Site icon KaltengPos

Memperkuat Jelajah Kerajinan Anyaman di Pasar Nasional

SIAP DIJUAL: Dua karyawan Galeri Indang Apang mengecek barang sebelum dikirim ke pemesan, beberapa hari lalu.

Melihat Geliat UMKM di Palangka Raya Pascapandemi (3)

Kualitas kerajinan tangan anyaman rotan khas Kalimantan Tengah (Kalteng) tidak diragukan lagi. Motifnya pun beragam. Tak kalah dengan model kekinian. Sudah saatnya pemerintah memberikan dukungan, agar pemasarannya mampu menjelajah pasar nasional bahkan dunia.

*NUR PUTRI W, Palangka Raya

DI ruangan berukuran 4×4 meter itu dipenuhi berbagai produk anyaman rotan. Pada sisi kiri dari pintu masuk terlihat sejumlah koleksi tas. Dari yang murah sampai yang termahal. Sementara di sisi kanan, ada bermacam-macam motif dompet, topi, gelang, gantungan kunci, sandal, hingga sepatu.

Ya, begitulah gambaran singkat Galeri Indang Apang, pusat kerajinan berbahan dasar rotan di Gang Betel 1 Nomor 18, Jalan Tjilik Riwut Km 7,5, Palangka Raya.

Amelia selaku owner Galeri Indang Apang menyebut, usahanya itu mulai dikembangkan sejak 2019 lalu. Nama galerinya itu diambil dari nama kedua orang tuanya. Sebelum membuka galeri itu, ia sempat berjualan baju dan sandal.

Kini usahanya itu makin berkembang. Pelanggannya tak hanya dari Kota Cantik, tapi juga dari kabupaten-kabupaten lain di Kalteng. Bahkan ada yang dari berbagai kota di Pulau Jawa. Dalam sebulan, 100 hingga 200 produk terjual. Media sosial dan marketplace sangat membantunya dalam memasarkan produk.

“Saya pribadi merasa bangga karena kerajinan rotan Kalteng mendapat tempat di pasaran yang lebih luas, tidak hanya di Kalteng, tapi sudah sampai ke pasar nasional,” ujarnya mengawali perbincangan dengan Kalteng Pos, beberapa hari lalu.

Amelia menyebut, selama ini ia selalu membeli lembaran anyaman rotan bermotif ukuran 30×60 sentimeter dari penganyam rotan di Kabupaten Pulang Pisau, Kapuas, dan Barito Utara. Ia mengakui bahwa anyaman rotan yang dihasilkan para penganyam mempunyai kualitas yang bagus. 

Dalam satu bulan biasanya menghabiskan 100-200 lembar. Anyaman rotan dibelinya dari penganyam seharga Rp100-200 ribu per lembar, tergantung kualitas dan motif.

“Saya harus memberikan harga yang pantas buat mereka (para penganyam, red), karena saya sadar bahwa tidak mudah membuat anyaman rotan, perlu keahlian khusus, dan untuk membuat satu lembar memerlukan waktu yang lama,” sebutnya.

Petani atau penganyam rotan di tiga daerah tersebut menjadi andalan para pelaku UMKM kerajinan rotan. Tiap daerah punya kekhasan motif anyaman. Pulang Pisau dan Kapuas memiliki ciri khas yang hampir sama. Bentuk anyaman agak lebih besar. Sedangkan anyaman dari Barito Utara biasanya memiliki susunan rotan yang lebih rapi dan halus.

Perempuan kelahiran tahun 1984 itu menambahkan, meningkatnya permintaan akan produk anyaman rotan belum diimbangi dengan sumber daya manusia. Dapat dikatakan masih minim. Rata-rata usia penganyam rotan sudah melebihi setengah abad. Namun di daerah Barito Utara, masih bisa ditemui anak-anak sekolah yang nyambi menganyam di sela-sela aktivitasnya.

Begitu juga untuk penjahit. Di wilayah Palangka Raya saja masih sangat minim. Baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. “Biasanya untuk tas yang ada bahan kulit asli, kami mengirimnya ke penjahit di Pulau Jawa,” ucap anak pertama dari empat bersaudara itu.

Amelia punya impian untuk bisa menggelar workshop tentang menjahit, dengan mendatangkan tenaga ahli dari Pulau Jawa. Hal itu bertujuan untuk merangsang kawula muda di Palangka Raya agar mau belajar dan mengasah keahlian dalam menjahit produk yang memiliki nilai jual tinggi.

“Rencananya saya ingin membuat workshop di sini (di rumahnya, red), agar menambah ilmu bagi mereka yang berminat,” ungkapnya.

Terpisah, Ketua Bidang Perindustrian Dinas Perdagangan, Koperasi, UKM dan Perindustrian Kota Palangka Raya Margalis juga mengakui minimnya penganyam maupun penjahit rotan masa kini. Karena itu pemerintah kota akan terus berupaya memberikan pelatihan kepada siapa saja yang berminat, sebagaimana yang terakhir dilaksanakan pada 2020 lalu.

Pelatihan diadakan guna mengasah keahlian SDM pada produk-produk yang bersifat tradisional di tengah pesatnya perkembangan digital, sekaligus membuka lapangan pekerjaan bagi kaum muda.

“Menurut saya, apabila kerajinan khas tradisional ini tidak dilestarikan, lambat laun akan punah dan terkikis oleh perkembangan zaman yang kian maju dan modern,” ujarnya kepada Kalteng Pos.

Pihaknya juga sangat mengapresiasi para pelaku usaha yang berkecimpung dengan pengembangan produk kerajinan lokal dan terus menjangkau pasar nasional. Hal ini dinilai sangat positif dalam upaya mengenalkan kekayaan budaya Kalteng serta memajukan pelaku UMKM kerajinan anyaman. “Kami berharap mereka terus berproduksi, berkreasi, berinovasi, dan tak henti-hentinya mempromosikan produk di berbagai platform media sosial maupun dengan mengikuti pameran-pameran maupun event lain,” ungkapnya. (*irj/ce/ram/ko)

Exit mobile version