Sabtu, September 28, 2024
25.8 C
Palangkaraya

Eldoniel Soroti Putusan Perkara Verklaring

PALANGKA RAYA-Perkara pemalsuan verklaring sudah memasuki babak akhir. Terdakwa yang terjerat dalam kasus ini Madi Goening Sius telah divonis hukuman lima tahun penjara. Vonis ini lebih rendah dari tuntuan jaksa. Putusan ini mendapat sorotan dari pengusaha proferti yang juga politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kalteng Eldoniel Mahar.

“Vonis yang telah dijatuhkan itu masih di tingkat pertama atau hanya di Pengadilan Negeri dan masih ada lembaga peradilan lebih tinggi yang bisa diharapkan mengeluarkan putusan lebih berpihak pada keadilan bagi begitu banyak korban yang telah sekian lama mengalami kerugian keresahan akibat ulah perbuatan si terpidana,” ucap Eldoniel Mahar, baru-baru ini.

Selain itu, lanjutnya, tentu ada peluang hukum yang dapat ditempuh agar ke depannya proses penuntutan serta putusan peradilan atas mafia tanah dapat lebih memenuhi rasa keadilan, setidaknya pada penanganan verklaring palsu lain, yang diduga masih gentayangan menghantui masyarakat kota ini. Keterbatasan berkomentar lebih jauh tentang hal ini berhubung tidak mendalami ilmu hukum, untuk itu diharapkan pendapat dan masukan dari para praktisi hukum yang terpanggil untuk ikut andil menuntaskan masalah hukum yang telah bertransformasi menjadi masalah sosial.

“Manakala putusan pengadilan itu telah berkekuatan hukum tetap maka akan muncul berbagai kemungkinan berdampak sosial cukup besar yang menjadi pekerjaan rumah serta harus diantisipasi sedini mungkin oleh pemerintah,” karanya.

Kemungkinan pertama adalah vonis hukum pidana itu berlanjut menjadi ranah perdata yang melibatkan banyak pihak di kalangan masyarakat dalam jumlah besar yang akan saling berhadapan, yaitu para korban yang tertipu membeli tanah berdasarkan verklaring palsu melawan para korban yang “terampas” legalitas SHMnya oleh terpidana mafia tanah verklaring palsu. Hal ini diperkirakan akan menimbulkan masalah tersendiri terutama pada saat eksekusi penataan di lapangan yang tentu memerlukan penanganan khusus dari pemerintah aparat instansi terkait.

Kemungkinan kedua adalah penyelesaian di luar hukum, dapat dilakukan oleh pemerintah dengan cara memfasilitasi dan mendorong kesepakatan secara kekeluargaan, dengan mengedepankan pertimbangan kemanusiaan terhadap mereka yang tertipu oleh verklaring palsu, yaitu dengan cara mengupayakan agar mereka mendapat “bagian” dari pemilik tanah yang telah bersertipikat. Namun ini tidaklah mudah, mengingat sangat beresiko mengurangi nilai & luasan tanah masing masing pihak yang berselisih paham.

Kemungkinan ketiga adalah penyelesaian di luar hukum dengan cara merelokasi para korban yang tertipu verklaring palsu ke daerah lain, yang berada di  luar area yang telah mereka huni atau miliki selama ini, dengan di fasilitasi oleh pemerintah. Namun ini pun tidaklah mudah, mengingat tidak semua orang bersedia dipindahkan begitu saja ke tempat lain.

“Berhubung begitu kompleksnya dampak berbagai kemungkinan tersebut bagi banyak orang, maka negara Pemerintah Kota Palangka Raya, BPN setempat, serta aparat hukum terkait, mutlak harus hadir menjadi “wasit” guna merumuskan solusi penyelesaian masalah pertanahan yang dihadapi warga kota ini, pasca vonis terhadap terpidana pelaku verklaring palsu,” katanya.

“Tindak pidana verklaring palsu ini telah menimbulkan masalah pertanahan yang begitu rumit di masyarakat, mengingat banyaknya pihak konon mencapai ribuan orang yang telah menjadi korban baik yang tertipu dokumen palsu, maupun yang “terampas” legalitas SHM nya serta pihak pemerintah yang dituntut harus mampu menuntaskan penyelesaian masalah sampai ke akar akarnya. Oleh karena itu, peradilan terhadap pelaku pelanggaran hukum surat tanah palsu seyogyanya harus bisa menimbulkan efek jera agar kasus yang sangat merugikan, meresahkan serta merepotkan banyak pihak ini tidak terulang lagi di kemudian hari,” tutupnya. (yan/s/ala)

PALANGKA RAYA-Perkara pemalsuan verklaring sudah memasuki babak akhir. Terdakwa yang terjerat dalam kasus ini Madi Goening Sius telah divonis hukuman lima tahun penjara. Vonis ini lebih rendah dari tuntuan jaksa. Putusan ini mendapat sorotan dari pengusaha proferti yang juga politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kalteng Eldoniel Mahar.

