Minggu, November 24, 2024
28.9 C
Palangkaraya

UPT Taman Budaya Kalteng Gelar Seni Budaya Gempita Semangat Merah Putih

Gelombang suara tabuhan gong berpadu dengan alunan seruling menjalar ke seisi panggung dan tribun UPT Taman Budaya Kalteng, Rabu malam (30/8). Lima sosok wanita masing-masing berdiri di belakang lima miniatur pohon. Menari dengan elok dan simetris seirama musik latar.

Dari balik pohon, mereka kemudian beranjak sembari menari dengan membawa botol kuning berbentuk tabung, dihentak-hentakkan. Keluar semacam bunyi gemerincing dari botol itu. Diiringi petikan musik kecapi. Kelima penari remaja yang mengenakan baju kuning liris hitam itu lantas berteriak-teriak seraya saling berhadap-hadapan.

Para penari kemudian berkumpul ke tengah-tengah panggung. Berdiri dengan posisi berbanjar. Saling menari ke kanan dan ke kiri. Menggerak-gerakkan tabung sembari menampilkan gerakan tangan dan kaki yang padu dan serasi.

Usai dua menit, mereka kemudian melingkar sembari tetap menari. Tak lama, tiga di antaranya ke belakang pohon dan mengganti tabung kuning menjadi tongkat berwarna kuning dan hitam. Disusul dua penari lainnya. Mereka lantas melanjutkan penampilan menari menggunakan tongkat itu.

Tak hanya menari dan memakai atribut tingkat dan tabung untuk menari, mereka juga sesekali menghiasi penampilan tari dengan sejumlah teriakan ceria, erangan, sergahan, seruan, dan ekspresi tertawa. Sesekali terlihat menari murni, sesekali terlihat tertawa macam bermain-main antar kawan. Seakan memperlihatkan permainan anak-anak di suatu desa. Tak ayal, penampilan mereka pun mendapat sambutan baik dari penonton, ditandai dengan tepukan tangan yang meriah.

Tarian itu dibawakan oleh anak-anak dari Sanggar Seni dan Budaya Hagantang Tarung. Tarian itu berjudul Bangang Batengkung. Bangang Batengkung merupakan salah satu permainan tradisional yang tumbuh dan berkembang di masyarakat suku dayak ngaju Kalteng, khususnya di Desa Tumbang Oroi, Kecamatan Manuhing Raya, Kabupaten Gunung Mas.

Permainan tradisional ini seringkali dimainkan oleh anak-anak dalam keseharian mereka mengisi waktu senggang untuk mengumpulkan kaleng-kaleng bekas dan memilih kayu kecil yang dianggap layak untuk menjadi tongkat sebagai media dalam memainkan permainan batengkong.

Baca Juga :  Kapolda Kalteng Akhirnya Angkat Bicara soal Tragedi Bangkal, Ini Janjinya....

Menurut keterangan dari pihak sanggar yang dibacakan oleh pembawa acara, melalui tarian ini masyarakat diajak untuk bersama-sama melestarikan permainan tradisional sebagai salah satu warisan budaya yang dimiliki oleh Indonesia.

Sanggar yang sama juga membawakan satu tarian lagi. Berjudul Kameloh Tambusu. Penampilannya sangat memukau. Dibawakan oleh para penari dewasa, dengan lima orang penari laki-laki dan tujuh orang penari perempuan.

Empat orang laki-laki berpakaian kain duduk berjongkok zig-zag, khidmat menunggu alunan musik. Menghadap ke arah penonton. Alunan musik yang terdiri dari gong dan katambung pun dimulai, mereka lantas menari seirama dengan alunan musik. Semakin cepat alunan musik, semakin cepat pula ritme menarinya.

Di belakang penari, ada panggung bertingkat yang dapat terbuka di tengahnya. Tak lama, dari balik panggung bertingkat itu, pada puncaknya muncul sosok laki-laki berperawakan kurus. Berteriak. Usai sosok lelaki itu berteriak, ritme tarian dari keempat laki-laki lainnya jadi semakin cepat. Mereka berkali-kali, secara simetris, memecah dan melebur. Membentuk lingkaran, berpencar, dan kembali membentuk lingkaran.

Setelah beberapa menit, seiring dengan semakin pelannya irama musik dan semakin pelan pula ritme menari, bagian tengah panggung bertingkat mulai dibuka oleh dua penari laki-laki. Pada bagian tengah yang dibuka itu, muncul sosok perempuan mengenakan baju bahalai dan berselendang merah. Mengepakkan selendangnya.

Setelah panggung bertingkat itu dibuka lebar-lebar, rupanya di balik panggung itu ada enam sosok perempuan dengan pakaian sama. Masing-masing mengenakan selendang yang beraneka warna. Ada yang memakai selendang warna biru, abu-abu, kuning, hijau muda, pink, dan putih.

Penampilan selanjutnya semakin memukau. Tujuh orang pensri perempuan itu pun mulai turun panggung dan melebur dengan penari laki-laki. Bergerak simetris dan berpadu padan. Penari perempuan menonjol dengan selendang dan kegemulaian tarian, penari laki-laki menonjol dengan gerakan lincah dan seruan-seruan. Sungguh penampilan yang megah.

