Jumat, November 22, 2024
31.2 C
Palangkaraya

Kelotok Dinas Terbalik, Bingung Mencari Transportasi Pengganti

Kelurahan Danau Tundai, salah satu wilayah yang masih terisolir di Kota Palangka Raya. Kelotok menjadi satu-satunya transportasi utama bagi warga maupun para abdi negara menuju kelurahan yang masuk Kecamatan Sebagau tersebut. Sehingga kecelakaan kelotok sudah menjadi hal yang biasa ketika berangkat maupun pulang bekerja.

AKHMAD DHANI, Palangka Raya

PERJALANAN menuju wilayah Danau Tundai cukup melelahkan. Dari Kota Palangka Raya tidak ada akses jalur darat. Transportasi sungai menjadi moda transportasi yang digunakan untuk menjangkau daerah tersebut. Sebagian abdi negara, terutama guru-guru yang berdinasi di SDN Danau Tundai tidak semuanya bermukim di Danau Tundai. Alhasil, setiap hari kerja mereka rela pergi dan pulang (PP) menggunakan kelotok melalui jalur sungai.

Namun, nahas dialami oleh sekelompok guru SDN Danau Tundai. Selasa (8/11/2022) mereka mengalami kecelakaan. Kelotok dinas yang setia mengantar mereka ke tempat kerja terbalik. Kejadian tersebut ketika Rohmadi bersama lima rekannya sesame pengajar ingin pulang ke Kota Palangka Raya. Dari jauh keluh Rohmadi begitu terdengar. Kecelakaan transportasi air yang menimpa ia bersama lima orang rekannya begitu menegangkan. Kelotok terbalik menyebabkan seluruh awak ikut terjatuh ke sungai.

Dituturkan Rohmadi, kelotok itu terbalik usai menimpa sebuah kayu yang biasa larut di sungai. Beruntung dalam kejadian itu tak ada korban jiwa atau luka serius. Meski demikian, kelotok mereka mengalami kerusakan cukup parah, sehingga perlu perbaikan yang cukup banyak dan tak murah. Sedangkan kelotok yang rusak itu merupakan fasilitas satu-satunya yang mereka miliki untuk pulang-pergi ke sekolah.

Kelotok tersebut merupakan kelotok baru berumur dua tahun namun kondisi kayu sudah lapuk karena sangat sering dipakai. Maklum, kelotok satu-satunya. Hasil dana BOS afirmasi yang dikucurkan untuk membeli kelotok. Kehancurkan satu-satunya kelotok itu membuat mereka bingung mencari dana ke mana untuk membeli kelotok pengganti.

Kelotok itu pun diupayakan mereka untuk dapat diperbaiki dalam beberapa waktu sehingga sebagian aktivitas belajar di sekolah yang mereka ampu, SD Negeri Danau Tundai, dapat terhenti selama beberapa waktu karena sebagian guru tidak bisa hadir ke sekolah.

“Tadi kami sudah menyerahkan ke tukang baiki jukung untuk mengganti bagian kelotok kami yang sudah rusak itu dengan mengganti papan yang lapuk itu dengan yang baru, kami minta ganti gimana caranya bisa baik lagi, karena ke depannya kami mau tidak mau memerlukan itu, kalau besok kemungkinan kami tidak bisa turun karena transportasi kami satu-satunya, kelotok tadi, rusak,” bebernya kepada Kalteng Pos, Selasa (8/11/2022).

Baca Juga :  Tujuh Tahun Berstatus Institut, Segera Naik Kelas Jadi UIN

Permasalahan kelotok rusak itu merupakan segelintir permasalahan yang mereka hadapi selama mengajar di pelosok, pria yang sudah bertahun-tahun mengajar di pelosok itu pun menuturkan selama ini mereka sudah sering mengalami kelotok kejatuhan. Ia pribadi sudah tiga kali mengalami kejatuhan dari kelotok sehingga pengalaman tersebut menjadi hal biasa baginya. Tetapi apabila kelotok tersebut terbalik dan rusak, akan menjadi masalah yang besar. Kelotok yang rusak itu akan menjadi hambatan terbesar bagi mereka mengingat kelotok tersebut merupakan transportasi air satu-satunya untuk berangkat menuju sekolah sehingga akan mengganggu proses belajar mengajar apabila tidak ada kelotok tersebut.

Persoalan mengenai dana perbaikan kelotok itu memang menguras besar dana yang mereka miliki. Dana perbaikan berasal dari dana pribadi mereka bersama guru-guru satu sekolah. “Kami dana swadaya saja karena dari pihak dinas sendiri tidak ada mengucurkan dana khusus, bingung cari sumber dana dari mana, kalau kelamaan cari dana bagaimana dengan aktivitas belajar,” ucapnya.

“Makanya kami dari dana swadaya saja,” tambahnya.

