JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menahan AKBP Bambang Kayun (BK). Perwira menengah Polri itu merupakan tersangka kasus dugaan korupsi dan gratifikasi pemalsuan surat hak ahli waris PT Aria Citra Mulia (ACM).
Berdasar hasil penyelidikan dan penyidikan KPK, Bambang Kayun menerima suap dan gratifikasi dalam bentuk uang dan kendaraan mewah. Nilainya sekitar Rp 50 miliar. Pada akhir Desember 2022, KPK melayangkan panggilan kepada Bambang. Namun, yang bersangkutan mangkir.
Kemarin (3/1/2023) dia datang ke Gedung Merah Putih untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Pada hari yang sama, Ketua KPK Firli Bahuri mengumumkan bahwa Bambang telah menjadi tahanan KPK. ”Untuk kepentingan dan kebutuhan proses penyidikan, maka tersangka BK ditahan selama 20 hari,” ungkapnya.
Bambang ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Negara KPK di Pomdam Jaya Guntur. Kasus dugaan korupsi dan gratifikasi yang menyeret BK bermula pada 2016. Persisnya ketika BK bertugas sebagai kepala Sub Bagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum Divisi Hukum (Divkum) Polri. Saat itu, dia berkomunikasi dengan Emilya Said (ES) dan Herwansyah (HW) yang menjadi terlapor dalam kasus dugaan pemalsuan hak ahli waris PT ACM. Keduanya lantas berkenalan dengan Bambang Kayun.
Tidak lama setelah perkenalan itu, Firli mengungkapkan bahwa ketiganya bertemu di salah satu hotel di Jakarta. Kepada Bambang, Emliya Said dan Herwansyah menjelaskan kasus mereka. ”Dari kasus yang disampaikan ES dan HW, tersangka BK kemudian diduga menyatakan siap membantu dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dan barang,” beber dia.
Kepada kedua terlapor itu, Bambang menyarankan mereka membuat surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan terkait adanya penyimpangan penanganan perkara. Surat itu ditujukan kepada kepala Divkum Polri. Permohonan tersebut lantas ditindaklanjuti dengan penunjukan Bambang sebagai salah seorang personel yang melakukan verifikasi. Termasuk meminta klarifikasi kepada Bareskrim Polri.
Rapat membahas permohonan perlindungan hukum yang diajukan oleh Emilya Said dan Herwansyah berlangsung pada Oktober 2016. Bambang yang diberi tugas menyusun hasil rapat menyatakan ada penyimpangan penerapan hukum, termasuk kesalahan dalam proses penyidikan terhadap keduanya. Meski begitu, Bareskrim tetap menjadikan mereka sebagai tersangka. Merujuk saran dari Bambang, keduanya melawan penetapan tersangka itu.
Emilya Said dan Herwansyah mengajukan gugatan praperadilan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). ”Dengan saran tersebut, tersangka BK menerima uang sekitar Rp 5 miliar dari ES dan HW. Teknis pemberiannya melalui transfer bank menggunakan rekening dari orang kepercayaan BK,” beber Firli. Selama praperadilan berproses, Bambang diduga membocorkan hasil rapat Divkum Polri.
Hasilnya, gugatan praperadilan dikabulkan. PN Jakpus juga menyatakan penetapan tersangka Emilya Said dan Herwansyah tidak sah. Kemudian, masih kata Firli, pada Desember 2016, Bambang menerima satu unit mobil mewah.(jpc)