Tarian kedua ini diangkat dari legenda Kameloh Tambusu yang menurut cerita merupakan bungsu dari tujuh bidadari kayangan. Tarian ini menceritakan kegembiraan bawi Kameloh Tambusu bersama saudari-saudarinya saat turun ke bumi untuk mandi di sebuah pemandian bernama sumur Kameloh yang terletak di Bukit Batu, Kasongan, Kabupaten Katingan.

Baca Juga :  Seleksi Calon Komisioner KPU Kalteng Dimulai

Diceritakan oleh pembawa acara, si bungsu, yakni Kameloh Tambusu, memiliki paras paling menawan di antara saudari-saudarinya sehingga memikat seorang pria yang Hatue Pangaji dari Desa Tumbang Liti.

Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran melalui Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan SDM Suhaemi mengatakan, dalam rangka mempertahankan eksistensi kebudayaan bangsa dibutuhkan peran serta dari semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat terlebih lagi para penggiat seni dan budaya.

“Pemprov Kalteng sendiri terus berupaya dengan memberikan perhatian yang cukup besar terhadap pembinaan dan pengembangan seni budaya daerah yang merupakan bagian integral dari kebudayaan nasional,” ujar Suhaemi kepada wartawan usai kegiatan.

 

Sebagai salah satu agenda rutin yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kalteng melalui UPT Taman Budaya Kalteng, kegiatan yang dilaksanakan bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-78 tahun ini diharapkan juga mampu memantik semangat generasi muda untuk melestarikan budaya bangsa.

Di tempat yang sama, Kepala Disbudpar Kalteng Adiah Chandra Sari melalui Kepala UPT Taman Budaya Kalteng Wildae D Binti menyebut, terdapat tujuh penampil yang unjuk gigi pada pergelaran seni malam itu, yakni dari Sanggar Seni dan Budaya (SSB) Hagatang Tarung, SSB Kahanjak Huang, SSB Tut Wuri Handayani, JBNP DPD Adwindo Kalteng, Leline Line Dance, Binar Modeling, dan Paguyuban Turonggo Anom Budoyo. Pembiayaan kegiatan ini dibebankan pada DPA Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalteng tahun 2023.

“Semoga dengan adanya kegiatan kesenian seperti ini bisa menjadi sarana yang dapat mendorong dinamisasi seni sehingga lebih bermakna, yang pada gilirannya mampu meningkatkan kontribusi dalam pembangunan daerah dan dalam koridor ekonomi kreatif, dengan menempatkan seni sebagai salah satu pilar utama,”ujarnya kepada wartawan.(dan/ram)

Gelombang suara tabuhan gong berpadu dengan alunan seruling menjalar ke seisi panggung dan tribun UPT Taman Budaya Kalteng, Rabu malam (30/8). Lima sosok wanita masing-masing berdiri di belakang lima miniatur pohon. Menari dengan elok dan simetris seirama musik latar.

Dari balik pohon, mereka kemudian beranjak sembari menari dengan membawa botol kuning berbentuk tabung, dihentak-hentakkan. Keluar semacam bunyi gemerincing dari botol itu. Diiringi petikan musik kecapi. Kelima penari remaja yang mengenakan baju kuning liris hitam itu lantas berteriak-teriak seraya saling berhadap-hadapan.

Para penari kemudian berkumpul ke tengah-tengah panggung. Berdiri dengan posisi berbanjar. Saling menari ke kanan dan ke kiri. Menggerak-gerakkan tabung sembari menampilkan gerakan tangan dan kaki yang padu dan serasi.

Usai dua menit, mereka kemudian melingkar sembari tetap menari. Tak lama, tiga di antaranya ke belakang pohon dan mengganti tabung kuning menjadi tongkat berwarna kuning dan hitam. Disusul dua penari lainnya. Mereka lantas melanjutkan penampilan menari menggunakan tongkat itu.

Tak hanya menari dan memakai atribut tingkat dan tabung untuk menari, mereka juga sesekali menghiasi penampilan tari dengan sejumlah teriakan ceria, erangan, sergahan, seruan, dan ekspresi tertawa. Sesekali terlihat menari murni, sesekali terlihat tertawa macam bermain-main antar kawan. Seakan memperlihatkan permainan anak-anak di suatu desa. Tak ayal, penampilan mereka pun mendapat sambutan baik dari penonton, ditandai dengan tepukan tangan yang meriah.

Tarian itu dibawakan oleh anak-anak dari Sanggar Seni dan Budaya Hagantang Tarung. Tarian itu berjudul Bangang Batengkung. Bangang Batengkung merupakan salah satu permainan tradisional yang tumbuh dan berkembang di masyarakat suku dayak ngaju Kalteng, khususnya di Desa Tumbang Oroi, Kecamatan Manuhing Raya, Kabupaten Gunung Mas.

Permainan tradisional ini seringkali dimainkan oleh anak-anak dalam keseharian mereka mengisi waktu senggang untuk mengumpulkan kaleng-kaleng bekas dan memilih kayu kecil yang dianggap layak untuk menjadi tongkat sebagai media dalam memainkan permainan batengkong.

