PALANGKA RAYA-Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Palangka Raya bersama Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Kalteng melakukan penindakan terhadap pelaku peredaran obat-obat tertentu yang sering disalahgunakan. Obat-obatan ilegal berhasil disita dari tangan pelaku berinisial SP (36).
Obat-obatan ilegal itu dijual di Pasar Laung Mas, Kecamatan Laung Tuhup, Kabupaten Murung Raya. Tim menemukan barang bukti di lapak dan rumah pelaku. Barang bukti yang diamankan terdiri dari 81 macam obat-obatan dengan jumlah 60.003 tablet dan 340 saset, satu psikotropika dengan jumlah 30 tablet, serta obat tradisonal ilegal sebanyak 37 macam dengan jumlah 2.382 pcs. Jenis obat ilegal terbanyak adalah obat-obat tertentu yang sering disalahgunakan, seperti triheksifenidil sebanyak 32.883 tablet dan dekstrometorfan 15.000 tablet. Taksiran nilai ekonomi barang bukti obat-obatan yang disita itu kurang lebih Rp222 juta.
Modus kejahatan yang dilakukan pelaku yakni dengan memesan obat-obatan ilegal. Komunikasi dengan pihak penyuplai dilakukan melalui komunikasi pesan WhatsApp maupun telepon. Obat-obatan tersebut dikirim melalui ekspedisi jalur laut, udara, dan darat ke alamat pelaku dengan menggunakan nama dan alamat palsu. “Kemudian pelaku menjual kepada reseller dalam kemasan botol, tidak di-repacking menjadi kemasan yang lebih kecil ataupun eceran,” kata Kepala BBPOM Palangka Raya Safriansyah kepada awak media, Kamis (26/1).
Bahaya penyalahgunaan triheksifenidil antara lain pusing, mulut kering, kebingungan, konstipasi, nyeri perut, halusinasi, dan kecanduan yang akan meningkat efek sampingnya sesuai dengan peningkatan dosis penggunaan.
Sementara bahaya penyalahgunaan dekstrometorfan dengan dosis tinggi bisa menyebabkan euphoria atau fly, halusinasi, hipereksitabilitas, kelelahan, berkeringat, bicara kacau, nystagmus, serta hipertensi sampai kematian.
“Masyarakat khususnya para orang tua diimbau agar lebih waspada terhadap tren penyalahgunaan obat bagi putra-putri masing-masing,” ucap Safriansyah.
Harga penjualan obat terlarang ini masih terjangkau dengan uang jajan pelajar dan mahasiswa. Di sisi lain, dampak negatif yang ditimbulkan tidak kalah dari penggunaan narkoba. Secara konsisten BBPOM mengimbau masyarakat untuk selalu menerapkan cek kemasan, label, izin edar, dan tanggal kedaluwarsa (CekKLIK).
“CekKLIK sebelum membeli dan mengonsumsi obat agar terhindar dari obat palsu, ilegal, dan salah menggunakan obat,” tegasnya.
Pelaku terancam pidana berdasarkan pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 tentang Kesehatan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar atau pasal 196 dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar, serta perbuatan mengedarkan psikotropika dengan ancaman pidana berdasarkan pasal 62 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.
Sementara itu, berkenaan penemuan obat tradisional, sebagian besar punya fungsi sebagai penambah stamina, seperti obat kuat, pembesar kelamin pria, dan lainnya. Ada juga beberapa obat pegal linu dan lainnya.
“Obat-obat ini biasanya dibeli karyawan perkebunan atau pertambangan agar lebih kuat dalam bekerja, tetapi mereka tidak memahami dampak penggunaan obat itu,” jelasnya.
Perihal peredaran obat tradisional penambah stamina khususnya untuk laki-laki, Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalteng Damar Pramusinta mengatakan bahwa tren tersebut sudah lama eksis.
“Memang tidak ada penelitian secara resmi alasan pria mencari obat penambah stamina ini, tapi kecenderungan menggunakan obat ini sudah sering terjadi,” tegasnya.
Lagi pula obat tradisional dalam bentuk jamu, efek sampingnya tidak terlalu dirasakan. Namun jika sudah dalam bentuk kemasan dan ditambah dengan bahan-bahan kimia tertentu, maka akan berbahaya bagi pengguna.
“Tidak tertutup kemungkinan efeknya bisa menghilangkan nyawa, karena yang membeli obat itu tidak mengetahui kondisi kesehatan sendiri. Karena obat yang dibeli itu ilegal, kemungkinan tidak sesuai dosis yang dianjurkan,” ucapnya.
Lantaran untuk obat legal pun memiliki batas dosis tertentu dan harus memperhatikan cara penggunaan, termasuk kewaspadaan terhadap kontra indikasi. (abw/ce/ram)