PALANGKA RAYA-Kanker payudara merupakan salah satu penyakit yang menjadi momok bagi kaum wanita. Penyakit ini umumnya menyerang wanita usia produktif dari rentang usia 30-50 tahun. Meski Kalimantan Tengah (Kalteng) merupakan provinsi dengan angka penderita kanker payudara rendah, tapi penyakit ini tidak boleh disepelekan.
Pemeriksaan dini harus dilakukan segera agar seseorang yang terdiagnosis kanker payudara dapat segera ditangani sebelum menjadi kanker ganas. Ketika seseorang terpapar penyakit ini, biasanya terdapat benjolan di area tubuh seperti gejala kanker pada umumnya. Hanya saja benjolan itu terdapat di area sekitar payudara. Dibutuhkan pemeriksaan medis yang ketat untuk dapat mendiagnosis penyakit ini.
Dokter Spesialis Bedah Onkologi dari RSUD dr Doris Sylvanus dr Faison SpB (K) Onk menjelaskan, kanker payudara merupakan jenis tumor ganas pada kelenjar yang memproduksi air susu ibu (ASI), lebih tepatnya pada saluran tersebut.
“Kalau di payudara itu terjadi seperti benjolan atau tumor yang bukan dari kelenjar ASI, itu tidak disebut sebagai kanker payudara, karena di payudara juga ada kulit, otot, lemak, dan pembuluh darah, jadi kanker payudara hanyalah jenis kanker yang berasal dari kelenjar yang memproduksi ASI, dari lobus maupun saluran,” ucap Faison kepada Kalteng Pos, belum lama ini.
Maka dari itu, lanjutnya, untuk mendiagnosis penyakit ini harus betul-betul dilakukan pemeriksaan medis yang sesuai. Diperlukan pemeriksaan histopatologi, yakni dengan mengambil sampel jaringan dari tubuh orang yang didiagnosis, untuk selanjutnya diperiksa oleh dokter patologi anatomi.
“Jadi kami baru bisa menentukan pengobatan kanker payudara setelah diagnosis tegak yang menyatakan bahwa itu betul-betul kanker payudara,” ujarnya.
Selanjutnya adalah gejala yang dapat dirasakan oleh penderita sebelum dilakukan pemeriksaan. Dijelaskannya, bahaya kanker payudara akan muncul setelah terlambat diperiksa. Pada gejala awal, tumor kanker payudara hanya berupa benjolan yang tidak nyeri. Bahkan terkadang tidak begitu dipedulikan. Tak jarang banyak orang yang mengabaikan tumor kecil ini.
Karena dibiarkan bertahun-tahun, kemudian timbul rasa nyeri yang bahkan menyebar ke sekujur tubuh. Dalam kondisi itu, kanker payudara sudah berada pada stadium lanjut bahkan stadium akhir.
“Pengobatan kanker payudara yang terbaik adalah saat masih stadium awal, ketika belum ada keluhan apa-apa dan tumornya masih kecil, karena itu kalau merasakan ada kelainan di tubuh, harus segera diperiksa,” tegasnya.
Faison menjelaskan, pengobatan kanker payudara terbaik adalah saat kanker belum ganas atau masih dini, dengan gejala yang belum dirasakan penderita dan hanya terdapat benjolan saja. Apabila kanker masih berukuran kecil seperti biji jagung, peluang keberhasilan pengobatan lebih besar.
“Tapi kalau sudah ada nyeri, sesak, lumpuh, dan luka di area payudara, maka yang ditakutkan sudah terjadi, kalau dalam kondisi demikian baru diperiksa, maka hasil pengobatan tidak akan sempurna, tidak akan sesuai dengan yang diharapkan,” ungkapnya.
Jika tidak dilakukan pemeriksaan ketika penderita baru merasakan gejala kelainan tahap awal seperti pembengkakan di sekitar area payudara, maka lambat laun kanker itu dapat mencapai stadium terminal atau stadium akhir.
Semakin cepat dilakukan pemeriksaan, maka proses pengobatan kanker payudara akan lebih mudah dan potensi keberhasilan lebih besar. Proses pengobatan dilakukan sesuai dengan jenis stadium penderita. Dikatakan Faison, ada bermacam sarana pengobatan kanker payudara, tergantung jenis stadium.
“Ada empat stadium, yaitu stadium satu, stadium dua, stadium tiga, dan stadium empat. Masing-masing stadium berbeda-beda cara pengobatannya,” bebernya.
Pengobatan yang dapat menghasilkan kesembuhan yang diharapkan adalah operasi kanker payudara. Adapun kanker payudara yang masih bisa dioperasi adalah yang masih berada pada stadium awal, yakni stadium satu dan stadium dua.
“Kalau sudah masuk ke stadium tiga atau empat, kesempatan operasi kecil, sehingga keberhasilan pengobatan lebih nihil. Kalau sudah begitu, sudah stadium empat, pengobatan lebih sulit, operasi sudah nggak bisa, secara keilmuan bisa dikatakan keberhasilan pengobatannya kecil,” ucapnya.
Dikatakan Faison, proses pengobatan pertama adalah pembedahan melalui operasi. Bahkan menurutnya satu-satunya yang dapat menyembuhkan kanker payudara adalah pembedahan. “Maka kalau sudah stadium lanjut dan tidak bisa lagi operasi, maka nihillah itu (peluang kesembuhan),” ucapnya.
