Senin, November 25, 2024
26.2 C
Palangkaraya

Catatan Doengil

Tiga Dunia Vina

Oleh ; Agus Pramono

DUA pekan terakhir, beranda media sosial saya didominasi konten yang membahas Vina. Gadis Cirebon yang menjadi korban pembunuhan bersama pacarnya, Eky. Ada delapan pelaku yang sudah divonis. Satu di antaranya sudah bebas. Saka Tatal, namanya.

Kasus itu mencuat lagi, usai jalan ceritanya diangkat ke film layar lebar. Kisahnya memang menarik. Memancing emosi yang melihat. Menguras empati terhadap korban. Memancing kemarahan terhadap para pelaku. Dan, yang membuat ramai, publik mempertanyakan kinerja polisi. Delapan tahun lamanya belum menangkap tiga orang yang diduga terlibat.

Desakan publik agar polisi menuntaskan kasus itu pun termuntah di media sosial. Tak hanya masyarakat biasa. Influencer, politikus, publik figur, pengacara Hotman Paris, dan terakhir Presiden Joko Widodo turut meramaikan. Polisi dari Polda Jawa Barat pun terdesak.

Keluarlah tiga identitas yang dijadikan daftar pencarian orang (DPO). Tanpa foto. Hanya nama, dan alamat. Tak lama, menangkap Pegi Setiawan. Yang katanya otak pembunuhan. Berprofesi sebagai kuli bangunan. Bukti didapat dari keterangan AEP dan satu pelaku, yang muncul ke publik. Bukti lain, ijazah yang bersangkutan serta kendaraan roda dua milik Pegi hasil sitaan pada tahun 2016.

Bukan apresiasi atau pujian yang didapat korps kepolisian. Publik malah meragukan sosok Pegi Setiawan, yang seorang kuli bangunan adalah pelaku. Narasi-narasi yang meragukan jika Pegi adalah pelaku muncul ke publik. Ada saksi-saksi yang meringankan. Terutama dari sesama kuli bangunan. Mereka menyebut di hari kejadian, Pegi Setiawan sedang ada di Bandung. Kurang lebih tiga jam waktu yang ditempuh dari Cianjur. Terbaru, lima terpidana tidak menyebut Pegi terlibat.

Baca Juga :  Acil Joeleha

Sebagai orang awam, saya juga bertanya-tanya. Kenapa pada tahun 2016, polisi tidak menangkap Pegi? Padahal rumahnya sudah digeledah. Lokasi Pegi juga sudah diketahui. Apakah kurang bukti? Atau sudah berpuas diri dengan menangkap delapan pelaku?

Tak hanya di dunia maya, publik juga tertarik membahas dunia ghaib dalam kasus ini. Para peramal muncul di aku media sosialnya. Menerawang kisah panjang ke depan. Yang bikin saya tertawa kecut, ada konten yang melaksanakan mediumisasi. Di dalam konten itu, orang mengenakan baju koko dan kopiah berhadap-hadapan dengan mediator. Sedang memanggil jin qorin almarhum Eky. Tak lama, mediator bercerita panjang lebar. Pesulap merah sampai terheran-heran melihat itu.

Linda, teman Vina, muncul ke publik setelah delapan tahun menghilang. Linda adalah gadis yang saat itu mengaku kesurupan arwah Vina. Saat muncul kembali, eh dia kesurupan lagi. Lagi-lagi, dia menyebut nama pelaku yang terlibat. Nama itu adalah Mel-Mel.

Mel-Mel ini nama baru. Dalam YouTube Jejak Backpacker, dia mengaku mengetahui penyiksaan terhadap Eky dan Vina dengan mata telanjang. Mel-Mel adalah orang terakhir yang bertemu dengan kedua korban. Dia keluar berempat. Menurut ceritanya, saat itu dia berboncengan dengan Linda. Berpisah ketika Mel-Mel berhenti beli bensin. Sebelum akhirnya mengantar Linda pulang.

Baca Juga :  Gerindra Bertekad Wujudkan Prabowo Jadi Presiden 2024

Setelah mengantar Linda pulang, dia mencari keberadaan Eky.  Singkat cerita, dia menemukan Eky dan Vina. Dengan mata telanjang, Mel-Mel melihat keduanya dianiaya di semak-semak, sampai dibuang di flyover.

Mendengar kesaksian Mel-Mel, saya kok jadi curiga. Jangan-jangan dia terlibat? Dia muncul seolah-olah sebagai saksi. Dalam salah satu konten, peramal menerawang akan ada pria yang tinggal di seberang pulau yang jadi tersangka baru. Kebetulan, si Mel-Mel, bertempat tinggal di Kalimantan Barat.

Mau tidak mau, percaya atau tidak percaya, dunia kasat mata memang menarik jadi konsumsi publik. Gara-gara orang kesurupan, polisi bisa mendapatkan petunjuk. Gara-gara peramal atau “orang pintar”, polisi bisa membuang keraguan.

Keberhasilan Polda Jabar mengejar DPO patut dicontoh oleh aparat di Kalteng. Dalam dua tahun terakhir gagal menangkap DPO dengan wajah yang jelas, coba sebar siluet wajah dengan nama Salihin alias Saleh disertai alamat yang bersnagkutan. Siapa tahu berhasil.

Aparat bisa juga mencari informasi, di mana ada orang kesurupan. Siapa tahu ada petunjuk keberadaan terpidana kasus narkoba itu.(*)

Penulis adalah Redaktur Pelaksana Kalteng Pos.

