SAMPIT-Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) saat ini tengah berada di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).
Kedatangan tim yang tergabung dalam Satgas Garuda ini telah melakukan penindakan tegas berupa menyita lahan sawit diduga merambah hutan dan melakukan alih fungsi menjadi perkebunan sawit tanpa perizinan, berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2025.
Dua perusahaan perkebunan yang masuk daftar diusut oleh satgas adalah Wilmar Group dan Makin Group.
Teranyar, Kamis (7/3/2025) lalu, tim PKH telah menyita 3.798,3 hektare lahan milik perusahaan perkebunan sawit PT Agro Bukit, di Jalan Jenderal Sudirman Km 26, Kecamatan MB Ketapang.
Tim telah memasang plang di area tersebut dengan tulisan; Dilarang memperjualbelikan dan menguasai tanpa izin Satgas PKH.
Tak hanya PT Agro Bukit yang disasar, sejumlah perusahaan sawit di Kalimantan Tengah (Kalteng) juga ditindak Satgas Garuda.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2025, sejumlah perusahaan sawit di Kotim masuk dalam daftar subjek hukum kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun dalam kawasan hutan, tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan, beroperasi atau ditolak permohonannya di Kementerian Kehutanan.
Sedangkan dua perusahaan perkebunan yang masuk daftar diusut oleh satgas adalah Wilmar Group dan Makin Group. Ada dua anak perusahaan Wilmar Group di Kotim yang masuk dalam daftar itu.
Pertama, PT Karunia Kencana Permai Sejati. Di dalam surat tersebut, perusahaan berkaitan memiliki total permohonan sebanyak 19.653 hektare (ha) lahan dengan status permohonan berproses, dan seluas 13.286 ha dengan keterangan penetapan areal pelepasan.
Kedua, PT Mentaya Sawit Mas yang juga merupakan anak perusahaan Wilmar Group masuk dalam daftar dengan keterangan hasil penelitian tim terpadu.
PT Mustika Sembuluh juga masuk dalam daftar itu. Diketahui, perusahaan tersebut mengajukan total permohonan sebanyak 3.922 ha lahan, dengan status berproses sebanyak 3.729 hektare dan 3.739 hektare ditolak.
Ada pula PT Mukti Sawit Kahuripan yang merupakan anak perusahaan Makin Group, dengan keterangan penetapan areal pelepasan dan hasil penelitian TIMDU. Lalu, ada nama PT Surya Inti Sawit Kahuripan, dengan keterangan penentapan areal pelepasan dan persetujuan prinsip.
Selain itu nama-nama anak perusahaan PT Makin Group yang masuk dalam daftar adalah PT Katingan Indah Utama dengan keterangan penetapan areal pelepasan dan hasil penelitian tim terpadu.
PT Wanayasa Kahuripan Indonesia dengan keterangan persetujuan prinsip, PT Mukti Sawit Kahuripan dengan keterangan penetapan areal pelepasan dan hasil penelitian tim terpadu.
PT Intiga Prabakara Kahuripan dengan keterangan persetujuan prinsip, dan PT Antang Ganda Utama dengan keterangan hasil penetapan tim terpadu.
Terkait penyitaan lahan sawit tersebut, Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Kotim Sanggul Lumban Gaol mengatakan, Pemkab Kotim mendukung penuh penindakan tersebut.
Sebab, perusahaan sawit di wilayah Kotim telah diberi toleransi dalam kurun waktu yang lama. Penindakan tegas yang dilakukan itu merupakan upaya lanjutan untuk memberikan sanksi kepada perusahaan yang mengabaikan aturan.
“Sepanjang itu melanggar aturan, kami mendukung keputusan pemerintah. Sudah banyak kelonggaran yang diberikan oleh pemerintah sejak tahun 2007 hingga 2017. Entah alasan apa lagi mereka tidak menaati sampai adanya penyitaan ini,” ucapnya saat dikonfirmasi, Senin (10/3/2025).
Lebih lanjut ia menjelaskan, penertiban aturan itu tidak boleh dilakukan secara tebang pilih. Aturan harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Jika itu terjadi, dikhawatirkan perusahaan bakal bangkrut, dan mungkin saja akan berdampak pada perekonomian.
“Itu namanya penertiban aturan. Aturan itu ditegakkan tanpa tebang pilih. Kalau perusahaan collapse (bangkrut, red) di kabupaten ini (Kotim, red), yang susah juga kita. Jadi, kalau mau menegakkan aturan, ya ditegakkan. Soal solusinya, nanti pemerintah pusat yang urus,” tegasnya.
Selain melakukan penyitaan, pemerintah juga harus memikirkan soal penanganan lahan usai disita. Pemeliharaan lahan harus dipikirkan, agar tidak menimbulkan efek negatif kemudian hari.
“Itu kan bukan sedikit lahan yang disita. Bagaimana kalau sampai tidak ada yang mengurus, bisa jadi bahan jarahan orang. Jadi, harus dipikirkan juga oleh aparat yang menyita,” tuturnya.
Tim yang melakukan penyitaan sudah melakukan koordinasi dengan Pemkab Kotim sebelum penindakan. Tim juga masih bergerak ke beberapa lokasi di lapangan. Menurut Sanggul, penyitaan lahan bukan hal yang gampang. Selain harus memikirkan penanganan lahan yang disita, posisi lahan yang terpencar juga menjadi tantangan.
“Mereka masih di lapangan sekarang. Penyitaan itu bukan hal yang mudah. Siapa yang jaga nanti harus dipikirkan juga. Kalau suruh pemerintah daerah, kan tidak mungkin. Lokasinya juga tersebar. Ini bukan pekerjaan mudah,” imbuhnya.(mif/bah/sli/ce/ala)