Sabtu, April 12, 2025
26.9 C
Palangkaraya

Penyusunan RPJMD Palangka Raya Harus Sinkron dengan Kebijakan Nasional

PALANGKA RAYA – Wali Kota Palangka Raya, Fairid Naparin, menegaskan pentingnya sinkronisasi perencanaan pembangunan daerah dengan kebijakan nasional dan provinsi dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Hal ini disampaikannya usai menghadiri rapat bersama Wakil Menteri Dalam Negeri di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalteng, Kamis (10/4/2025).

Menurut Fairid, penyusunan RPJMD harus terintegrasi mulai dari tingkat nasional (RPJMN), provinsi, hingga kabupaten/kota. Ia menegaskan bahwa tahapan penyusunan RPJMD Kota Palangka Raya akan melalui proses evaluasi, termasuk dari pemerintah provinsi.

“RPJMD yang kami usulkan ada 50 program, dan saat ini 12 di antaranya sudah masuk tahap verifikasi di pemerintah provinsi. Harapan kami tentu, ke-12 program ini bisa segera direalisasikan,” ujar Fairid.

Dalam kesempatan itu, Fairid juga menekankan pentingnya memperhatikan tata ruang kota dalam proses pembangunan. Ia mengungkapkan bahwa wilayah Kota Palangka Raya saat ini 81 persen masih masuk dalam kawasan hutan, sementara hanya 19 persen yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pembangunan.

Baca Juga :  Murni Atlet Palangka Raya

“Ini jadi masalah karena secara eksisting, sekitar 30 hingga 40 persen lahan yang sebenarnya sudah dikuasai dan digunakan masyarakat justru secara administrasi masih termasuk kawasan hutan,” jelas orang nomor satu di kota cantik ini.

Akibat dari status tersebut, Pemko Palangka Raya menghadapi sejumlah kendala serius. Salah satunya adalah tidak bisa memungut pajak dari objek-objek yang berada di kawasan tersebut, sehingga berdampak langsung pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Di satu sisi lain, masyarakat meminta pembangunan, minta infrastruktur, tapi kami tidak bisa masuk karena tidak ada dasar hukum. Kami tidak bisa memungut pajak, tidak bisa bangun jalan,” bebernya.

Fairid menegaskan, walaupun hanya 19 persen wilayah yang bukan kawasan hutan lindung, namun fakta di lapangan tidak demikian. Ia menilai, berkisar 30 hingga 40 persen kawasan hutan telah dikuasai oleh masyarakat.

Baca Juga :  Karya Teater Sebagai Media Pendidikan Karakter Generasi Z

Idealnya Kota Palangka Raya memiliki setidaknya 40 persen wilayah yang bisa dibangun, mengingat statusnya sebagai ibu kota provinsi dan wilayah yang sedang berkembang.

Ia juga menambahkan bahwa koordinasi dengan pemerintah provinsi, kementerian terkait seperti ATR/BPN dan KLHK, serta tim tata ruang dan PUPR sudah dilakukan, namun masih perlu tindak lanjut yang lebih konkrit.

“Ini harus jadi perhatian bersama. Media dan masyarakat perlu tahu bahwa ini bukan hanya persoalan pemerintah, tapi juga berdampak langsung kepada warga,” pungkasnya. (ham)

PALANGKA RAYA – Wali Kota Palangka Raya, Fairid Naparin, menegaskan pentingnya sinkronisasi perencanaan pembangunan daerah dengan kebijakan nasional dan provinsi dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Hal ini disampaikannya usai menghadiri rapat bersama Wakil Menteri Dalam Negeri di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalteng, Kamis (10/4/2025).

Menurut Fairid, penyusunan RPJMD harus terintegrasi mulai dari tingkat nasional (RPJMN), provinsi, hingga kabupaten/kota. Ia menegaskan bahwa tahapan penyusunan RPJMD Kota Palangka Raya akan melalui proses evaluasi, termasuk dari pemerintah provinsi.

“RPJMD yang kami usulkan ada 50 program, dan saat ini 12 di antaranya sudah masuk tahap verifikasi di pemerintah provinsi. Harapan kami tentu, ke-12 program ini bisa segera direalisasikan,” ujar Fairid.

Dalam kesempatan itu, Fairid juga menekankan pentingnya memperhatikan tata ruang kota dalam proses pembangunan. Ia mengungkapkan bahwa wilayah Kota Palangka Raya saat ini 81 persen masih masuk dalam kawasan hutan, sementara hanya 19 persen yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pembangunan.

Baca Juga :  Murni Atlet Palangka Raya

“Ini jadi masalah karena secara eksisting, sekitar 30 hingga 40 persen lahan yang sebenarnya sudah dikuasai dan digunakan masyarakat justru secara administrasi masih termasuk kawasan hutan,” jelas orang nomor satu di kota cantik ini.

Akibat dari status tersebut, Pemko Palangka Raya menghadapi sejumlah kendala serius. Salah satunya adalah tidak bisa memungut pajak dari objek-objek yang berada di kawasan tersebut, sehingga berdampak langsung pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Di satu sisi lain, masyarakat meminta pembangunan, minta infrastruktur, tapi kami tidak bisa masuk karena tidak ada dasar hukum. Kami tidak bisa memungut pajak, tidak bisa bangun jalan,” bebernya.

Fairid menegaskan, walaupun hanya 19 persen wilayah yang bukan kawasan hutan lindung, namun fakta di lapangan tidak demikian. Ia menilai, berkisar 30 hingga 40 persen kawasan hutan telah dikuasai oleh masyarakat.

Baca Juga :  Karya Teater Sebagai Media Pendidikan Karakter Generasi Z

Idealnya Kota Palangka Raya memiliki setidaknya 40 persen wilayah yang bisa dibangun, mengingat statusnya sebagai ibu kota provinsi dan wilayah yang sedang berkembang.

Ia juga menambahkan bahwa koordinasi dengan pemerintah provinsi, kementerian terkait seperti ATR/BPN dan KLHK, serta tim tata ruang dan PUPR sudah dilakukan, namun masih perlu tindak lanjut yang lebih konkrit.

“Ini harus jadi perhatian bersama. Media dan masyarakat perlu tahu bahwa ini bukan hanya persoalan pemerintah, tapi juga berdampak langsung kepada warga,” pungkasnya. (ham)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/