Jumat, September 20, 2024
29.1 C
Palangkaraya

Pesan Ketua FKUB Kalteng : Politisasi Agama Harus Dicegah

PALANGKA RAYA- 2023, merupakan tahun politik. Tahun di mana partai-partai politik dan kader-kadernya mulai bergerilya mencari simpati masyarakat. Berbagai cara dilakukan. Mulai dari pendekatan personal ke warga-warga, dan ada juga yang mendekati kelompok atau organisasi yang menurut mereka punya lumbung suara. Yang menjadi kekhawatiran publik adalah agama yang dijadikan kendaraan politik.

Masykuri Abdillah, Guru Besar dan Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta pernah menulis, Keterlibatan agama dalam politik dapat dibedaaan antara legitimasi keagamaan dan politisisasi agama. Legitimasi keagamaan adalah penggunaan agama sebagai alat untuk memperkuat pemikiran dan tindakan seseorang atau suatu kelompok, baik dalam bentuk aspirasi politik, keputusan politik, atau gerakan politik melawan kezaliman.

Sedangkan politisasi agama adalah penggunaan agama atau simbol-simbol agama sebagai alat untuk mendapatkan tujuan-tujuan politik atau untuk memobilisasi massa dalam memenangkan calon tertentu dalam pemilihan jabatan publik.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalteng, H Bulkani Ardiansyah menyampaikan pandangannya soal politisasi agama. Politik identitas keagamaan tidak boleh digunakan sebagai alat politik praktis, seperti kampanye dan lain sebagainya. Hal itu berpotensi dapat membawa perpecahan di kalangan umat beragama yang ada di Kalteng.

“Politik identitas keagamaan tidak boleh digunakan sebagai alat politik praktis dan kampanye, dan harus dicegah, karena bisa jadi pemicu perpecahan di kalangan umat beragama. Jangan sampai itu terjadi di Kalteng,” kata Bulkani kepada Kalteng Pos lewat pesan WhatsApp, Sabtu (14/1/2023).

FKUB Kalteng punya peran besar dalam mencegah pemanfaatan identitas keagamaan itu agar tidak dijadikan alat politik praktis. Melalui upaya membangun narasi yang menyejukkan dan moderat di tengah masyarakat, serta edukasi tiada henti untuk dapat membentuk para pemilih cerdas. Untuk itu penyelenggaraan politik praktis yang bebas dari unsur membawa-bawa identitas keagamaan dapat dilakukan.

Bulkani menyebut selama ini pihaknya telah mengupayakan beberapa hal agar dapat mencegah dan menanggulangi politik beridentitas keagamaan ini, salah satunya seperti melakukan edukasi melalui sekolah moderasi yang melibatkan berbagai tokoh agama dan tokoh masyarakat.

Sekolah moderasi itu diadakan sebagai wadah komunikasi masyarakat lintas agama yang bertujuan untuk menanamkan pandangan keagamaan yang moderat, dengan cara memahami agama dan aliran keagamaan orang lain. Bulkani menyebut sekolah moderasi itu sudah dilakukan pada tahun 2022 kemarin dengan dua kali pertemuan. Setiap pertemuan membawa materi tentang agama dan aliran-aliran keagamaan. Adapun pemateri dalam sekolah moderasi itu berasal dari pemuka lima agama yang ada di masyarakat.

Baca Juga :  Bioskop di Kota Sampit Kembali Dibuka

“Pesertanya sendiri adalah seluruh pengurus FKUB se-Kalteng, plus tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, masyarakat umum, itu kita laksanakan secara daring,” bebernya.

Sekolah moderasi menyediakan ruang komunikasi terbuka bagi seluruh elemen masyarakat yang ada. Lewat komunikasi intens itu akan terhindar kesalahpahaman, gesekan, atau politik identitas keagamaan yang dapat mengganggu kerukunan antarumat beragama. Hal itu karena sudah terbentuk pemahaman yang baik untuk saling menghargai dan menjaga persatuan di tengah masyarakat. Politik praktis yang berbau identitas keagamaan, di mana pihak tertentu merasa superior atau inferior terhadap agama yang ia peluk, akan terhindar.

“Dari pemahaman itu akan muncul saling pengertian dan saling menghormati, tanpa melunturkan nilai-nilai kepercayaan atau aqidah masing-masing. Salah satu implementasinya di lapangan adalah upaya menghindari penggunaan agama dalam kegiatan politik praktis,” jelasnya.

Agar penyelenggaraan politik praktis ke depannya bebas dari pembawaan identitas keagamaan, Bulkani, atas nama FKUB Kalteng mengimbau kepada segenap pihak terkait dan elemen masyarakat di Bumi Tambun Bungai agar dapat menghindari penggunaan identitas keagamaan dalam politik praktis.

