belum selesai bermusyawarah untuk memberikan putusan sela. Jadwal putusan selanya akan dimulai lagi pada hari Senin mendatang, tanggal 7 November, sekitar pukul 11.00 WIB,” ucap Achmad Peten Sili SH selaku ketua majelis hakim.

Sebelum menutup sidang, ketua majelis hakim meminta agar ketiga terdakwa untuk hadir kembali pada persidangan pembacaan putusan sela pekan depan. “Para terdakwa didampingi oleh penasihat hukum diharapkan tetap hadir kembali di ruang sidang ini pada sidang berikut,” tandasnya.

Baca Juga :  Percepat Vaksinasi Covid-19, Kapolda Kalteng Kembali Targetkan 1.000 Dosis di Palangka Raya

Seperti diketahui pada sidang sebelumnya, jaksa penuntut dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Gumas meminta kepada majelis hakim untuk menolak eksepsi yang diajukan terdakwa.

“Kami memohon kepada pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Palangka Raya Kelas IA yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memberikan putusan sela, menolak permohonan eksepsi yang diajukan oleh terdakwa Esra, Wandra, dan Imanuel Nopri yang disampaikan melalui penasihat hukumnya,” kata jaksa Hadiarto SH saat membacakan nota tanggapan jaksa penuntut kala itu.

Hadiarto menyebut, sejumlah alasan dalam eksepsi yang diajukan pihak penasihat hukum terdakwa tidak cukup kuat untuk menjadi dasar meminta majelis hakim membatalkan surat dakwaan.

Sebelumnya di dalam eksepsi yang diajukan oleh pihak tim penasihat hukum para terdakwa yang terdiri dari Pua Hardinata SH, Lukas Possy SH, dan Tukas Bintang SH menyebut terdapat kesalahan fatal terkait cacat formil dalam dakwaan jaksa. Alasan utamanya, dalam dakwaan kepada ketiga terdakwa tersebut terdapat kesalahan penulisan (pengetikan) menyangkut uraian pasal dan ayat terkait kompetensi atau kewenangan dari pihak yang berhak mengadili perkara ini. Tim penasihat hukum terdakwa menyebut bahwa dalam surat dakwaan, jaksa penuntut menulis bahwa yang berwenang mengadili perkara korupsi ini adalah Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Padahal menurut penasihat hukum, locus delicti atau tempat terjadinya peristiwa pidana dari perkara korupsi ini serta tempat tinggal para terdakwa di Kalteng. Karena itu, seharusnya yang berhak memeriksa dan mengadili perkara korupsi ini adalah Pengadilan Tipikor Palangka Raya.

Seperti diketahui dalam nota dakwaan JPU, terdakwa Esra, Wandra, dan Imanuel Nopri didakwa dengan tuduhan bersama-sama melakukan korupsi atas dana alokasi khusus (DAK) fisik dari Kementerian Keuangan untuk pembangunan prasarana fisik sekolah menengah pertama negeri (SMPN) di Kabupaten Gumas tahun anggaran 2020.

Baca Juga :  Ahli: Tipikor Disdik Gumas Masuk Ranah Hukum Administrasi

Tahun itu sebanyak 28 SMPN memperoleh DAK fisik yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sekitar Rp16,448 miliar. Semestinya para terdakwa tahu bahwa pemanfaatan DAK fisik itu untuk pembangunan SMPN dan dilakukan secara swakelola oleh pihak sekolah. Namun terdakwa Esra justru mengatakan bahwa pemanfaatan dana dapat dilakukan dengan menunjuk para kepala tukang sebagai pihak ketiga yang melaksanakan pembangunan.

Mengikuti perkataan Esra, terdakwa Wandra dan Imanuel Nopri kemudian membuat daftar nama orang-orang yang akan ditunjuk untuk mengerjakan bangunan SMPN penerima DAK fisik tahun anggaran 2020 itu. Wandra dan Nopri kemudian menyerahkan daftar nama kepala tukang kepada para kepala SMPN penerima DAK fisik.

“Para kepala sekolah itu tidak berani mempertentangkan apa yang disampaikan oleh Imanuel Nopri dan Wandra yang merupakan pejabat di Kantor Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Gumas. Bahkan yang menentang diancam akan dicopot dari jabatan dan dipindahtugaskan,” beber jaksa Hadiarto.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa ketiga terdakwa ikut menikmati uang yang disebut sebagai komitmen fee yang diberikan oleh pihak kepala SMPN penerima dana. Jumlah uang yang diterima para terdakwa cukup fantastis nilainya, yakni mencapai Rp1,2 miliar.

Ketiga terdakwa diancam dengan dakwaan primair atau primer yakni secara bersama-sama melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. (dan/ce/ala)

PALANGKA RAYA– Pembacaan putusan sela perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) dana alokasi khusus (DAK) pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Gunung Mas (Gumas) ditunda. Penundaan itu lantaran amar putusan sela yang akan dibacakan dalam persidangan belum siap. Sejatinya putusan tersebut dibacakan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (3/112022).

Kasus tipikor ini menjerat tiga terdakwa. Mereka adalah Esra selaku mantan Kadisdikpora Gumas, Wandra selaku mantan Kepala Bidang Pendidikan dan Pembinaan Ketenagaan, serta Imanuel Nopri selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan. Ketiga terdakwa yang terjerat perkara ini hadir di ruang persidangan kemarin. Namun tak sampai 10 menit sidang berjalan, majelis hakim Pengadilan Tipikor Palangka Raya memutuskan untuk menunda sidang kasus dugaan korupsi penyelewengan anggaran DAK fisik subbidang SMPN pada Disdikpora Kabupaten Gumas tahun anggaran 2020 itu. Sidang kasus ini rencananya akan digelar kembali pada Senin (7/11/2022). Ketiga terdakwa pun langsung meninggalkan ruang sidang usai ketukan palu majelis hakim.

