Rabu, Februari 5, 2025
25.2 C
Palangkaraya

Distribusi Elpiji 3 Kg Harus Diperbaiki, Agar Harga Sampai Kosumen Tidak Mahal

PALANGKA RAYA-Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi memberlakukan larangan penjualan gas elpiji 3 kg oleh pengecer atau warung.

Terhitung sejak awal Februari, gas bersubsidi itu hanya dapat dibeli melalui pangkalan resmi.

Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan distribusi elpiji 3 kg lebih tertata dan tepat sasaran. Masyarakat bisa membeli gas dengan harga resmi yang telah ditetapkan pemerintah. Namun, kebijakan ini menuai berbagai tanggapan.

Salah satunya dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Ferry Khaidir.

Menanggapi kebijakan ini, Ferry mengatakan aturan baru tersebut kemungkinan besar akan menyulitkan masyarakat kecil, terutama mereka yang bertempat tinggal jauh dari pangkalan resmi.

“Jika kita berbicara mengenai jarak, ada warga yang rumahnya dekat dengan pangkalan, tetapi ada juga yang jauh. Biasanya, mereka bisa beli elpiji 3 kg di warung yang dekat rumah. Dengan adanya aturan baru ini, mereka harus menempuh jarak yang jauh hanya untuk mendapatkan gas. Belum lagi harus antre,” katanya, Senin (3/2/2025).

Menurutnya, seharusnya regulasi yang dibuat tetap mempertimbangkan akses yang mudah bagi masyarakat, bukan justru menyulitkan mereka. Selain itu, pedagang kecil yang selama ini menjual elpiji 3 kg pun akan terdampak karena kehilangan mata pencaharian.

Di sisi lain, anggota Komisi II DPRD Kalteng Bidang Kesejahteraan Rakyat itu juga menyoroti potensi monopoli dalam distribusi gas elpiji 3 kg, jika hanya pangkalan resmi yang diperbolehkan menjual.

Baca Juga :  Begini Jawaban Kadis dan Pemilik Bakso Mas Bejo terkait Tumpukan Elpiji Subsidi

“Agar tidak terkesan dimonopoli oleh agen, harus ada sinergi dengan pedagang eceran. Mereka juga butuh hidup. Jika tidak diizinkan lagi berjualan, bagaimana nasib mereka?” ucapnya.

Sebagai solusi, ia mengusulkan agar pemerintah tetap mengizinkan pedagang kecil menjual elpiji 3 kg, dengan syarat harga jual tidak jauh berbeda dari harga resmi.

Menurutnya, jika pengecer tetap dibolehkan menjual, mereka tetap bisa mendapatkan keuntungan, tanpa membebani masyarakat dengan harga jual yang terlampau tinggi.

“Pedagang kecil seharusnya tetap bisa berjualan dengan batas harga maksimal, naik sedikit dari harga agen untuk keuntungan mereka, tetapi tidak boleh terlalu jauh. Dengan begitu, masyarakat tetap bisa mendapatkan elpiji dengan harga wajar dan akses yang lebih mudah,” jelas Ferry.

Oleh sebab itu, pemerintah diharapkan dapat mengevaluasi implementasinya dan mempertimbangkan solusi bagi masyarakat yang tinggal jauh dari pangkalan serta pedagang kecil yang terdampak.

Ferry menegaskan, tujuan regulasi ini memang baik, tetapi harus ada solusi yang tidak menyulitkan rakyat kecil.

“Jangan sampai niat baik ini justru memberatkan masyarakat. Pemerintah perlu mencari jalan tengah agar distribusi elpiji tetap terjaga, tetapi masyarakat tetap punya akses yang mudah,” tegasnya.

Sementara itu, kalangan akademisi juga turut memberikan pandangan. Dosen Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya (UPR) sekaligus pengajar Hukum Dagang dan Hubungan Industrial, Dr. Fransisco, S.H., LL.M., menilai kebijakan ini memiliki tujuan yang baik.

Baca Juga :  Sekum JPQ: Syekh dalam Arti Pemimpin

Meski demikian, tetap memerlukan strategi distribusi yang matang agar tidak menyulitkan masyarakat.

“Kalau memang tujuannya agar subsidi tepat sasaran, tentu kami dukung. Namun, pemerintah juga harus mencari solusi agar masyarakat tidak kesulitan mendapatkan elpiji 3 kg, terutama mereka yang tinggal jauh dari pangkalan resmi,” tuturnya, Senin (3/2/2025).

Menurutnya, salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah pengembangan sistem distribusi alternatif, seperti agen kecil atau layanan antar ke rumah.

Selain itu, penambahan jumlah pangkalan di lokasi-lokasi tertentu juga bisa menjadi opsi, dengan tetap mengedepankan pengawasan ketat agar kebijakan ini berjalan efektif.

Ia juga mengingatkan, tanpa strategi distribusi yang baik, kebijakan ini justru dapat menambah beban bagi masyarakat kecil.

Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai aspek, seperti kondisi sosial, ekonomi, dan geografis sebelum menerapkan kebijakan ini secara menyeluruh.

“Mekanisme tambahan seperti distribusi keliling, agen mikro, atau pangkalan tambahan bisa menjadi solusi agar akses tetap adil dan tidak memberatkan masyarakat,” tambahnya.

Fransisco berharap pemerintah dapat melakukan evaluasi berkala serta menyesuaikan aturan secara fleksibel, agar kebijakan ini berjalan optimal tanpa merugikan masyarakat kecil.