Oleh ; Agus Pramono

DUA pekan terakhir, beranda media sosial saya didominasi konten yang membahas Vina. Gadis Cirebon yang menjadi korban pembunuhan bersama pacarnya, Eky. Ada delapan pelaku yang sudah divonis. Satu di antaranya sudah bebas. Saka Tatal, namanya.

Kasus itu mencuat lagi, usai jalan ceritanya diangkat ke film layar lebar. Kisahnya memang menarik. Memancing emosi yang melihat. Menguras empati terhadap korban. Memancing kemarahan terhadap para pelaku. Dan, yang membuat ramai, publik mempertanyakan kinerja polisi. Delapan tahun lamanya belum menangkap tiga orang yang diduga terlibat.

Desakan publik agar polisi menuntaskan kasus itu pun termuntah di media sosial. Tak hanya masyarakat biasa. Influencer, politikus, publik figur, pengacara Hotman Paris, dan terakhir Presiden Joko Widodo turut meramaikan. Polisi dari Polda Jawa Barat pun terdesak.

Keluarlah tiga identitas yang dijadikan daftar pencarian orang (DPO). Tanpa foto. Hanya nama, dan alamat. Tak lama, menangkap Pegi Setiawan. Yang katanya otak pembunuhan. Berprofesi sebagai kuli bangunan. Bukti didapat dari keterangan AEP dan satu pelaku, yang muncul ke publik. Bukti lain, ijazah yang bersangkutan serta kendaraan roda dua milik Pegi hasil sitaan pada tahun 2016.

Bukan apresiasi atau pujian yang didapat korps kepolisian. Publik malah meragukan sosok Pegi Setiawan, yang seorang kuli bangunan adalah pelaku. Narasi-narasi yang meragukan jika Pegi adalah pelaku muncul ke publik. Ada saksi-saksi yang meringankan. Terutama dari sesama kuli bangunan. Mereka menyebut di hari kejadian, Pegi Setiawan sedang ada di Bandung. Kurang lebih tiga jam waktu yang ditempuh dari Cianjur. Terbaru, lima terpidana tidak menyebut Pegi terlibat.

Baca Juga :  Acil Joeleha

Sebagai orang awam, saya juga bertanya-tanya. Kenapa pada tahun 2016, polisi tidak menangkap Pegi? Padahal rumahnya sudah digeledah. Lokasi Pegi juga sudah diketahui. Apakah kurang bukti? Atau sudah berpuas diri dengan menangkap delapan pelaku?

Tak hanya di dunia maya, publik juga tertarik membahas dunia ghaib dalam kasus ini. Para peramal muncul di aku media sosialnya. Menerawang kisah panjang ke depan. Yang bikin saya tertawa kecut, ada konten yang melaksanakan mediumisasi. Di dalam konten itu, orang mengenakan baju koko dan kopiah berhadap-hadapan dengan mediator. Sedang memanggil jin qorin almarhum Eky. Tak lama, mediator bercerita panjang lebar. Pesulap merah sampai terheran-heran melihat itu.

Linda, teman Vina, muncul ke publik setelah delapan tahun menghilang. Linda adalah gadis yang saat itu mengaku kesurupan arwah Vina. Saat muncul kembali, eh dia kesurupan lagi. Lagi-lagi, dia menyebut nama pelaku yang terlibat. Nama itu adalah Mel-Mel.

Mel-Mel ini nama baru. Dalam YouTube Jejak Backpacker, dia mengaku mengetahui penyiksaan terhadap Eky dan Vina dengan mata telanjang. Mel-Mel adalah orang terakhir yang bertemu dengan kedua korban. Dia keluar berempat. Menurut ceritanya, saat itu dia berboncengan dengan Linda. Berpisah ketika Mel-Mel berhenti beli bensin. Sebelum akhirnya mengantar Linda pulang.

Baca Juga :  Gerindra Bertekad Wujudkan Prabowo Jadi Presiden 2024

Setelah mengantar Linda pulang, dia mencari keberadaan Eky.  Singkat cerita, dia menemukan Eky dan Vina. Dengan mata telanjang, Mel-Mel melihat keduanya dianiaya di semak-semak, sampai dibuang di flyover.

Mendengar kesaksian Mel-Mel, saya kok jadi curiga. Jangan-jangan dia terlibat? Dia muncul seolah-olah sebagai saksi. Dalam salah satu konten, peramal menerawang akan ada pria yang tinggal di seberang pulau yang jadi tersangka baru. Kebetulan, si Mel-Mel, bertempat tinggal di Kalimantan Barat.

Mau tidak mau, percaya atau tidak percaya, dunia kasat mata memang menarik jadi konsumsi publik. Gara-gara orang kesurupan, polisi bisa mendapatkan petunjuk. Gara-gara peramal atau “orang pintar”, polisi bisa membuang keraguan.

Keberhasilan Polda Jabar mengejar DPO patut dicontoh oleh aparat di Kalteng. Dalam dua tahun terakhir gagal menangkap DPO dengan wajah yang jelas, coba sebar siluet wajah dengan nama Salihin alias Saleh disertai alamat yang bersnagkutan. Siapa tahu berhasil.

Aparat bisa juga mencari informasi, di mana ada orang kesurupan. Siapa tahu ada petunjuk keberadaan terpidana kasus narkoba itu.(*)

Penulis adalah Redaktur Pelaksana Kalteng Pos.

Artikel Terkait

Katanya Hari Tenang

Bukan Bakso Mas Bejo

Adab Anak Punk

Kota Cantik Tak Baik-Baik Saja

Terpopuler

Artikel Terbaru

/