Memang, dana perbaikan kelotok itu sangat menguras dana pribadi para guru-guru. Kendati demikian, tak hanya persoalan mengenai sumber dana perbaikan kelotok yang tak murah, sumber dana untuk pemeliharaan dan operasional kelotok sehari-hari selama ini pun menggunakan dana pribadi mereka. Hal itulah yang sangat dikeluhkan oleh Rohmadi dan kawan-kawannya selama mengajar di pelosok.

Dahulu, di zaman wali kota sebelumnya, Rohmadi mengaku mereka yang mengajar di pelosok diberikan insentif oleh pemerintah. Program itu diwujudkan dengan pemberian uang transprotasi bagi para pegawai yang bekerja di jalur sungai, tak terkecuali pegawai bidang pendidikan seperti Rohmadi.

Sekarang, Rohmadi mengaku, program pemberian insentif itu raib dengan alasan pandemi sejak awal pandemi lalu. Karena masalah itulah operasional sehari-hari kelotok seperti untuk membeli sumber bahan bakar kelotok itu menggunakan uang dari gaji para guru di sana. Pemeliharaan tidak dapat dilakukan maksimal karena anggaran dana terbatas sehingga hanya berumur dua tahun, kelotok sudah lapuk. Rohmadi membeberkan bahwa biaya pemeliharaan kelotok jauh lebih besar dari biaya pemeliharaan motor.

“Kalau dulu masih bisa dipertimbangkan uang transportnya sehingga bisa kami pakai untuk membeli bensin kelotok. Kami tidak perlu mengeluarkan gaji kami, gaji kami bisa kami pakai untuk memenuhi keperluan sehari-hari untuk kami makan, kalau sekarang tidak. Untuk sekarang kami harus pupuan beli minyak kelotok dengan uang dari gaji. Kalau itu (uang transport, red) ada mungkin orang masih berpikir tidak apa-apa jauh-jauh toh ada uang transport, juga uang minyaknya, kalau ini mau berangkat harus keluar uang gaji, iya kalau uang gajinya masih ada, kalau udah habis? Harus ditagih untuk pupuan beli minyak? Nah tidak semangat am,” keluhnya.

Baca Juga :  Rektor IAKN Dr Telhalia; Dari Keluarga Kurang Mampu, Tak Menyangka Bisa Pimpin Perguruan Tinggi

Melihat kondisi tersebut, Rohmadi mengungkapkan jika mereka disuruh memilih mengajar di mana, maka mereka akan memilih untuk mengajar di kota. Mereka tidak akan mengajar atau ditugaskan di Danau Tundai. Maka dari itu di Danau Tundai sulit untuk menemukan pengajar yang mau mengajar di sana.

“Kenapa? Alasannya satu yaitu keamanan. Risikonya kan kita pertama harus melalui jalan darat, lalu harus melalui jalur air. Dua kali perjalanan, dua jalur itu cukup menyimpan bahaya,” ucapnya.

Rohmadi juga mengeluhkan selama mengajar di pelosok pihaknya tidak memiliki pemicu dari pihak pemerintah. Pemicu itu seperti sesuatu yang dapat menjadi penyemangat bagi mereka untuk menjadi pengajar di pelosok.

“Pemicu itu dalam arti, apa yang bisa membuat kita semangat, apa yang bisa menguntungkan dari sana itu tidak ada. Misalnya kalau dulu kita dikasih tambahan untuk uang minyak, kita mungkin dikasih uang minyak. Untuk minyak motor dan minyak kelotok mengingat kita perlu melewati dua jalur. Belum perawatan motor belum perawatan kelotok,” keluhnya.

Rohmadi pun berharap kepada pemangku kebijakan agar dapat menjalankan kembali program pemberian insentif kepada mereka seperti pemberian uang transportasi tadi mengingat kondisi mereka saat ini terhitung sangat membutuhkan untuk adanya program-program seperti itu. “Kami berharap sekali pemerintah menjalankan lagi program itu,” harapnya.

Plt Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Palangka Raya Jayani mengatakan pihaknya akan memberikan bantuan berupa satu buah kelotok per sekolah kepada beberapa sekolah yang untuk menuju ke sana harus melintasi sungai termasuk kepada SD Negeri Danau Tundai. “Akan ada satu untuk mereka nanti,” bebernya kepada Kalteng Pos via telepon, Selasa (8/11/2022).

Selain itu pihaknya juga akan memberikan uang minyak sebesar Rp800 ribu hingga satu juta per bulan. “Khusus untuk minyak juga ada,” imbuhnya.