Jika tantangan distribusi dapat diatasi dengan solusi yang tepat, kebijakan ini diyakini akan memberikan manfaat lebih besar bagi masyarakat. (ovi/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi memberlakukan larangan penjualan gas elpiji 3 kg oleh pengecer atau warung.

Terhitung sejak awal Februari, gas bersubsidi itu hanya dapat dibeli melalui pangkalan resmi.

Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan distribusi elpiji 3 kg lebih tertata dan tepat sasaran. Masyarakat bisa membeli gas dengan harga resmi yang telah ditetapkan pemerintah. Namun, kebijakan ini menuai berbagai tanggapan.

Salah satunya dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Ferry Khaidir.

Menanggapi kebijakan ini, Ferry mengatakan aturan baru tersebut kemungkinan besar akan menyulitkan masyarakat kecil, terutama mereka yang bertempat tinggal jauh dari pangkalan resmi.

“Jika kita berbicara mengenai jarak, ada warga yang rumahnya dekat dengan pangkalan, tetapi ada juga yang jauh. Biasanya, mereka bisa beli elpiji 3 kg di warung yang dekat rumah. Dengan adanya aturan baru ini, mereka harus menempuh jarak yang jauh hanya untuk mendapatkan gas. Belum lagi harus antre,” katanya, Senin (3/2/2025).

Menurutnya, seharusnya regulasi yang dibuat tetap mempertimbangkan akses yang mudah bagi masyarakat, bukan justru menyulitkan mereka. Selain itu, pedagang kecil yang selama ini menjual elpiji 3 kg pun akan terdampak karena kehilangan mata pencaharian.

Di sisi lain, anggota Komisi II DPRD Kalteng Bidang Kesejahteraan Rakyat itu juga menyoroti potensi monopoli dalam distribusi gas elpiji 3 kg, jika hanya pangkalan resmi yang diperbolehkan menjual.

Baca Juga :  Begini Jawaban Kadis dan Pemilik Bakso Mas Bejo terkait Tumpukan Elpiji Subsidi

“Agar tidak terkesan dimonopoli oleh agen, harus ada sinergi dengan pedagang eceran. Mereka juga butuh hidup. Jika tidak diizinkan lagi berjualan, bagaimana nasib mereka?” ucapnya.

Sebagai solusi, ia mengusulkan agar pemerintah tetap mengizinkan pedagang kecil menjual elpiji 3 kg, dengan syarat harga jual tidak jauh berbeda dari harga resmi.

Menurutnya, jika pengecer tetap dibolehkan menjual, mereka tetap bisa mendapatkan keuntungan, tanpa membebani masyarakat dengan harga jual yang terlampau tinggi.

“Pedagang kecil seharusnya tetap bisa berjualan dengan batas harga maksimal, naik sedikit dari harga agen untuk keuntungan mereka, tetapi tidak boleh terlalu jauh. Dengan begitu, masyarakat tetap bisa mendapatkan elpiji dengan harga wajar dan akses yang lebih mudah,” jelas Ferry.

Oleh sebab itu, pemerintah diharapkan dapat mengevaluasi implementasinya dan mempertimbangkan solusi bagi masyarakat yang tinggal jauh dari pangkalan serta pedagang kecil yang terdampak.

Ferry menegaskan, tujuan regulasi ini memang baik, tetapi harus ada solusi yang tidak menyulitkan rakyat kecil.

“Jangan sampai niat baik ini justru memberatkan masyarakat. Pemerintah perlu mencari jalan tengah agar distribusi elpiji tetap terjaga, tetapi masyarakat tetap punya akses yang mudah,” tegasnya.

Sementara itu, kalangan akademisi juga turut memberikan pandangan. Dosen Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya (UPR) sekaligus pengajar Hukum Dagang dan Hubungan Industrial, Dr. Fransisco, S.H., LL.M., menilai kebijakan ini memiliki tujuan yang baik.

Baca Juga :  Sekum JPQ: Syekh dalam Arti Pemimpin

Meski demikian, tetap memerlukan strategi distribusi yang matang agar tidak menyulitkan masyarakat.

“Kalau memang tujuannya agar subsidi tepat sasaran, tentu kami dukung. Namun, pemerintah juga harus mencari solusi agar masyarakat tidak kesulitan mendapatkan elpiji 3 kg, terutama mereka yang tinggal jauh dari pangkalan resmi,” tuturnya, Senin (3/2/2025).

Menurutnya, salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah pengembangan sistem distribusi alternatif, seperti agen kecil atau layanan antar ke rumah.

Selain itu, penambahan jumlah pangkalan di lokasi-lokasi tertentu juga bisa menjadi opsi, dengan tetap mengedepankan pengawasan ketat agar kebijakan ini berjalan efektif.

Ia juga mengingatkan, tanpa strategi distribusi yang baik, kebijakan ini justru dapat menambah beban bagi masyarakat kecil.

Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai aspek, seperti kondisi sosial, ekonomi, dan geografis sebelum menerapkan kebijakan ini secara menyeluruh.

“Mekanisme tambahan seperti distribusi keliling, agen mikro, atau pangkalan tambahan bisa menjadi solusi agar akses tetap adil dan tidak memberatkan masyarakat,” tambahnya.

Fransisco berharap pemerintah dapat melakukan evaluasi berkala serta menyesuaikan aturan secara fleksibel, agar kebijakan ini berjalan optimal tanpa merugikan masyarakat kecil.

Jika tantangan distribusi dapat diatasi dengan solusi yang tepat, kebijakan ini diyakini akan memberikan manfaat lebih besar bagi masyarakat. (ovi/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/