JAKARTA–Pentingnya pemisahan pemilu nasional dan daerah kembali disuarakan. Hal itu menyusul pengumuman jadwal Pemilu dan Pilkada 2024 oleh tim kerja bersama (TKB) Jumat lalu.
Peneliti Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Kahfi Adlan Hafiz menegaskan, ada banyak implikasi negatif dalam pelaksanaan pemilu nasional serentak. Itu tecermin pada Pemilu 2019. Apalagi, TKB yang diisi DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu tidak menjelaskan perbedaan antara Pemilu 2024 mendatang dan yang sudah terjadi 2019 lalu.
Artinya, penyelenggaraan mungkin sama dan akan menimbulkan persoalan yang sama juga. ”Ketika kami berbicara dengan banyak penyelenggara, bisa lebih besar (jumlah petugas yang sakit dan meninggal, Red) karena banyak yang tidak tercatat dan tidak mendapat santunan,” paparnya dalam diskusi ”Konstitusionalisasi Pemilu Lima Kotak dan Penyelenggara Ad Hoc” kemarin (6/6).
Masalah tersebut digugat sejumlah petugas penyelenggara pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satunya Dimas Permana Hadi yang merupakan anggota PPK Kecamatan Ngaglik, Sleman, Jogjakarta. Dimas menegaskan bahwa persoalan di lapangan lebih rumit daripada pembahasan di tingkat pusat. Misalnya soal distribusi logistik dan proses pemungutan suara yang menyusahkan pemilih maupun petugas. ”Saya harapkan banyak orang menjadi terbuka bagaimana sebenarnya kita sebagai penyelenggara pemilu di tingkat bawah. Saya harap pemilu ini lebih manusiawi secara aturan maupun praktiknya,” tutur Dimas.