“Harapannya melalui itu nantinya masyarakat pemilih dapat dibuat lebih cerdas dalam memilih, sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas orang atau partai yang akan dipilih, jauh dari pemikiran politik yang membawa identitas agama,” tandasnya.

Mencegah dan mengupayakan agar politik identitas berbau agama tidak marak di masyarakat tidak hanya harus diupayakan oleh masyarakat, orang yang bergerak di dunia politik, ormas, dan pemerintah saja, melainkan juga para tokoh agama sendiri. Kementerian agama (Kemenag) harus bersih dari penyelenggaraan politik praktis, apalagi yang berbau keagamaan. Hal itu karena Kemenag merupakan garda terdepan untuk memberikan contoh di tengah-tengah masyarakat.

Hal itu telah sebelumnya telah diutarakan oleh Kepala Kanwil Kemenag Kalteng H Ahmad Noor Fahmi. Ia mengatakan karena tahun ini mendekati tahun politik pihak Kemenag RI berikut tokoh agama yang ada di dalamnya betul-betul menjadi garda terdepan di tengah-tengah masyarakat untuk memberikan contoh bahwa orang Kemenag jangan ikut berpolitik dan perlu dilakukan pencegahan jika ada politik yang masuk ke rumah-rumah ibadah.

“Itu sangat bertentangan sekali dengan aturan sehingga mari kita jaga kerukunan umat beragama di Kalteng ini agar dikedepankan kerukunan umat beragama baik interen ataupun antar umat beragama,” ujarnya usai menghadiri upacara Hari Amal Bakti ke-77 di Kantor Gubernur Kalteng, dua pekan lalu.

Baca Juga :  Perusahaan Sawit Diminta Bantu Listrik Desa

Untuk mencegah agar politk itu tidak masuk ke rumah ibadah, Fahmi menyebut pihaknya melakukan imbauan kepada pengelola rumah-rumah ibadah agar jangan sampai masuk politik praktis seperti kampanye dan lain-lainnya di rumah ibadah.

“Sudah kita lakukan imbauan kepada masyarakat dan tokoh-tokoh agama untuk menghindari politik masuk ke rumah ibadah itu,” tandasnya.

Fatwa soal Politik Uang

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menggandeng para ulama dalam Ijtimak Ulama Nusantara sebagai bagian dari persiapan menuju Pemilu 2024. Momen tersebut diharapkan bisa menghasilkan sejumlah rekomendasi maupun fatwa yang dapat menyukseskan pemilu.

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengatakan, ada sejumlah persoalan yang menghambat pemilu berkualitas. Salah satunya adalah money politics atau jual beli suara masyarakat.

Praktik tersebut, lanjut dia, menjadi salah satu hambatan, terutama bagi kelompok pesantren, bisa merebut kursi legislatif. Sebab, caleg yang berlatar belakang santri relatif tidak punya modal besar. “Karena santri modalnya cekak,” ujar Cak Imin, sapaannya, dalam pembukaan Ijtimak Ulama Nusantara di Jakarta, Jumat(13/1/2023).

Nah, jika itu tidak dicarikan solusinya, Cak Imin pesimistis kalangan santri berhasil memenangi kontestasi. Karena itu, Cak Imin berharap salah satu persoalan yang dibahas dalam Ijtimak Ulama Nusantara berkaitan dengan politik uang. Bahkan, dia meminta ada fatwa baru yang bisa mempertegas larangan terhadap praktik tersebut.

Cak Imin juga berharap Ijtimak Ulama Nusantara bisa memberikan gagasan dan pokok-pokok pikiran kepada masyarakat jelang pemilu. Dia mengakui, situasi sosial ekonomi tidak cukup baik. Pascapandemi, masyarakat dihadapkan pada krisis ekonomi yang bisa memicu disparitas kesenjangan sosial. Dan, jika terjadi di situasi politik yang panas, hal itu berisiko menciptakan konflik.

’’Ini rentan akan konflik horizontal,’’ kata Cak Imin.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengapresiasi digelarnya Ijtimak Ulama Nusantara. Dia berharap forum itu bisa menjadi wadah bagi para ulama untuk ikut ambil bagian menciptakan pemilu damai. ’’Tugas tanggung jawab ulama itu menjaga umat dan menjaga negara. Dan, itu sudah dilaksanakan dari dulu,’’ ujarnya.