Terkait masalah yang dialami oleh guru-guru di SD Negeri Danau Tundai Jayani mengatakan pihaknya akan menyediakan secepatnya paling tidak di pertengahan Desember. “Termasuk di Danau Tundai ini mudah-mudahan paling lambat pertengahan Desember sudah kami salurkan bantuannya melewati dana perubahan,” bebernya. (*/ala)

Kelurahan Danau Tundai, salah satu wilayah yang masih terisolir di Kota Palangka Raya. Kelotok menjadi satu-satunya transportasi utama bagi warga maupun para abdi negara menuju kelurahan yang masuk Kecamatan Sebagau tersebut. Sehingga kecelakaan kelotok sudah menjadi hal yang biasa ketika berangkat maupun pulang bekerja.

AKHMAD DHANI, Palangka Raya

PERJALANAN menuju wilayah Danau Tundai cukup melelahkan. Dari Kota Palangka Raya tidak ada akses jalur darat. Transportasi sungai menjadi moda transportasi yang digunakan untuk menjangkau daerah tersebut. Sebagian abdi negara, terutama guru-guru yang berdinasi di SDN Danau Tundai tidak semuanya bermukim di Danau Tundai. Alhasil, setiap hari kerja mereka rela pergi dan pulang (PP) menggunakan kelotok melalui jalur sungai.

Namun, nahas dialami oleh sekelompok guru SDN Danau Tundai. Selasa (8/11/2022) mereka mengalami kecelakaan. Kelotok dinas yang setia mengantar mereka ke tempat kerja terbalik. Kejadian tersebut ketika Rohmadi bersama lima rekannya sesame pengajar ingin pulang ke Kota Palangka Raya. Dari jauh keluh Rohmadi begitu terdengar. Kecelakaan transportasi air yang menimpa ia bersama lima orang rekannya begitu menegangkan. Kelotok terbalik menyebabkan seluruh awak ikut terjatuh ke sungai.

Dituturkan Rohmadi, kelotok itu terbalik usai menimpa sebuah kayu yang biasa larut di sungai. Beruntung dalam kejadian itu tak ada korban jiwa atau luka serius. Meski demikian, kelotok mereka mengalami kerusakan cukup parah, sehingga perlu perbaikan yang cukup banyak dan tak murah. Sedangkan kelotok yang rusak itu merupakan fasilitas satu-satunya yang mereka miliki untuk pulang-pergi ke sekolah.

Kelotok tersebut merupakan kelotok baru berumur dua tahun namun kondisi kayu sudah lapuk karena sangat sering dipakai. Maklum, kelotok satu-satunya. Hasil dana BOS afirmasi yang dikucurkan untuk membeli kelotok. Kehancurkan satu-satunya kelotok itu membuat mereka bingung mencari dana ke mana untuk membeli kelotok pengganti.

Kelotok itu pun diupayakan mereka untuk dapat diperbaiki dalam beberapa waktu sehingga sebagian aktivitas belajar di sekolah yang mereka ampu, SD Negeri Danau Tundai, dapat terhenti selama beberapa waktu karena sebagian guru tidak bisa hadir ke sekolah.

“Tadi kami sudah menyerahkan ke tukang baiki jukung untuk mengganti bagian kelotok kami yang sudah rusak itu dengan mengganti papan yang lapuk itu dengan yang baru, kami minta ganti gimana caranya bisa baik lagi, karena ke depannya kami mau tidak mau memerlukan itu, kalau besok kemungkinan kami tidak bisa turun karena transportasi kami satu-satunya, kelotok tadi, rusak,” bebernya kepada Kalteng Pos, Selasa (8/11/2022).

Baca Juga :  Tujuh Tahun Berstatus Institut, Segera Naik Kelas Jadi UIN

Permasalahan kelotok rusak itu merupakan segelintir permasalahan yang mereka hadapi selama mengajar di pelosok, pria yang sudah bertahun-tahun mengajar di pelosok itu pun menuturkan selama ini mereka sudah sering mengalami kelotok kejatuhan. Ia pribadi sudah tiga kali mengalami kejatuhan dari kelotok sehingga pengalaman tersebut menjadi hal biasa baginya. Tetapi apabila kelotok tersebut terbalik dan rusak, akan menjadi masalah yang besar. Kelotok yang rusak itu akan menjadi hambatan terbesar bagi mereka mengingat kelotok tersebut merupakan transportasi air satu-satunya untuk berangkat menuju sekolah sehingga akan mengganggu proses belajar mengajar apabila tidak ada kelotok tersebut.

Persoalan mengenai dana perbaikan kelotok itu memang menguras besar dana yang mereka miliki. Dana perbaikan berasal dari dana pribadi mereka bersama guru-guru satu sekolah. “Kami dana swadaya saja karena dari pihak dinas sendiri tidak ada mengucurkan dana khusus, bingung cari sumber dana dari mana, kalau kelamaan cari dana bagaimana dengan aktivitas belajar,” ucapnya.

“Makanya kami dari dana swadaya saja,” tambahnya.