Baca Juga :  Kapolda Kalteng Akhirnya Angkat Bicara soal Tragedi Bangkal, Ini Janjinya....

Menurut keterangan dari pihak sanggar yang dibacakan oleh pembawa acara, melalui tarian ini masyarakat diajak untuk bersama-sama melestarikan permainan tradisional sebagai salah satu warisan budaya yang dimiliki oleh Indonesia.

Sanggar yang sama juga membawakan satu tarian lagi. Berjudul Kameloh Tambusu. Penampilannya sangat memukau. Dibawakan oleh para penari dewasa, dengan lima orang penari laki-laki dan tujuh orang penari perempuan.

Empat orang laki-laki berpakaian kain duduk berjongkok zig-zag, khidmat menunggu alunan musik. Menghadap ke arah penonton. Alunan musik yang terdiri dari gong dan katambung pun dimulai, mereka lantas menari seirama dengan alunan musik. Semakin cepat alunan musik, semakin cepat pula ritme menarinya.

Di belakang penari, ada panggung bertingkat yang dapat terbuka di tengahnya. Tak lama, dari balik panggung bertingkat itu, pada puncaknya muncul sosok laki-laki berperawakan kurus. Berteriak. Usai sosok lelaki itu berteriak, ritme tarian dari keempat laki-laki lainnya jadi semakin cepat. Mereka berkali-kali, secara simetris, memecah dan melebur. Membentuk lingkaran, berpencar, dan kembali membentuk lingkaran.

Setelah beberapa menit, seiring dengan semakin pelannya irama musik dan semakin pelan pula ritme menari, bagian tengah panggung bertingkat mulai dibuka oleh dua penari laki-laki. Pada bagian tengah yang dibuka itu, muncul sosok perempuan mengenakan baju bahalai dan berselendang merah. Mengepakkan selendangnya.

Setelah panggung bertingkat itu dibuka lebar-lebar, rupanya di balik panggung itu ada enam sosok perempuan dengan pakaian sama. Masing-masing mengenakan selendang yang beraneka warna. Ada yang memakai selendang warna biru, abu-abu, kuning, hijau muda, pink, dan putih.

Penampilan selanjutnya semakin memukau. Tujuh orang pensri perempuan itu pun mulai turun panggung dan melebur dengan penari laki-laki. Bergerak simetris dan berpadu padan. Penari perempuan menonjol dengan selendang dan kegemulaian tarian, penari laki-laki menonjol dengan gerakan lincah dan seruan-seruan. Sungguh penampilan yang megah.

Tarian kedua ini diangkat dari legenda Kameloh Tambusu yang menurut cerita merupakan bungsu dari tujuh bidadari kayangan. Tarian ini menceritakan kegembiraan bawi Kameloh Tambusu bersama saudari-saudarinya saat turun ke bumi untuk mandi di sebuah pemandian bernama sumur Kameloh yang terletak di Bukit Batu, Kasongan, Kabupaten Katingan.

Baca Juga :  Seleksi Calon Komisioner KPU Kalteng Dimulai

Diceritakan oleh pembawa acara, si bungsu, yakni Kameloh Tambusu, memiliki paras paling menawan di antara saudari-saudarinya sehingga memikat seorang pria yang Hatue Pangaji dari Desa Tumbang Liti.

Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran melalui Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan SDM Suhaemi mengatakan, dalam rangka mempertahankan eksistensi kebudayaan bangsa dibutuhkan peran serta dari semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat terlebih lagi para penggiat seni dan budaya.

“Pemprov Kalteng sendiri terus berupaya dengan memberikan perhatian yang cukup besar terhadap pembinaan dan pengembangan seni budaya daerah yang merupakan bagian integral dari kebudayaan nasional,” ujar Suhaemi kepada wartawan usai kegiatan.

 

Sebagai salah satu agenda rutin yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kalteng melalui UPT Taman Budaya Kalteng, kegiatan yang dilaksanakan bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-78 tahun ini diharapkan juga mampu memantik semangat generasi muda untuk melestarikan budaya bangsa.

Di tempat yang sama, Kepala Disbudpar Kalteng Adiah Chandra Sari melalui Kepala UPT Taman Budaya Kalteng Wildae D Binti menyebut, terdapat tujuh penampil yang unjuk gigi pada pergelaran seni malam itu, yakni dari Sanggar Seni dan Budaya (SSB) Hagatang Tarung, SSB Kahanjak Huang, SSB Tut Wuri Handayani, JBNP DPD Adwindo Kalteng, Leline Line Dance, Binar Modeling, dan Paguyuban Turonggo Anom Budoyo. Pembiayaan kegiatan ini dibebankan pada DPA Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalteng tahun 2023.

“Semoga dengan adanya kegiatan kesenian seperti ini bisa menjadi sarana yang dapat mendorong dinamisasi seni sehingga lebih bermakna, yang pada gilirannya mampu meningkatkan kontribusi dalam pembangunan daerah dan dalam koridor ekonomi kreatif, dengan menempatkan seni sebagai salah satu pilar utama,”ujarnya kepada wartawan.(dan/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/