Ma’ruf meminta tradisi tersebut terus dirawat. Bukan justru sebaliknya. ’’Jangan menjadi kompor yang justru membelah bangsa ini,’’ kata mantan ketua umum Majelis Ulama Indonesia tersebut. (dan/jpc/ram)

PALANGKA RAYA- 2023, merupakan tahun politik. Tahun di mana partai-partai politik dan kader-kadernya mulai bergerilya mencari simpati masyarakat. Berbagai cara dilakukan. Mulai dari pendekatan personal ke warga-warga, dan ada juga yang mendekati kelompok atau organisasi yang menurut mereka punya lumbung suara. Yang menjadi kekhawatiran publik adalah agama yang dijadikan kendaraan politik.

Masykuri Abdillah, Guru Besar dan Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta pernah menulis, Keterlibatan agama dalam politik dapat dibedaaan antara legitimasi keagamaan dan politisisasi agama. Legitimasi keagamaan adalah penggunaan agama sebagai alat untuk memperkuat pemikiran dan tindakan seseorang atau suatu kelompok, baik dalam bentuk aspirasi politik, keputusan politik, atau gerakan politik melawan kezaliman.

Sedangkan politisasi agama adalah penggunaan agama atau simbol-simbol agama sebagai alat untuk mendapatkan tujuan-tujuan politik atau untuk memobilisasi massa dalam memenangkan calon tertentu dalam pemilihan jabatan publik.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalteng, H Bulkani Ardiansyah menyampaikan pandangannya soal politisasi agama. Politik identitas keagamaan tidak boleh digunakan sebagai alat politik praktis, seperti kampanye dan lain sebagainya. Hal itu berpotensi dapat membawa perpecahan di kalangan umat beragama yang ada di Kalteng.

“Politik identitas keagamaan tidak boleh digunakan sebagai alat politik praktis dan kampanye, dan harus dicegah, karena bisa jadi pemicu perpecahan di kalangan umat beragama. Jangan sampai itu terjadi di Kalteng,” kata Bulkani kepada Kalteng Pos lewat pesan WhatsApp, Sabtu (14/1/2023).

FKUB Kalteng punya peran besar dalam mencegah pemanfaatan identitas keagamaan itu agar tidak dijadikan alat politik praktis. Melalui upaya membangun narasi yang menyejukkan dan moderat di tengah masyarakat, serta edukasi tiada henti untuk dapat membentuk para pemilih cerdas. Untuk itu penyelenggaraan politik praktis yang bebas dari unsur membawa-bawa identitas keagamaan dapat dilakukan.

Bulkani menyebut selama ini pihaknya telah mengupayakan beberapa hal agar dapat mencegah dan menanggulangi politik beridentitas keagamaan ini, salah satunya seperti melakukan edukasi melalui sekolah moderasi yang melibatkan berbagai tokoh agama dan tokoh masyarakat.

Sekolah moderasi itu diadakan sebagai wadah komunikasi masyarakat lintas agama yang bertujuan untuk menanamkan pandangan keagamaan yang moderat, dengan cara memahami agama dan aliran keagamaan orang lain. Bulkani menyebut sekolah moderasi itu sudah dilakukan pada tahun 2022 kemarin dengan dua kali pertemuan. Setiap pertemuan membawa materi tentang agama dan aliran-aliran keagamaan. Adapun pemateri dalam sekolah moderasi itu berasal dari pemuka lima agama yang ada di masyarakat.

Baca Juga :  Bioskop di Kota Sampit Kembali Dibuka

“Pesertanya sendiri adalah seluruh pengurus FKUB se-Kalteng, plus tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, masyarakat umum, itu kita laksanakan secara daring,” bebernya.

Sekolah moderasi menyediakan ruang komunikasi terbuka bagi seluruh elemen masyarakat yang ada. Lewat komunikasi intens itu akan terhindar kesalahpahaman, gesekan, atau politik identitas keagamaan yang dapat mengganggu kerukunan antarumat beragama. Hal itu karena sudah terbentuk pemahaman yang baik untuk saling menghargai dan menjaga persatuan di tengah masyarakat. Politik praktis yang berbau identitas keagamaan, di mana pihak tertentu merasa superior atau inferior terhadap agama yang ia peluk, akan terhindar.

“Dari pemahaman itu akan muncul saling pengertian dan saling menghormati, tanpa melunturkan nilai-nilai kepercayaan atau aqidah masing-masing. Salah satu implementasinya di lapangan adalah upaya menghindari penggunaan agama dalam kegiatan politik praktis,” jelasnya.

Agar penyelenggaraan politik praktis ke depannya bebas dari pembawaan identitas keagamaan, Bulkani, atas nama FKUB Kalteng mengimbau kepada segenap pihak terkait dan elemen masyarakat di Bumi Tambun Bungai agar dapat menghindari penggunaan identitas keagamaan dalam politik praktis.