Memang, dana perbaikan kelotok itu sangat menguras dana pribadi para guru-guru. Kendati demikian, tak hanya persoalan mengenai sumber dana perbaikan kelotok yang tak murah, sumber dana untuk pemeliharaan dan operasional kelotok sehari-hari selama ini pun menggunakan dana pribadi mereka. Hal itulah yang sangat dikeluhkan oleh Rohmadi dan kawan-kawannya selama mengajar di pelosok.

Dahulu, di zaman wali kota sebelumnya, Rohmadi mengaku mereka yang mengajar di pelosok diberikan insentif oleh pemerintah. Program itu diwujudkan dengan pemberian uang transprotasi bagi para pegawai yang bekerja di jalur sungai, tak terkecuali pegawai bidang pendidikan seperti Rohmadi.

Sekarang, Rohmadi mengaku, program pemberian insentif itu raib dengan alasan pandemi sejak awal pandemi lalu. Karena masalah itulah operasional sehari-hari kelotok seperti untuk membeli sumber bahan bakar kelotok itu menggunakan uang dari gaji para guru di sana. Pemeliharaan tidak dapat dilakukan maksimal karena anggaran dana terbatas sehingga hanya berumur dua tahun, kelotok sudah lapuk. Rohmadi membeberkan bahwa biaya pemeliharaan kelotok jauh lebih besar dari biaya pemeliharaan motor.

“Kalau dulu masih bisa dipertimbangkan uang transportnya sehingga bisa kami pakai untuk membeli bensin kelotok. Kami tidak perlu mengeluarkan gaji kami, gaji kami bisa kami pakai untuk memenuhi keperluan sehari-hari untuk kami makan, kalau sekarang tidak. Untuk sekarang kami harus pupuan beli minyak kelotok dengan uang dari gaji. Kalau itu (uang transport, red) ada mungkin orang masih berpikir tidak apa-apa jauh-jauh toh ada uang transport, juga uang minyaknya, kalau ini mau berangkat harus keluar uang gaji, iya kalau uang gajinya masih ada, kalau udah habis? Harus ditagih untuk pupuan beli minyak? Nah tidak semangat am,” keluhnya.

Baca Juga :  Rektor IAKN Dr Telhalia; Dari Keluarga Kurang Mampu, Tak Menyangka Bisa Pimpin Perguruan Tinggi

Melihat kondisi tersebut, Rohmadi mengungkapkan jika mereka disuruh memilih mengajar di mana, maka mereka akan memilih untuk mengajar di kota. Mereka tidak akan mengajar atau ditugaskan di Danau Tundai. Maka dari itu di Danau Tundai sulit untuk menemukan pengajar yang mau mengajar di sana.

“Kenapa? Alasannya satu yaitu keamanan. Risikonya kan kita pertama harus melalui jalan darat, lalu harus melalui jalur air. Dua kali perjalanan, dua jalur itu cukup menyimpan bahaya,” ucapnya.

Rohmadi juga mengeluhkan selama mengajar di pelosok pihaknya tidak memiliki pemicu dari pihak pemerintah. Pemicu itu seperti sesuatu yang dapat menjadi penyemangat bagi mereka untuk menjadi pengajar di pelosok.

“Pemicu itu dalam arti, apa yang bisa membuat kita semangat, apa yang bisa menguntungkan dari sana itu tidak ada. Misalnya kalau dulu kita dikasih tambahan untuk uang minyak, kita mungkin dikasih uang minyak. Untuk minyak motor dan minyak kelotok mengingat kita perlu melewati dua jalur. Belum perawatan motor belum perawatan kelotok,” keluhnya.

Rohmadi pun berharap kepada pemangku kebijakan agar dapat menjalankan kembali program pemberian insentif kepada mereka seperti pemberian uang transportasi tadi mengingat kondisi mereka saat ini terhitung sangat membutuhkan untuk adanya program-program seperti itu. “Kami berharap sekali pemerintah menjalankan lagi program itu,” harapnya.

Plt Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Palangka Raya Jayani mengatakan pihaknya akan memberikan bantuan berupa satu buah kelotok per sekolah kepada beberapa sekolah yang untuk menuju ke sana harus melintasi sungai termasuk kepada SD Negeri Danau Tundai. “Akan ada satu untuk mereka nanti,” bebernya kepada Kalteng Pos via telepon, Selasa (8/11/2022).

Selain itu pihaknya juga akan memberikan uang minyak sebesar Rp800 ribu hingga satu juta per bulan. “Khusus untuk minyak juga ada,” imbuhnya.

Terkait masalah yang dialami oleh guru-guru di SD Negeri Danau Tundai Jayani mengatakan pihaknya akan menyediakan secepatnya paling tidak di pertengahan Desember. “Termasuk di Danau Tundai ini mudah-mudahan paling lambat pertengahan Desember sudah kami salurkan bantuannya melewati dana perubahan,” bebernya. (*/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/