“Vonis yang telah dijatuhkan itu masih di tingkat pertama atau hanya di Pengadilan Negeri dan masih ada lembaga peradilan lebih tinggi yang bisa diharapkan mengeluarkan putusan lebih berpihak pada keadilan bagi begitu banyak korban yang telah sekian lama mengalami kerugian keresahan akibat ulah perbuatan si terpidana,” ucap Eldoniel Mahar, baru-baru ini.

Selain itu, lanjutnya, tentu ada peluang hukum yang dapat ditempuh agar ke depannya proses penuntutan serta putusan peradilan atas mafia tanah dapat lebih memenuhi rasa keadilan, setidaknya pada penanganan verklaring palsu lain, yang diduga masih gentayangan menghantui masyarakat kota ini. Keterbatasan berkomentar lebih jauh tentang hal ini berhubung tidak mendalami ilmu hukum, untuk itu diharapkan pendapat dan masukan dari para praktisi hukum yang terpanggil untuk ikut andil menuntaskan masalah hukum yang telah bertransformasi menjadi masalah sosial.

“Manakala putusan pengadilan itu telah berkekuatan hukum tetap maka akan muncul berbagai kemungkinan berdampak sosial cukup besar yang menjadi pekerjaan rumah serta harus diantisipasi sedini mungkin oleh pemerintah,” karanya.

Kemungkinan pertama adalah vonis hukum pidana itu berlanjut menjadi ranah perdata yang melibatkan banyak pihak di kalangan masyarakat dalam jumlah besar yang akan saling berhadapan, yaitu para korban yang tertipu membeli tanah berdasarkan verklaring palsu melawan para korban yang “terampas” legalitas SHMnya oleh terpidana mafia tanah verklaring palsu. Hal ini diperkirakan akan menimbulkan masalah tersendiri terutama pada saat eksekusi penataan di lapangan yang tentu memerlukan penanganan khusus dari pemerintah aparat instansi terkait.

Kemungkinan kedua adalah penyelesaian di luar hukum, dapat dilakukan oleh pemerintah dengan cara memfasilitasi dan mendorong kesepakatan secara kekeluargaan, dengan mengedepankan pertimbangan kemanusiaan terhadap mereka yang tertipu oleh verklaring palsu, yaitu dengan cara mengupayakan agar mereka mendapat “bagian” dari pemilik tanah yang telah bersertipikat. Namun ini tidaklah mudah, mengingat sangat beresiko mengurangi nilai & luasan tanah masing masing pihak yang berselisih paham.

Kemungkinan ketiga adalah penyelesaian di luar hukum dengan cara merelokasi para korban yang tertipu verklaring palsu ke daerah lain, yang berada di  luar area yang telah mereka huni atau miliki selama ini, dengan di fasilitasi oleh pemerintah. Namun ini pun tidaklah mudah, mengingat tidak semua orang bersedia dipindahkan begitu saja ke tempat lain.

“Berhubung begitu kompleksnya dampak berbagai kemungkinan tersebut bagi banyak orang, maka negara Pemerintah Kota Palangka Raya, BPN setempat, serta aparat hukum terkait, mutlak harus hadir menjadi “wasit” guna merumuskan solusi penyelesaian masalah pertanahan yang dihadapi warga kota ini, pasca vonis terhadap terpidana pelaku verklaring palsu,” katanya.

“Tindak pidana verklaring palsu ini telah menimbulkan masalah pertanahan yang begitu rumit di masyarakat, mengingat banyaknya pihak konon mencapai ribuan orang yang telah menjadi korban baik yang tertipu dokumen palsu, maupun yang “terampas” legalitas SHM nya serta pihak pemerintah yang dituntut harus mampu menuntaskan penyelesaian masalah sampai ke akar akarnya. Oleh karena itu, peradilan terhadap pelaku pelanggaran hukum surat tanah palsu seyogyanya harus bisa menimbulkan efek jera agar kasus yang sangat merugikan, meresahkan serta merepotkan banyak pihak ini tidak terulang lagi di kemudian hari,” tutupnya. (yan/s/ala)

Artikel Terkait