Usai dilakukan pembedahan, ada rangkaian proses pengobatan tambahan. Terdiri dari kemoterapi, radioterapi, hormonal terapi, dan targeting terapi. “Kadang penderita lebih memilih itu saja karena tidak dilakukan operasi, padahal terapi itu kan hanya pengobatan tambahan, tetap yang utama adalah operasi. Maka harus menjalankan proses pengobatan utama dulu yakni operasi, setelah itu barulah diikuti pengobatan terapi,” jelasnya.
Jika seseorang terdiagnosis kanker saat sudah berada pada stadium akhir, Faison menyebut, tujuan pengobatan bukan lagi pada proses penyembuhan, tapi lebih variatif dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup.
“Jadi jika dilakukan pengobatan medis saat sudah berada di stadium akhir, upaya pengobatan hanya berorientasi pada perbaikan kualitas hidup saja, seperti mengurangi nyeri, membersihkan dan mengobati luka, mengobati infeksi, dan mengatasi rasa sesak, makanya tujuan pengobatan bagi yang sudah pada stadium akhir bukan lagi penyembuhan,” tuturnya.
Salah satu faktor yang memengaruhi kanker payudara adalah pola diet yang berlebihan. Selama menjalankan diet, ada banyak pantangan makan. Faison menyebut penyakit kanker sama seperti penyakit lainnya. Tubuh akan membentuk suatu perlawanan oleh sistem imun atau antibodi.
“Sistem imun atau antibodi ini akan terbentuk dengan zat-zat gizi yang cukup. Nah, kalau zat gizinya saja dibatasi, hanya makanan-makanan yang katanya berwarna putih saja, tidak boleh ini tidak boleh itu, kalau gizinya kurang, maka imunnya turun. Kalau imun turun, ada enggak sistem perlawanan yang baik terhadap penyakit? Sudah pasti tumor akan tumbuh dengan cepat,” jelas Faison.
Skrining Kanker Belum Capai Target
Untuk mengetahui seseorang berpotensi mengidap kanker payudara atau tidak, dibutuhkan deteksi atau identifikasi dini berdasarkan serangkaian tes dan pemeriksaan atau yang lazim dikenal dengan proses skrining kanker payudara.
Jumlah skrining kanker payudara di Kalteng masih belum mencapai target yang memuaskan. Sasaran skrining ini merupakan wanita dengan rentang usia 30-50 tahun. Berdasarkan data capaian skrining kanker payudara di Kalteng tahun 2022 yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalteng, dari 434.315 wanita rentang usia 30-50 tahun, hanya 11.287 yang berhasil dilakukan skrining kanker payudara. Sementara sepanjang tahun 2020-2022, jumlah skrining hanya menyentuh dua kali lebih besar dari skrining tahun 2022, yakni 22.769 orang.
Masih dalam data yang sama, kendati jumlah penderita kanker payudara di Kalteng sepanjang tahun 2022 tidak sampai 10 orang, masih ada ratusan ribu wanita yang belum dilakukan skrining kanker payudara. Hal ini menyisakan pertanyaan, bagaimana dengan ratusan orang yang belum dilakukan skrining? Bagaimana bisa mengetahui secara pasti jumlah dan sebaran kanker payudara di Kalteng, sementara skrining belum dapat dilakukan secara maksimal?
Jika jumlah wanita berusia 30-50 tahun di Kalteng sebanyak 434.315 orang dikurangi jumlah skrining kanker sepanjang tahun 2020-2022 yang hanya sebesar 22.769 orang, maka masih ada 411.550 wanita yang belum dilakukan skrining. Lantas apakah mereka berpotensi atau bahkan menderita kanker payudara?
Terkait itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) Dinkes Kalteng Riza Syahputra menjelaskan, dari data yang tersaji Kalteng secara keseluruhan hanya terdapat sembilan kasus. Kabupaten yang punya kasus kanker payudara yakni Kotawaringin Barat dengan jumlah dua kasus dan Barito Timur tujuh kasus. “Jadi kalau dilihat dari data itu, total kasus kanker di Kalteng hanya sembilan kasus,” beber Riza kepada Kalteng Pos, belum lama ini.
Riza menyebut untuk dapat mengetahui seseorang terdiagnosis kanker atau tidak yakni dengan skrining. Berdasarkan data, jumlah wanita yang rentan terkena kanker di Kalteng berkisar dari usia 30-50 tahun, sesuai dengan rentang usia kanker yang ditetapkan secara internasional oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“Dilihat dulu jumlah wanita yang berpotensi mengidap kanker di rentang umur itu, di Kalteng ada 434.315 jiwa. Kemudian ada target skrining, sejak 2022 kemarin angkanya 45 persen, berarti dari 434.315 di situ ada target 195.442 jiwa, pihak kementerian yang membuat target itu,” bebernya.
Riza mengakui saat ini jumlah skrining atau pemeriksaan kanker payudara belum mencapai target yang diinginkan. Ia menyebut, jumlah skrining Kalteng tahun 2022 hanya 11.287 dari target 195.442 jiwa.
“Yang melakukan skrining dan pencarian itu adalah dinkes provinsi berkolaborasi dengan dinkes kabupaten/kota, yang menjadi ujung tombak adalah dinkes kabupaten/kota. Namun ada banyak kendala yang dihadapi ketika melakukan upaya skrining. Mislnya, kalau dibikin stan pemeriksaan kanker payudara, jarang ibu-ibu datang. Kalaupun mau jemput bola dengan sistem door to door, jumlah SDM masih kurang,” jelas Riza.
Dikatakan Riza, untuk meningkatkan angka skrining, pihaknya masih memikirkan cara-cara terbaik agar masyarakat berpartisipasi mengikuti skrining yang dilaksanakan di setiap kabupaten/kota oleh dinkes masing-masing. (dan/ce/ram)