Jumat, September 20, 2024
36.3 C
Palangkaraya

Airlangga: Penerapan GCG Penting untuk Keberlanjutan Bisnis dan Menarik Investasi

JAKARTA-Pandemi Covid-19 secara tiba-tiba pada semester pertama 2020 telah menimbulkan disrupsi dan menggeser berbagai tatanan kehidupan yang dikenal sebelumnya. Pandemi ini seolah ingin mengingatkan kembali pentingnya keberlangsungan bisnis, bahwa perusahaan harus memperhatikan semua stakeholder internal dan eksternal yang terdampak, dari para pemegang saham, pegawai, hingga konsumen akhir.

“Kita juga melihat pentingnya kecepatan perusahaan merespons terjadinya hal-hal yang sebelumnya tak terduga. Semuanya menekankan kembali kebutuhan terhadap tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) sebagai fondasi utama pengambilan keputusan yang lebih baik,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Indonesian Institure for Corporate Directorship Corporate Governance (IICD CG) Conference bertema The 10th ACGS Implementation: Road to ESG in Indonesia, secara virtual di Jakarta, Kamis (27/5).

Sejauh ini GCG masih menjadi salah satu kelemahan sebagian besar perusahaan di Indonesia. Seperti yang diketahui bahwa salah satu penyebab krisis ekonomi pada akhir tahun 90-an adalah tata kelola perusahaan yang kurang baik. Antara lain berupa kualitas investasi yang buruk, diversifikasi usaha yang sangat luas, jumlah pinjaman jangka pendek tak lindung nilai yang sangat banyak, lemahnya peran direksi dan komisaris, sistem audit yang buruk, kurangnya transparansi, serta penegakan hukum yang lemah.

Baca Juga :  Mendag: Program Migor Rakyat Manfaatkan Tekkologi Digital

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi kelemahan tata kelola di Indonesia. Salah satunya pembentukan Komite Nasional Kebijakan Good Corporate Governance (KNKG) pada 1999 melalui Keputusan Menko Ekuin saat itu.

Lembaga ini pada awalnya membangun kesadaran pentingnya tata kelola perusahaan melalui seminar dan pelatihan serta penyusunan beberapa pedoman tata kelola. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menerbitkan Peta Arah Tata Kelola Perusahaan Indonesia pada awal 2014. Pedoman ini terutama ditujukan untuk emiten dan perusahaan publik.

“Upaya reformasi tata kelola ini selanjutnya mendorong timbulnya inisiatif lain dari berbagai lembaga seperti penerbitan indeks persepsi tata kelola tiap tahun, serta pemberian penghargaan kepada perusahaan yang telah menerapkan tata kelola dengan baik seperti yang dilaksanakan IICD saat ini,” jelas Menko Airlangga.

Baca Juga :  Coblosan Pemilu, KPU Tetap pada Sikap Awal

Pada level regional, kesadaran reformasi tata kelola juga terjadi kolektif di wilayah ASEAN, yang mana ASEAN Capital Market Forum memperkenalkan ASEAN Corporate Governance Scorecard (ACGS) pada 2011 yang dikembangkan dari prinsip-prinsip The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Scorecard tersebut diharapkan dapat meningkatkan standar tata kelola perusahaan dari perusahaan terbuka di negara-negara ASEAN dan meningkatkan visibilitas mereka kepada investor.

JAKARTA-Pandemi Covid-19 secara tiba-tiba pada semester pertama 2020 telah menimbulkan disrupsi dan menggeser berbagai tatanan kehidupan yang dikenal sebelumnya. Pandemi ini seolah ingin mengingatkan kembali pentingnya keberlangsungan bisnis, bahwa perusahaan harus memperhatikan semua stakeholder internal dan eksternal yang terdampak, dari para pemegang saham, pegawai, hingga konsumen akhir.

“Kita juga melihat pentingnya kecepatan perusahaan merespons terjadinya hal-hal yang sebelumnya tak terduga. Semuanya menekankan kembali kebutuhan terhadap tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) sebagai fondasi utama pengambilan keputusan yang lebih baik,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Indonesian Institure for Corporate Directorship Corporate Governance (IICD CG) Conference bertema The 10th ACGS Implementation: Road to ESG in Indonesia, secara virtual di Jakarta, Kamis (27/5).

Sejauh ini GCG masih menjadi salah satu kelemahan sebagian besar perusahaan di Indonesia. Seperti yang diketahui bahwa salah satu penyebab krisis ekonomi pada akhir tahun 90-an adalah tata kelola perusahaan yang kurang baik. Antara lain berupa kualitas investasi yang buruk, diversifikasi usaha yang sangat luas, jumlah pinjaman jangka pendek tak lindung nilai yang sangat banyak, lemahnya peran direksi dan komisaris, sistem audit yang buruk, kurangnya transparansi, serta penegakan hukum yang lemah.

Baca Juga :  Mendag: Program Migor Rakyat Manfaatkan Tekkologi Digital

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi kelemahan tata kelola di Indonesia. Salah satunya pembentukan Komite Nasional Kebijakan Good Corporate Governance (KNKG) pada 1999 melalui Keputusan Menko Ekuin saat itu.

Lembaga ini pada awalnya membangun kesadaran pentingnya tata kelola perusahaan melalui seminar dan pelatihan serta penyusunan beberapa pedoman tata kelola. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menerbitkan Peta Arah Tata Kelola Perusahaan Indonesia pada awal 2014. Pedoman ini terutama ditujukan untuk emiten dan perusahaan publik.

“Upaya reformasi tata kelola ini selanjutnya mendorong timbulnya inisiatif lain dari berbagai lembaga seperti penerbitan indeks persepsi tata kelola tiap tahun, serta pemberian penghargaan kepada perusahaan yang telah menerapkan tata kelola dengan baik seperti yang dilaksanakan IICD saat ini,” jelas Menko Airlangga.

Baca Juga :  Coblosan Pemilu, KPU Tetap pada Sikap Awal

Pada level regional, kesadaran reformasi tata kelola juga terjadi kolektif di wilayah ASEAN, yang mana ASEAN Capital Market Forum memperkenalkan ASEAN Corporate Governance Scorecard (ACGS) pada 2011 yang dikembangkan dari prinsip-prinsip The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Scorecard tersebut diharapkan dapat meningkatkan standar tata kelola perusahaan dari perusahaan terbuka di negara-negara ASEAN dan meningkatkan visibilitas mereka kepada investor.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/