KASONGAN-Puluhan ribu hektare lahan eks tambang emas di Desa Hampalit, Kecamatan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan terancam rusak parah.
Hasil pemantauan satelit oleh Tim Lingkungan Hidup, terungkap sekitar 41.000 hektare lahan telah tercemar, memicu kekhawatiran serius.
Menteri Lingkungan Hidup (LH) RI Hanif Faisol Nurofiq “menjerit” dan langsung meninjau lokasi, Selasa (28/1/2025). Di sana, dia tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
“Kawasan eks tambang emas di Desa Hampalit butuh intervensi segera. Jika dibiarkan, bisa berubah jadi gurun,” ucapnya tegas.
Selain degradasi lahan, penggunaan bahan kimia berbahaya seperti merkuri oleh penambang ilegal makin memperburuk situasi, mengancam ekosistem dan kesehatan masyarakat sekitar.
“Kementerian Lingkungan Hidup berkomitmen untuk terus melakukan pemantauan dan penyelesaian masalah ini melalui tim yang terkoordinasi dengan baik,” ungkapnya.
Terkait ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Katingan Yobie Sandra mengatakan, sebenarnya wilayah yang rusak di Desa Hampalit itu sebelumnya merupakan eks perusahaan tambang.
Jika dilihat dari historinya, jelas Yobie, wilayah Desa Hampalit awalnya merupakan eks PT Ampalit Mas Perdana yang punya kontrak karya perusahaan tambang emas pada tahun 1998.
“Jika saya tidak salah, luasnya sekitar 25 ribu hektare. Waktu itu belum ada pemekaran, dan Katingan masih masuk wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur,” ungkapnya kepada Kalteng Pos, Kamis (30/1/2025).
Seiring berjalannya waktu, tahun 2008 lalu perusahaan mengajukan terminasi atau pengajuan pemberhentian atas permintaan sendiri untuk kontrak karya itu.
“Kami tidak tahu proses terminasinya seperti apa. Jadi apa yang ada sekarang, kalau kita lihat itu masih berada di area eks perusahaan tambang.
Statusnya sekarang pun kami belum tahu. Apakah sudah dikembalikan ke pemerintah atau belum. Karena ini kan kontrak karya, jadi bukan kewenangan kami,” terang mantan Camat Katingan Tengah ini.
Kemudian terkait dampak kerusakan lingkungan, menurut Yobie, secara kasat mata sudah jelas memang ada penggurunan atau desertifikasi. Namun hal ini perlu penelitian khusus.
“Jadi ini akan ditindaklanjuti dan diverifikasi berdasarkan data lapangan,” tambahnya.
Ketika disinggung soal langkah kongkret yang akan diambil Pemkab Katingan, secara tegas Yobie menyampaikan, dalam jangka pendek mereka akan mengidentifikasi status lahan itu.
“Nanti kami akan bekerja sama dengan Kementerian LH. Tugas kami di kabupaten menyiapkan data atau dokumen. Setelah itu kami akan bahas bersama Kementerian LH, guna mengetahui langkah yang akan diambil nanti mengenai wilayah itu,” tuturnya.
Sementara, terkait data yang sebelumnya disebut 41 ribu hektare tercemar, DLH Kabupaten Katingan meluruskan, data yang sebenarnya adalah 31 ribu hektare. Luasan itu mencakup di wilayah Katingan yang aktif kegiatan tambang.
“Namun kami tidak tahu jika misalnya ada Kementerian LH punya data terbaru. Yang kami tahu, data per Desember 2024, luasnya hanya 31 ribu hektare,” sebutnya.
Sementara, wilayah Desa Hampalit tidak seluas itu, karena hanya sekitar 13 ribu hektare. Makanya seperti yang disebutkan sebelumnya, pihaknya akan menyiapkan dokumen. Nanti data ini akan di-overlay, antara data Kementerian LH dan data kondisi di Katingan.
“Apakah 41 ribu atau 31 ribu hektere? Kami berharap data ini bisa konprehensif, sehingga bisa diketahui mana sih yang telah dibuka oleh masyarakat atau perusahaan. Jika masuk dalam konsesi perusahaan, artinya itu tanggung jawab perusahaan,” tegas Yobie.
Sedangkan mengenai aktivitas tambang di kawasan Desa Hampalit, menurutnya, hingga kini masih aktif.
“Bahkan waktu ada kunjungan Pak Menteri kemarin (Selasa, red), beliau sempat berkomunikasi langsung dengan para penambang. Saya yakin ini nanti arahnya ke wilayah penambangan rakyat,” tuturnya.
Meski demikian, untuk melegalkan itu, areal tersebut harus di-clear-kan terlebih dahulu.
“Seraya berharap agar aktivitas ilegal itu bisa dihentikan. Sebab sesuai regulasi, yang namanya tidak berizin ada dampak hukumnya,” ucapnya.
Oleh sebab itu, saat ini Pemkab Katingan berupaya mencari solusi, agar aktivitas tambang bisa dilegalkan secara aturan. Dengan begitu, masyarakat tidak takut untuk menambang.
“Tentunya harus sesuai koridor dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup di Kabupaten Katingan,” tutupnya. (eri/ce/ram)