PALANGKA RAYA-Majelis hakim menjatuhkan vonis bebas kepada Abdul Jabar Bakri, satu dari tiga terdakwa kasus tindak pidana korupsi (tipikor) pembangunan tembok Lembaga Pemasyarakatan (Lapas ) Sukamara tahun anggaran 2017. Majelis hakim menyatakan Abdul Jabar tidak terbukti bersalah melakukan korupsi sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU).
“Menyatakan terdakwa Abdul Jabar Bakri tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan kepadanya oleh penuntut umum. Membebaskan terdakwa karena itu, dari dakwaan penuntut umum,” ucap ketua majelis hakim Achmad Sili SH MH membacakan putusan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Rabu (30/8).
Majelis hakim menyatakan sependapat dengan pembelaan yang disampaikan oleh penasihat hukum terdakwa, Syahri SH MH, yang menyatakan bahwa terdakwa Abdul Jabar tidak memiliki kewenangan ataupun peran terkait pembangunan tembok Lapas Sukamara pada 2017 lalu.
Majelis hakim juga menyatakan bahwa terdakwa juga tidak memiliki peran ataupun kewenangan di PT Anugrah Bayuarya Perkasa selaku perusahaan pemenang tender pembangunan tembok lapas tersebut.
“Terdakwa hanya orang yang mendapatkan surat kuasa dari Kamarul Hidayat untuk menghadiri pembuktian kualifikasi di ULP Pokja Kanwil Kemenkumham Kalteng dan tidak memiliki peran dalam kegiatan pembangunan tembok itu,” kata hakim Irfanul Hakim SH MH membacakan pertimbangan majelis hakim.
Majelis hakim berpendapat bahwa pihak yang harus bertanggung jawab atas robohnya tembok Lapas Sukamara adalah Kamarul Hidayat selaku pimpinan PT Anugrah Bayuarya Perkasa dan Syahruddin selaku pelaksana lapangan proyek pembangunan tembok tersebut.
Selain itu, majelis hakim menyebut terdakwa hanyalah orang suruhan yang sifatnya membantu Kamarul Hidayat dan tidak memiliki jabatan atau posisi yang terikat dengan PT Anugrah Bayuarya Perkasa. Karena itu terdakwa tidak bisa dianggap memiliki kewenangan yang menentukan terkait kegiatan pembangunan tembok Lapas Sukamara. Atas dasar pertimbangan itu, majelis hakim memutuskan menyatakan Abdul Jabar tidak terbukti bersalah, sehingga membebaskannya dari seluruh dakwaan jaksa penuntut.
Diketahui sebelumnya, jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukamara menuntut terdakwa Abdul Jabar Bakri dihukum penjara selama 6 tahun, ditambah hukuman denda Rp 200 juta, subsider pidana kurungan selama 3 bulan.
Menanggapi putusan majelis hakim, jaksa Enggar Ahmadi Sistian SH menyatakan pihaknya akan mengambil langkah hukum berupa kasasi ke Mahkamah Agung RI. ”Kami kasasi, yang mulia,” kata Enggar.
Sementara dari pihak Abdul Jabar menyatakan menerima putusan majelis hakim tersebut. Terdakwa langsung melakukan sujud syukur usai majelis hakim membacakan putusan. Kebahagiaan juga dirasakan Syahri SH MH, penasihat hukum yang mendampingi terdakwa selama persidangan.
“Putusan ini sudah sesuai fakta persidangan, jika dikaitkan dengan aturan maupun teori hukum, memang klien kami tidak bersalah,” tegas Syahri.
Sejak awal Syahri sudah memperkirakan bahwa jaksa penuntut telah melakukan kesalahan menerapkan konstruksi hukum dalam perkara ini. Sebab, kliennya hanyalah orang suruhan yang tidak memiliki hak untuk menandatangani kontrak lelang. Terlebih, Abdul Jabar bukan bagian dari perusahaan pemenang tender lelang. Sementara jaksa menganggap kliennya memiliki kewenangan untuk menandatangani kontrak lelang tersebut. “Itu adalah kesalahan fatal,” tuturnya sambil.
Abdul Jabar yang selama lima bulan mendekam di penjara karena kasus ini, mengaku sangat bersyukur bisa terlepas dari hukuman pidana. “Saya bersyukur kepada Allah Swt atas hidayah-Nya kepada saya. Proses hukum pun telah berjalan sebagaimana mestinya,” ujar Abdul Jabar yang mengaku akan segera pulang ke Pontianak setelah urusan kasus ini kelar.
Dalam sidang, majelis hakim juga membacakan putusan terhadap dua terdakwa lain yang terlibat dalam kasus yang sama. Mereka adalah Kamarul Hidayat selaku pimpinan PT Anugerah Bayu Arya Perkasa yang merupakan perusahaan kontraktor pemenang lelang dan Syahruddin selaku pihak pelaksana pekerjaan.
Dalam putusan, majelis hakim menyatakan kedua terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sehingga menjatuhkan hukuman pidana 4 tahun penjara kepada Kamarul Hidayat dan 6 tahun penjara kepada Syahrudin. Keduanya juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp200 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak bisa dibayar, maka diganti dengan hukuman kurungan selama 3 bulan. Selain itu, kedua terdakwa juga diwajibkan mengganti kerugian keuangan negara dalam perkara ini senilai Rp1.710.471.337,91. (sja/ce/ala)