Penundaan dilakukan lantaran majelis hakim belum selesai bermusyawarah untuk memberikan putusan sela. Seharusnya agenda persidangan kemarin akan menjadi penentuan, apakah perkara kasus korupsi yang menyeret ketiga terdakwa itu akan berlanjut ke tahap sidang pembuktian ataukah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) ditolak majelis hakim. Majelis hakim justru memutuskan untuk membacakan amar putusan sela.

“Majelis hakim belum selesai bermusyawarah untuk memberikan putusan sela. Jadwal putusan selanya akan dimulai lagi pada hari Senin mendatang, tanggal 7 November, sekitar pukul 11.00 WIB,” ucap Achmad Peten Sili SH selaku ketua majelis hakim.

Sebelum menutup sidang, ketua majelis hakim meminta agar ketiga terdakwa untuk hadir kembali pada persidangan pembacaan putusan sela pekan depan. “Para terdakwa didampingi oleh penasihat hukum diharapkan tetap hadir kembali di ruang sidang ini pada sidang berikut,” tandasnya.

Baca Juga :  Percepat Vaksinasi Covid-19, Kapolda Kalteng Kembali Targetkan 1.000 Dosis di Palangka Raya

Seperti diketahui pada sidang sebelumnya, jaksa penuntut dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Gumas meminta kepada majelis hakim untuk menolak eksepsi yang diajukan terdakwa.

“Kami memohon kepada pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Palangka Raya Kelas IA yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memberikan putusan sela, menolak permohonan eksepsi yang diajukan oleh terdakwa Esra, Wandra, dan Imanuel Nopri yang disampaikan melalui penasihat hukumnya,” kata jaksa Hadiarto SH saat membacakan nota tanggapan jaksa penuntut kala itu.

Hadiarto menyebut, sejumlah alasan dalam eksepsi yang diajukan pihak penasihat hukum terdakwa tidak cukup kuat untuk menjadi dasar meminta majelis hakim membatalkan surat dakwaan.

Sebelumnya di dalam eksepsi yang diajukan oleh pihak tim penasihat hukum para terdakwa yang terdiri dari Pua Hardinata SH, Lukas Possy SH, dan Tukas Bintang SH menyebut terdapat kesalahan fatal terkait cacat formil dalam dakwaan jaksa. Alasan utamanya, dalam dakwaan kepada ketiga terdakwa tersebut terdapat kesalahan penulisan (pengetikan) menyangkut uraian pasal dan ayat terkait kompetensi atau kewenangan dari pihak yang berhak mengadili perkara ini. Tim penasihat hukum terdakwa menyebut bahwa dalam surat dakwaan, jaksa penuntut menulis bahwa yang berwenang mengadili perkara korupsi ini adalah Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Padahal menurut penasihat hukum, locus delicti atau tempat terjadinya peristiwa pidana dari perkara korupsi ini serta tempat tinggal para terdakwa di Kalteng. Karena itu, seharusnya yang berhak memeriksa dan mengadili perkara korupsi ini adalah Pengadilan Tipikor Palangka Raya.

Seperti diketahui dalam nota dakwaan JPU, terdakwa Esra, Wandra, dan Imanuel Nopri didakwa dengan tuduhan bersama-sama melakukan korupsi atas dana alokasi khusus (DAK) fisik dari Kementerian Keuangan untuk pembangunan prasarana fisik sekolah menengah pertama negeri (SMPN) di Kabupaten Gumas tahun anggaran 2020.

Baca Juga :  Ahli: Tipikor Disdik Gumas Masuk Ranah Hukum Administrasi

Tahun itu sebanyak 28 SMPN memperoleh DAK fisik yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sekitar Rp16,448 miliar. Semestinya para terdakwa tahu bahwa pemanfaatan DAK fisik itu untuk pembangunan SMPN dan dilakukan secara swakelola oleh pihak sekolah. Namun terdakwa Esra justru mengatakan bahwa pemanfaatan dana dapat dilakukan dengan menunjuk para kepala tukang sebagai pihak ketiga yang melaksanakan pembangunan.

Mengikuti perkataan Esra, terdakwa Wandra dan Imanuel Nopri kemudian membuat daftar nama orang-orang yang akan ditunjuk untuk mengerjakan bangunan SMPN penerima DAK fisik tahun anggaran 2020 itu. Wandra dan Nopri kemudian menyerahkan daftar nama kepala tukang kepada para kepala SMPN penerima DAK fisik.

“Para kepala sekolah itu tidak berani mempertentangkan apa yang disampaikan oleh Imanuel Nopri dan Wandra yang merupakan pejabat di Kantor Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Gumas. Bahkan yang menentang diancam akan dicopot dari jabatan dan dipindahtugaskan,” beber jaksa Hadiarto.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa ketiga terdakwa ikut menikmati uang yang disebut sebagai komitmen fee yang diberikan oleh pihak kepala SMPN penerima dana. Jumlah uang yang diterima para terdakwa cukup fantastis nilainya, yakni mencapai Rp1,2 miliar.

Ketiga terdakwa diancam dengan dakwaan primair atau primer yakni secara bersama-sama melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. (dan/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/