“Harapannya melalui itu nantinya masyarakat pemilih dapat dibuat lebih cerdas dalam memilih, sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas orang atau partai yang akan dipilih, jauh dari pemikiran politik yang membawa identitas agama,” tandasnya.

Mencegah dan mengupayakan agar politik identitas berbau agama tidak marak di masyarakat tidak hanya harus diupayakan oleh masyarakat, orang yang bergerak di dunia politik, ormas, dan pemerintah saja, melainkan juga para tokoh agama sendiri. Kementerian agama (Kemenag) harus bersih dari penyelenggaraan politik praktis, apalagi yang berbau keagamaan. Hal itu karena Kemenag merupakan garda terdepan untuk memberikan contoh di tengah-tengah masyarakat.

Hal itu telah sebelumnya telah diutarakan oleh Kepala Kanwil Kemenag Kalteng H Ahmad Noor Fahmi. Ia mengatakan karena tahun ini mendekati tahun politik pihak Kemenag RI berikut tokoh agama yang ada di dalamnya betul-betul menjadi garda terdepan di tengah-tengah masyarakat untuk memberikan contoh bahwa orang Kemenag jangan ikut berpolitik dan perlu dilakukan pencegahan jika ada politik yang masuk ke rumah-rumah ibadah.

“Itu sangat bertentangan sekali dengan aturan sehingga mari kita jaga kerukunan umat beragama di Kalteng ini agar dikedepankan kerukunan umat beragama baik interen ataupun antar umat beragama,” ujarnya usai menghadiri upacara Hari Amal Bakti ke-77 di Kantor Gubernur Kalteng, dua pekan lalu.

Baca Juga :  Perusahaan Sawit Diminta Bantu Listrik Desa

Untuk mencegah agar politk itu tidak masuk ke rumah ibadah, Fahmi menyebut pihaknya melakukan imbauan kepada pengelola rumah-rumah ibadah agar jangan sampai masuk politik praktis seperti kampanye dan lain-lainnya di rumah ibadah.

“Sudah kita lakukan imbauan kepada masyarakat dan tokoh-tokoh agama untuk menghindari politik masuk ke rumah ibadah itu,” tandasnya.

Fatwa soal Politik Uang

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menggandeng para ulama dalam Ijtimak Ulama Nusantara sebagai bagian dari persiapan menuju Pemilu 2024. Momen tersebut diharapkan bisa menghasilkan sejumlah rekomendasi maupun fatwa yang dapat menyukseskan pemilu.

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengatakan, ada sejumlah persoalan yang menghambat pemilu berkualitas. Salah satunya adalah money politics atau jual beli suara masyarakat.

Praktik tersebut, lanjut dia, menjadi salah satu hambatan, terutama bagi kelompok pesantren, bisa merebut kursi legislatif. Sebab, caleg yang berlatar belakang santri relatif tidak punya modal besar. “Karena santri modalnya cekak,” ujar Cak Imin, sapaannya, dalam pembukaan Ijtimak Ulama Nusantara di Jakarta, Jumat(13/1/2023).

Nah, jika itu tidak dicarikan solusinya, Cak Imin pesimistis kalangan santri berhasil memenangi kontestasi. Karena itu, Cak Imin berharap salah satu persoalan yang dibahas dalam Ijtimak Ulama Nusantara berkaitan dengan politik uang. Bahkan, dia meminta ada fatwa baru yang bisa mempertegas larangan terhadap praktik tersebut.

Cak Imin juga berharap Ijtimak Ulama Nusantara bisa memberikan gagasan dan pokok-pokok pikiran kepada masyarakat jelang pemilu. Dia mengakui, situasi sosial ekonomi tidak cukup baik. Pascapandemi, masyarakat dihadapkan pada krisis ekonomi yang bisa memicu disparitas kesenjangan sosial. Dan, jika terjadi di situasi politik yang panas, hal itu berisiko menciptakan konflik.

’’Ini rentan akan konflik horizontal,’’ kata Cak Imin.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengapresiasi digelarnya Ijtimak Ulama Nusantara. Dia berharap forum itu bisa menjadi wadah bagi para ulama untuk ikut ambil bagian menciptakan pemilu damai. ’’Tugas tanggung jawab ulama itu menjaga umat dan menjaga negara. Dan, itu sudah dilaksanakan dari dulu,’’ ujarnya.

Ma’ruf meminta tradisi tersebut terus dirawat. Bukan justru sebaliknya. ’’Jangan menjadi kompor yang justru membelah bangsa ini,’’ kata mantan ketua umum Majelis Ulama Indonesia tersebut. (dan/jpc/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/