PALANGKA RAYA–Pandemi yang melanda Kalimantan Tengah (Kalteng) beberapa tahun lalu, membawa tantangan tersendiri di dunia pendidikan. Salah satu masalah yang muncul adalah merosot atau rendahnya tingkat literasi dan numerasi kalangan murid sekolah dasar (SD) di Kota Palangka Raya. Beberapa murid kelas II hingga kelas V SD masih kesulitan dalam membaca dan memahami isi bacaan.
Hal ini menjadi perhatian khusus bagi Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya. Kepala Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya, Jayani, menyampaikan bahwa pandemi berdampak pada pembelajaran peserta didik. Ia mengungkapkan bahwa jumlah siswa yang mengalami kesulitan ini hanya sekitar satu persen.
“Kondisi ini memang terpengaruh oleh pandemi yang menyebabkan proses belajar mengajar terganggu. Bahkan setelah pandemi, masih ada anak didik yang kesulitan membaca dan memahami, sehingga literasinya rendah. Namun, jumlahnya sangat sedikit,” kata Jayani saat ditemui Kalteng Pos, Rabu (13/11/2024).
Jayani menambahkan, sebagian dari murid yang mengalami kesulitan membaca berasal dari kelompok anak berkebutuhan khusus (ABK) atau dari keluarga yang mengalami keterbatasan dalam mendampingi belajar di rumah. Menurutnya, berbagai faktor ini memperbesar risiko rendahnya literasi dan numerasi pada anak-anak. Oleh karena itu, penting untuk memahami penyebab utama kesulitan membaca pada anak, agar ditemukan metode pengajaran yang tepat.
“Di sekolah umum, ada banyak ABK yang membutuhkan perhatian lebih, termasuk koordinasi dengan orang tua. Sering kali orang tua sibuk bekerja sehingga tidak ada waktu memantau perkembangan belajar anak,” tambahnya.
“Kami juga memberikan pembekalan bagi para guru untuk mengenali karakter ABK dan mengelola pendidikan mereka dengan lebih baik,” ungkap Jayani.
Lebih lanjut Jayani menjelaskan, literasi dan numerasi peserta didik di Kota Palangka Raya dipantau melalui dashboard Badan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP). Data ini digunakan untuk mengidentifikasi sekolah-sekolah dengan tingkat numerasi rendah, sehingga dapat diberi advokasi dan pendampingan kepada kepala sekolah dan guru.
“Kami mengadakan evaluasi dan advokasi untuk meningkatkan literasi dan numerasi dasar. Ini menjadi prioritas kami, agar kualitas pendidikan dapat ditingkatkan secara merata,” tambahnya.
Dinas Pendidikan berharap melalui program peningkatan literasi dan numerasi serta penguatan kemampuan guru dalam mendampingi peserta didik berkebutuhan khusus, kualitas pendidikan di Kota Palangka Raya makin membaik. Jayani optimistis, dengan adanya sinergi antara sekolah, guru, dan orang tua, generasi muda akan mampu mengatasi tantangan pendidikan pascapandemi.
Sementara itu, Kepala Sekolah SDN 6 Bukit Tunggal, Edy Sugianor, mengungkapkan masih ada murid kelas II hingga V yang kesulitan membaca. Hal ini menjadi perhatian guru-guru di sekolah tersebut, mengingat kemampuan dasar seperti membaca dan berhitung sangat penting bagi perkembangan akademik peserta didik bersangkutan di tingkat berikutnya.
“Kami berharap anak-anak dapat memiliki kemampuan dasar yang baik, terutama dalam membaca dan berhitung,” ujar Edy.
Dikatakannya, kemampuan tiap murid berbeda, terutama mereka yang tidak menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK). Beberapa siswa kelas I belum mengikuti pendidikan TK, sehingga kemampuan membaca dan berhitung mereka sangat bervariasi. Ada yang cepat memahami, tetapi ada juga yang lambat, terutama murid berkebutuhan khusus yang memerlukan pendekatan berbeda.
Untuk membantu anak-anak yang masih tertinggal, SDN 6 Bukit Tunggal berkolaborasi dengan mahasiswa melalui program Kampus Mengajar. Program ini memberikan kelas tambahan selama empat bulan untuk mendampingi murid kelas I hingga V yang masih kesulitan dalam literasi dan numerasi. Edy berharap program ini dapat membantu anak-anak mengejar ketertinggalan di bidang akademik.
“Kami berencana melanjutkan program ini jika hasilnya positif, agar murid tidak tertinggal lebih jauh. Beberapa murid kelas V juga ada yang kesulitan membaca dan berhitung, meski jumlahnya tidak banyak. Kasusnya beragam, ada yang belum mengenal huruf, ada juga yang belum bisa mengeja,” bebernya.
