PALANGKA RAYA-Sebanyak 18 advokat dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) DPC Peradi Palangka Raya mendatangi Mpolda Kalteng. Mereka membantu korban melapor ke SPKT Polda Kalteng.
Maksud pelaporan tersebut karena korban diduga ditipu oleh oknum advokat (IHS) dkk dengan cara memalsukan relaas pengadilan dan meminta sejumlah biaya kepada korban dalam pendaftaran perkara.
Diketahui, korban merupakan warga yang kurang memahami hukum. Maka dari itu, IHS dkk seperti memanfaatkan korban untuk meminta sejumlah dana, dengan berdalih akan mengajukan gugatannya ke Pengadilan Negeri (PN) Kuala Kapuas.
Atas adanya relaas itu, korban pun percaya dan menyerahkan sejumlah uang kepada IHS secara berkala sebesar Rp29 juta.
Setelah menyerahkan sejumlah uang, korban menanyakan sudah sejauh mana progres gugatannya tersebut.
Ternyata IHS dkk sama sekali tidak pernah mendaftarkan gugatan atas nama korban ke Pengadilan Negeri (PN) Kuala Kapuas.
“Setelah itu, korban datang dan minta tolong. Sebelumnya mempertanyakan keanggotaan oknum advokat bersangkutan. Setelah ditelusuri, diketahui yang bersangkutan bukanlah anggota Peradi. Mengenai relaas rincian biaya pendaftaran perkara itu, pihaknya telah konfirmasi ke pihak Pengadilan Negeri Palangka dan Pengadilan Negeri Kuala Kapuas.
“Faktanya, kedua institusi pengadilan tersebut menyatakan bahwa relaas tersebut tidak pernah diterbitkan, dan perkara atas nama korban tidak pernah didaftarkan ke pengadilan,” ungkap kuasa hukum pelapor, Jeplin M. Sianturi, di SPKT Polda Kalteng, Kamis (3/10/2024).
Korban menerima relaas palsu berupa rincian biaya yang seolah diterbitkan oleh Pengadilan Negeri Palangka Raya atas delegasi dari Pengadilan Negeri Kuala Kapuas.
Padahal dalam menerbitkan relaas, pengadilan negeri hanya mengeluarkan dua relaas.
Yaitu relaas panggilan yang bertujuan untuk memanggil pihak-pihak terkait dalam suatu perkara, dan relaas pemberitahuan putusan yang bertujuan untuk memberitahukan putusan kepada pihak terkait.
“Nah, yang diterima korban ini relaas rincian biaya yang lengkap, sudah dicap dan ditandatangani oleh pengadilan negeri, sehingga korban percaya bahwa relaas itu resmi,” tuturnya.
“Sejak tahun 2023, korban memang meminta bantuan hukum dari IHS untuk mendaftarkan gugatannya ke PN Kapuas,” tambah Jeplin.
Pihaknya juga sudah mengumpulkan bukti untuk diserahkan kepada SPKT Polda Kalteng.
Bukti berupa tangkapan layar pesan WhatsApp, bukti transfer, bahkan bukti relaas dari pihak IHS.
“Maka dari itu, IHS dkk ini kami laporkan atas dugaan penipuan dengan memalsukan relaas pengadilan,” bebernya.
Agar kejadian serupa tidak terulang, Jeplin meminta masyarakat lebih bijak saat ingin meminta bantuan hukum. Harus berhati-hati dalam memilih advokat.
“Kepada masyarakat, saya berpesan agar terlebih dahulu mencari tahu rekam jejak advokat, sebelum meminta bantuan untuk penanganan hukum,” pungkasnya. (ham/ce/ala)