Selain dampak pandemi, kesulitan membaca juga dapat disebabkan oleh penggunaan gadget pada anak-anak usia dini. Edy berpendapat bahwa ada orang tua yang memberikan gadget saat anak rewel atau saat mereka sibuk bekerja, tanpa pengawasan yang cukup. Akibatnya, anak-anak lebih sedikit terlibat dalam aktivitas belajar di rumah. Menurutnya, anak-anak boleh diberikan gadget, tetapi harus dalam pengawasan orang tua.
Kepala sekolah itu juga menekankan pentingnya dukungan dari orang tua. Ia berpendapat banyak orang tua yang sepenuhnya mengandalkan pembelajaran di sekolah, padahal peran orang tua di rumah sangat penting dalam mendidik anak-anak, terutama bagi anak berkebutuhan khusus yang memerlukan waktu lebih agar bisa membaca atau berhitung.
“Sebagian orang tua tidak terlalu aktif mendampingi anak-anaknya belajar, terutama yang memiliki kebutuhan khusus, padahal anak berkebutuhan khusus memerlukan penanganan ekstra,” tambahnya.
Di sisi lain, kurikulum sekolah juga menjadi tantangan. Meski sudah ada kurikulum untuk tiap kelas, pendampingan khusus tetap diberikan bagi murid kelas III atau lebih atas yang masih mengalami kesulitan dalam literasi. Sedangkan di kelas VI, hampir semua murid sudah dapat membaca dengan baik.
Program tambahan ini direncanakan berlangsung hingga Desember, di mana mahasiswa dari program Kampus Mengajar akan kembali ke kampus masing-masing. Hasil evaluasi dari program ini akan menjadi acuan bagi pihak sekolah untuk mempertimbangkan apakah program ini akan dilanjutkan atau dikembangkan di masa depan.
“Kami akan mengevaluasi hasil dari program ini. Jika terlihat hasil yang signifikan, kami berencana untuk meneruskannya. Meski begitu, kami sangat berharap orang tua juga aktif berperan di rumah, terutama dalam mendampingi anak belajar,” kata Edy.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Palangka Raya, Erdiningsih, memastikan bahwa seluruh pelajar di sekolahnya telah menguasai kemampuan dasar membaca dan menghitung, termasuk pelajar kelas VII.
Dalam wawancara dengan Kalteng Pos, Erdiningsih menegaskan bahwa tidak ada lagi pelajar SMP Negeri 1 Palangka Raya yang kesulitan dalam membaca atau menghitung.
“Insyaallah semuanya aman, tidak ada yang membaca dengan tergagap-gagap, dan kemampuan menghitung mereka pun sudah lancar. Semua siswa di sini sudah mahir dalam membaca dan menghitung,” ucapnya dengan bangga, Rabu (13/11/2024).
Ia menjelaskan, proses adaptasi dari sekolah dasar (SD) ke sekolah menengah pertama (SMP), yang sering menjadi tantangan bagi para pelajar, juga berjalan baik di sekolahnya. “Ketika mereka masuk ke sini, adaptasi berjalan cukup baik. Meski ada sedikit perbedaan antara SD dan SMP, kami di sini punya masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) yang dapat membantu mereka beradaptasi dengan lingkungan baru,” jelasnya.
Menurutnya, MPLS berperan penting dalam memudahkan transisi peserta didik dari jenjang SD ke SMP. Selama MPLS, para peserta diperkenalkan dengan lingkungan sekolah, sistem pembelajaran, dan aturan-aturan sekolah, sehingga mereka bisa lebih nyaman dan siap menjalani proses belajar. “Adaptasi memang bisa menjadi tantangan awal bagi mereka, tetapi seiring waktu mereka mampu melewati masa adaptasi itu dengan baik,” tambahnya.
Ia juga menyampaikan bahwa pihak sekolah telah mempersiapkan berbagai langkah pendampingan intensif untuk pelajar yang mengalami kendala.
“Penanganan untuk membantu peserta didik. Sudah kami siapkan sejak awal. Apabila ada kendala dalam proses adaptasi atau pembelajaran, kami segera mengatasi dengan pendekatan yang telah direncanakan,” ungkapnya.
Pendampingan ini dilakukan agar tidak ada pelajar yang tertinggal dalam pembelajaran, terutama pada kemampuan dasar seperti membaca dan menghitung yang merupakan fondasi penting untuk menempuh pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. (mut/zia/ce/ala)